2010–2019
Ajaran Kristus
April 2012


Ajaran Kristus

Di gereja sekarang, seperti dahulu kala, menetapkan ajaran Kristus atau mengoreksi penyimpangan-penyimpangan ajaran adalah masalah wahyu ilahi.

Rasa syukur dan kasih terdalam kita bagi Sister Beck, Sister Allred, dan Sister Thompson, serta dewan pengurus Lembaga Pertolongan.

Kita telah melihat akhir-akhir ini minat publik yang semakin meningkat terhadap keyakinan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Ini adalah sesuatu yang kita sambut karena, bagaimana pun juga, tujuan dasar kita adalah untuk mengajarkan Injil Yesus Kristus, ajaran-Nya, di seluruh dunia (lihat Matius 28:19–20; A&P 112:28). Tetapi kita harus mengakui telah ada dan masih tetap ada sedikit kebingungan tentang ajaran kita dan bagaimana ajaran itu didirikan. Itulah pokok bahasan yang ingin saya sampaikan hari ini.

Sejak awal sudah menjadi tujuan Tuhan dan pekerjaan para nabi-Nya untuk mengabarkan rencana penebusan Allah. Para Rasul Juruselamat 2.000 tahun yang lalu berjuang mati-matian untuk melestarikan ajaran-Nya terhadap serangan tradisi dan filosofi palsu. Surat-surat Perjanjian Baru merujuk banyak insiden yang menunjukkan bahwa kemurtadan serius dan secara luas sudah berlangsung selama pelayanan para rasul.1

Abad-abad setelahnya diterangi oleh sinar terang Injil sesekali sampai, abad ke-19, awal cahaya rohani yang dipulihkan dimulai di dunia, dan Injil Kristus, yang menyeluruh dan lengkap, sekali lagi ada di bumi. Hari yang mulia ini berawal ketika, dalam “seberkas tiang cahaya … melebihi kecemerlangan matahari” (Joseph Smith—Sejarah 1:16), Allah Bapa dan Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus, mengunjungi pemuda Joseph Smith dan memulai apa yang akan menjadi seperti melimpahnya wahyu yang disertai dengan kuasa dan wewenang ilahi.

Dalam wahyu ini kita menemukan apa yang mungkin disebut ajaran dasar Gereja Yesus Kristus ditegakkan kembali di bumi. Yesus Sendiri menetapkan ajaran itu dalam kata-kata ini yang dicatat dalam Kitab Mormon: Satu Kesaksian Lagi tentang Yesus Kristus.

“Inilah ajaran-Ku, dan adalah ajaran yang telah Bapa berikan kepada-Ku; dan Aku memberikan kesaksian tentang Bapa, dan Bapa memberikan kesaksian tentang Aku, dan Roh Kudus memberikan kesaksian tentang Bapa dan Aku; dan Aku memberikan kesaksian bahwa Bapa memerintahkan semua orang, di mana pun, untuk bertobat dan percaya kepada-Ku.

Dan barangsiapa percaya kepada-Ku, dan dibaptis, orang yang sama akan diselamatkan; dan mereka adalah mereka yang akan mewarisi kerajaan Allah.

Dan barangsiapa tidak percaya kepada-Ku, dan tidak dibaptis, akan dilaknat.

…. Dan barangsiapa percaya kepada-Ku percaya kepada Bapa juga; dan kepadanya akanlah Bapa memberikan kesaksian tentang Aku, karena Dia akan mengunjunginya dengan api dan dengan Roh Kudus ….

Sesungguhnya, sesungguhnya, Aku berfirman kepadamu, bahwa ini adalah ajaran-Ku, dan berangsiapa membangun di atas ini membangun di atas batu karang-Ku, dan gerbang-gerbang neraka tidak akan Berjaya melawan mereka” (3 Nefi 11:32–35, 39).

Ini adalah pesan kita, batu yang di atasnya kita bangun, dasar dari segala sesuatu yang lain di Gereja. Seperti semua yang berasal dari Allah, ajaran ini murni, jelas, mudah untuk dipahami—bahkan untuk anak. Dengan senang hati, kita mengundang semua untuk menerimanya.

Di Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir, “Kami percaya segala yang telah Allah ungkapkan, segala yang sekarang Dia ungkapkan, dan kami percaya bahwa Dia masih akan mengungkapkan banyak hal yang besar dan penting berkaitan dengan Kerajaan Allah” (Pasal-Pasal Kepercayaan 1:9). Ini berarti bahwa meskipun ada banyak yang belum kita ketahui, kebenaran dan ajaran yang sudah kita terima telah datang dan akan terus datang melalui wahyu ilahi. Dalam beberapa tradisi agama, para teolog menuntut wewenang pengajaran yang sama dengan pemimpin gerejawi, dan masalah-masalah ajaran mungkin menjadi perebutan pendapat di antara mereka. Beberapa mengandalkan pada dewan-dewan gereja dari Abad Pertengahan dan ajarannya. Yang lain menempatkan penekanan utama pada pendapat para teolog pascakerasulan atau pada interpretasi dan penafsiran Alkitab. Kami juga menghargai pengetahuan akademis yang meningkatkan pemahaman, namun di gereja sekarang, seperti dahulu kala, menetapkan ajaran Kristus atau mengoreksi penyimpangan-penyimpangan ajaran adalah masalah wahyu ilahi kepada mereka yang diberkahi Tuhan dengan wewenang kerasulan.2

Pada tahun 1954, Presiden J. Reuben Clark Jr., yang waktu itu adalah penasihat dalam Presidensi Utama, menjelaskan bagaimana ajaran diumumkan di Gereja dan peran utama Presiden Gereja. Berbicara tentang anggota Presidensi Utama dan Kuorum Dua Belas Rasul, dia menyatakan, “[Kita] harus [ingat] bahwa beberapa Pembesar Umum telah diberikan bagi mereka suatu pemanggilan khusus; mereka memiliki karunia khusus; mereka didukung sebagai nabi, pelihat, dan pewahyu, yang memberi mereka karunia rohani khusus sehubungan dengan pengajaran mereka kepada umatnya. Mereka memiliki hak, kuasa, dan wewenang untuk menyatakan pikiran dan kehendak Allah kepada umatnya, yang tunduk pada seluruh kuasa dan wewenang Presiden Gereja. Anggota lain dari Pembesar Umum tidak diberi karunia rohani khusus ini dan wewenang yang mencakup pengajaran mereka; mereka memiliki keterbatasan, dan keterbatasan kuasa dan wewenang mereka dalam mengajar berlaku bagi setiap pejabat lain dan anggota gereja, karena tidak satu pun dari mereka diberkahi secara rohani sebagai nabi, pelihat, dan pewahyu. Selain itu, sebagaimana yang telah ditunjukkan, Presiden Gereja memiliki karunia rohani lebih lanjut dan khusus dalam hal ini, karena dia adalah Nabi, Pelihat, dan Pewahyu untuk seluruh Gereja.”3

Bagaimana Juruselamat mewahyukan kehendak dan ajaran-Nya kepada nabi, pelihat, dan pewahyu? Dia bisa bertindak melalui utusan atau dengan diri-Nya sendiri. Dia bisa berbicara melalui suara-Nya sendiri atau melalui suara Roh Kudus—suatu komunikasi Roh kepada roh yang bisa dinyatakan dalam kata-kata atau dalam perasaan yang menyampaikan pemahaman yang sulit diungkapkan dengan kata-kata (lihat 1 Nefi 17:45; A&P 9:8). Dia bisa berkomunikasi kepada para hamba-Nya secara perorangan atau melalui dewan (lihat 3 Nefi 27:1–8).

Saya mengutip dua cerita dari Perjanjian Baru. Yang pertama adalah wahyu yang ditujukan kepada pemimpin Gereja. Di awal kitab Kisah Para Rasul, kita menemukan para Rasul Kristus memaklumkan pesan Injil hanya kepada orang-orang Yahudi, mengikuti pola pelayanan Yesus (lihat Matius 15:24), tetapi sekarang, menurut waktu Tuhan, waktunya telah datang untuk suatu perubahan. Di Yope, Petrus memiliki mimpi yang diulangi tiga kali. Dia melihat berbagai binatang diturunkan ke bumi dari langit “berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya” (Kisah Para Rasul 10:11) dan diperintahkan untuk “menyembelih dan makan” (Kisah Para Rasul 10:13). Petrus ragu-ragu karena paling tidak ada beberapa binatang yang “tidak tahir” berdasarkan Hukum Musa, dan Petrus belum pernah melanggar perintah dalam memakan binatang seperti itu. Meskipun demikian, suara tersebut mengatakan kepada Petrus dalam mimpinya, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram” (Kisah Para Rasul 10:15).

Arti mimpi ini menjadi jelas ketika segera sesudah itu, beberapa pria yang dikirim dari perwira pasukan Romawi Kornelius tiba di penginapan Petrus dengan permintaan bahwa dia datang untuk mengajar tuan mereka. Kornelius telah mengumpulkan sekelompok kerabat dan teman-teman dalam jumlah yang cukup besar, dan menemukan mereka sedang menunggu untuk menerima pesannya, Petrus berkata:

“Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir ….

… Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang:

Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya” (Kisah Para Rasul 10:28, 34–35; lihat juga ayat 17–24).

“Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu.

Dan semua orang [yang menemani Petrus] tercengang-cengang … karena melihat, bahwa karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga.

… Lalu kata Petrus,

“Bolehkah orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita?” (Kisah Para Rasul 10:44–47).

Melalui pengalaman ini dan wahyu kepada Petrus, Tuhan mengubah praktik Gereja dan mewahyukan pemahaman ajaran yang lebih lengkap kepada para murid-Nya. Dan dengan demikian pengajaran Injil diperluas untuk mencakup seluruh umat manusia.

Kemudian dalam kitab Kisah Para Rasul, kita menemukan cerita lain yang sedikit berhubungan, kali ini menunjukkan bagaimana wahyu mengenai hal-hal ajaran bisa datang dalam pertemuan dewan. Suatu perdebatan muncul mengenai apakah sunat yang diwajibkan dalam Hukum Musa harus diteruskan sebagai perintah dalam Injil dan Gereja Kristus (lihat Kisah Para Rasul 15:1, 5). “Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua … membicarakan soal itu” (Kisah Para Rasul 15:6). Catatan kita mengenai sidang ini tentu saja tidak lengkap, tetapi kita diberitahu bahwa setelah “berlangsung pertukaran pikiran” (Kisah Para Rasul 15:7), Petrus, Rasul senior, bangkit dan menyatakan apa yang telah ditegaskan oleh Roh Kudus kepadanya. Dia mengingatkan sidang bahwa ketika Injil mulai dikhotbahkan kepada orang bukan Israel yang tidak bersunat di antara keturunan Kornelius, mereka menerima Roh Kudus sama seperti yang diterima oleh orang-orang insaf keturunan Yahudi yang bersunat. Allah, dia berkata, “sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman.

“Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri?

Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga” (Kisah Para Rasul 15:9‒11; lihat juga ayat 8).

Setelah itu Paulus, Barnabas, dan mungkin orang-orang lain berbicara mendukung pernyataan Petrus, Yakobus mengusulkan agar keputusan tersebut dilaksanakan melalui surat kepada Gereja, dan sidang dipersatukan “dengan bulat hati” (Kisah Para Rasul 15:25; lihat juga ayat 12–23). Dalam surat yang mengumumkan keputusan mereka, para Rasul mengatakan, “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami” (Kisah Para Rasul 15:28), atau dengan kata lain, keputusan ini datang oleh wahyu ilahi melalui Roh Kudus.

Pola-pola yang sama ini diikuti sekarang di Gereja Yesus Kristus yang dipulihkan. Presiden Gereja boleh mengumumkan atau menafsirkan ajaran-ajaran berdasarkan wahyu yang diberikan kepadanya (lihat, misalnya, A&P 138). Penjelasan ajaran bisa juga datang melalui dewan gabungan antara Presidensi Utama dan Kuorum Dua Belas Rasul (lihat, misalnya, Maklumat Resmi 2). Pembahasan dewan akan sering merujuk pada kitab-kitab suci standar, ajaran-ajaran pemimpin Gereja, dan praktik masa lampau. Tetapi pada akhirnya, seperti halnya dengan Gereja pada masa Perjanjian Baru, tujuannya tidak hanya konsensus di antara para anggota dewan melainkan wahyu dari Allah. Ini adalah proses yang melibatkan baik alasan maupun iman untuk mendapatkan pikiran dan kehendak Tuhan.4

Pada saat yang sama hendaknya diingat bahwa tidak setiap pernyataan yang dibuat oleh seorang pemimpin Gereja, di masa lampau atau sekarang, selalu merupakan ajaran. Adalah lazim dipahami di Gereja bahwa pernyataan yang dibuat oleh satu pemimpin di satu kesempatan sering mencerminkan pendapat pribadi, meskipun telah dipertimbangkan dengan baik, tidak dimaksudkan untuk dijadikan sebagai pernyataan resmi atau mengikat bagi seluruh Gereja. Nabi Joseph Smith mengajarkan bahwa “seorang nabi [adalah] seorang nabi hanya ketika dia bertindak sebagai seorang nabi.”5 Presiden Clark, yang dikutip sebelumnya, menyatakan:

“Mengenai hal ini ayah saya menceritakan sebuah kisah sederhana sewaktu saya masih kecil, saya tidak tahu berdasarkan wewenang apa, tetapi ini menggambarkan pokok persoalannya. Kisah yang dia ceritakan terjadi pada masa kegemparan mengenai kedatangan Tentara [Johnston], dimana Brigham Young berkhotbah kepada orang dalam sebuah pertemuan pagi dengan khotbah penuh semangat perlawanan kepada para tentara yang mendekat, dan menyatakan maksud untuk menentang dan mengusir mereka kembali. Dalam pertemuan sore Brigham Young bangkit dan mengatakan bahwa Brigham Young telah berceramah di pagi hari, tetapi Tuhan akan berbicara sekarang. Dia kemudian menyampaikan pidato, di mana pesannya bertentangan dengan ceramah di pagi hari ….

“… Gereja akan mengetahui melalui kesaksian dari Roh Kudus yang diberikan kepada para anggota apakah para Pemimpin Utama dalam menyampaikan pandangan-pandangan mereka ‘digerakkan oleh Roh Kudus,’ dan pada akhirnya pengetahuan tersebut akan dinyatakan.”6

Nabi Joseph Smith menegaskan peran penting Juruselamat dalam ajaran kita dalam satu kalimat yang tegas, “Asas-asas dasar agama kita adalah kesaksian dari para Rasul dan Nabi, mengenai Yesus Kristus, bahwa Dia mati, dikuburkan, dan bangkit lagi di hari ketiga, dan naik ke surga; dan semua hal lainnya yang berhubungan dengan agama kita hanyalah tambahan terhadap kesaksian itu.”7 Kesaksian Joseph Smith tentang Yesus adalah bahwa Dia hidup, “karena [dia] melihat Dia, bahkan pada sisi kanan Allah; dan [dia] mendengar suara yang memberikan kesaksian bahwa Dia adalah Anak Tunggal Bapa” (A&P 76:23; lihat juga ayat 22). Saya menganjurkan semua yang mendengar atau membaca pesan ini untuk mencari melalui doa dan penelaahan tulisan suci kesaksian yang sama tentang karakter ilahi, Pendamaian, dan Kebangkitan Yesus Kristus. Terimalah ajaran-Nya dengan bertobat, dibaptiskan, menerima karunia Roh Kudus, dan kemudian di sepanjang kehidupan Anda mengikuti hukum dan perjanjian Injil Yesus Kristus.

Menjelang perayaan Paskah kita, saya mengungkapkan kesaksian saya sendiri bahwa Yesus dari Nazaret dahulu dan sekarang adalah Putra Allah, Mesias yang sama dengan yang dinubuatkan di zaman dahulu. Dia adalah Kristus, yang menderita di Getsemani, mati di kayu salib, dikuburkan, dan yang sesungguhnya bangkit kembali di hari ketiga. Dia adalah Tuhan yang telah dibangkitkan, yang melalui-Nya kita semua akan dibangkitkan dan yang oleh Dia semua yang bersedia dapat ditebus dan dipermuliakan dalam kerajaan surgawi-Nya. Ini adalah ajaran kita, yang mengukuhkan semua kepercayaan sebelumnya tentang Yesus Kristus dan dinyatakan kembali untuk zaman kita sendiri, dalam nama Yesus Kristus, amin.

Catatan

  1. Lihat Neal A. Maxwell, “From the Beginning,” Ensign, November 1993, 18–19:“Yakobus mengutuk ‘sengketa dan pertengkaran di antara’ Jemaat (Yakobus 4:1). Paulus meratap ‘perpecahan’ dalam Jemaat dan bagaimana ‘serigala-serigala yang ganas’ tidak akan menyayangkan kawanan itu’ (1 Korintus 11:18; Kisah Para Rasul 20:29–31). Dia tahu kemurtadan akan terjadi dan menulis kepada orang-orang Tesalonika bahwa Kedatangan Kedua Yesus tidak akan terjadi kecuali datang dahulu murtad; lebih lanjut menasihati bahwa ‘kedurhakaan telah mulai bekerja’ (2 Tesalonika 2:3, 7).“Mendekati akhir, Paulus mengakui betapa sangat luasnya kejatuhan itu: ‘Semua mereka yang di daerah Asia Kecil berpaling dari padaku’ (2 Timotius 1:15) .…“Percabulan dan penyembahan berhala yang merajalela membahayakan kerasulan (lihat 1 Korintus 5:9; Efesus 5:3; Judas 1:7). Yohanes dan Paulus keduanya meratapi bangkitnya Rasul-rasul palsu (lihat 2 Korintus 11:13; Wahyu 2:2). Gereja jelas-jelas diserang. Beberapa tidak saja telah murtad namun kemudia secara terang-terangan menentang. Dalam satu keadaan, Paulus berdiri sendirian dan meratapi bahwa ‘semuanya meninggalkan aku’ (2 Timotius 4:16). Dia juga mengutuk mereka yang ‘mengacau banyak keluarga (Titus 1:11).“Beberapa pemimpin setempat memberontak, seperti ketika seseorang, yang mengasihi keunggulannya, menolak untuk menerima para pemimpin itu (lihat 3 Yohanes 1:9–10).“Tak heran Presiden Brigham Young mengamati: ‘Dikatakan Imamat diambil dari Gereja, namun tidaklah demikian, Gereja meninggalkan Imamat’ (dalam Journal of Discourses, 12:69).”Seiring waktu, sebagaimana Penatua Maxwell menyatakannya, “alasan, tradisi filosofis Yunani, yang didominasi, kemudian digantikan, bergantung pada wahyu, suatu hasil yang mungkin dipercepat oleh orang-orang Kristen yang berniat baik yang ingin membawa kepercayaan mereka ke dalam arus utama budaya komtemporer .…“… Marilah kita [juga] waspada terhadap mengakomodasi teologi yang diungkapkan dengan kebijaksanaan konvensional” (Ensign, November 1993, 19–20).

  2. Para rasul dan nabi seperti Joseph Smith menyatakan firman Allah, namun selain itu, kita memercayai para pria dan wanita umumnya dan bahkan anak-anak dapat belajar dari dan dibimbing melalui ilham ilahi sebagai jawaban terhadap doa dan penelaahan tulisan suci. Sama seperti para Rasul di zaman dahulu, para anggota Gereja Yesus Kristus diberi karunia Roh Kudus, yang memfasilitasi komunikasi yang berkesinambungan dengan Bapa Surgawi mereka, atau, dengan kata lain, wahyu pribadi (lihat Kisah Para Rasul 2:37–38). Dalam hal ini, Gereja menjadi sebuah badan yang berkomitmen, individu-individu yang matang secara rohani yang imannya tidak buta namun melihat—terinformasi dan diteguhkan oleh Roh Kudus. Ini bukan untuk mengatakan bahwa setiap anggota berbicara bagi Gereja atau dapat menjelaskan ajaran-ajarannya namun bahwa masing-masing dapat menerima bimbingan ilahi dalam mengatasi tantangan dan kesempatan dalam kehidupannya.

  3. J. Reuben Clark Jr., “When Leaders’ Words Entitled to Claim of Scripture?” Church News, 31 Juli 1954, 9–10; lihat juga Ajaran dan Perjanjian 28:1–2, 6–7, 11–13.

  4. Persiapan dan kualifikasi yang diperlukan untuk peserta dewan adalah “kebenaran, … kekudusan, dan kerendahan hati, kelembutan hati dan kepanjangsabaran, … iman, dan kebajikan, dan pengetahuan, kesahajaan, kesabaran, kesalehan, kebaikan hati persaudaraan dan kasih amal;Karena janjinya adalah, jika hal-hal ini berlimpah ruah di dalamnya, itu tidak akan tak berbuah dalam pengetahuan tentang Tuhan” (Ajaran dan Perjanjian 107:30–31).

  5. Joseph Smith, dalam History of the Church, 5:265.

  6. J. Reuben Clark Jr., (“Church Leaders’ Words,” 10). Mengenai kisah yang ayahnya tuturkan kepadanya mengenai Brigham Young, Presiden Clark lebih lanjut menulis:“Saya tidak tahu jika ini pernah terjadi, namun saya mengatakan itu mengilustrasikan sebuah asas—bahwa bahkan Presiden Gereja, sendiri, mungkin tidak selalu ‘digerakkan oleh Roh Kudus,’ ketika dia berceramah kepada orang-orang. Ini telah terjadi mengenai hal-hal ajaran (biasanya yang bersifat sangat spekulatif) di mana para Presiden Gereja yang berikutnya dan orang-orang itu sendiri telah merasakan bahwa dalam menyatakan ajaran, si pemberita tidak ‘digerakkan oleh Roh Kudus.’Bagaimana Gereja akan mengetahui ketika ekspedisi penuh petualangan para pemimpin ini ke dalam asas-asas dan ajaran-ajaran yang sangat spekulatif memenuhi persyaratan hukum bahwa pemberita telah ‘digerakkan oleh Roh Kudus?’ Gereja akan mengetahui melalui kesaksian dari Roh Kudus dalam tubuh para anggota, apakah para pemimpin menyuarakan pandangan mereka ‘digerakan oleh Roh Kudus’: dan pada waktunya pengetahuan itu akan dinyatakan” (“Church Leaders’ Words,” 10).

  7. Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Joseph Smith (2007), 49.