2010–2019
Perintah yang Terutama dan yang Pertama
Oktober 2012


Perintah yang Terutama dan yang Pertama

Kita memiliki kehidupan sebagai murid yang setia untuk dibagikan dalam menunjukkan kasih kita kepada Tuhan.

Hampir tidak ada kelompok mana pun dalam sejarah yang kepadanya saya lebih bersimpati kecuali terhadap sebelas Rasul tersisa segera setelah kematian Juruselamat dunia. Saya rasa kita terkadang lupa betapa mereka masih belum berpengalaman dan betapa mereka bergantung sepenuhnya pada Yesus daripada yang seharusnya. Kepada mereka Dia telah berkata, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, … namun engkau tidak mengenal Aku?”1

Tetapi, tentu saja, bagi mereka Dia belum berada bersama mereka cukup lama. Tiga tahun tidak lama untuk memanggil seluruh Kuorum Dua Belas Rasul di antara segelintir anggota baru, untuk memurnikan mereka dari kesalahan-kesalahan cara lama mereka, mengajar mereka mengenai mukjizat Injil Yesus Kristus, dan kemudian membiarkan mereka melaksanakan pekerjaan pelayanan sampai mereka sendiri dibunuh. Ini merupakan prospek yang mengejutkan bagi sekelompok penatua yang baru saja ditahbiskan.

Khususnya bagian mengenai ditinggalkan sendiri. Berulang kali Yesus berusaha memberitahukan mereka Dia tidak akan tetap bersama mereka secara fisik, tetapi mereka tidak dapat atau tidak mau memahami pikiran yang menyedihkan seperti itu. Markus menulis,

“Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.

“Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya.”2

Kemudian, setelah waktu yang begitu singkat untuk belajar dan bahkan lebih sedikit waktu untuk mempersiapkan diri, sesuatu yang mustahil terjadi, sesuatu yang luar biasa terjadi. Tuhan dan Guru mereka, Penasihat dan Raja mereka disalibkan. Pelayanan fana-Nya berakhir, dan Gereja kecil yang tengah berjuang yang Dia telah bangun tampaknya ditakdirkan untuk dihina dan ditetapkan untuk dimusnahkan. Para Rasul-Nya menyaksikan Dia dalam keadaan dibangkitkan, tetapi itu juga hanya menambah kebingungan mereka. Di saat mereka bertanya, “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” mereka berpaling mencari jawabannya kepada Petrus, Rasul senior.

Di sini saya meminta izin kepada Anda untuk menggunakan beberapa ungkapan yang tidak saya kutip langsung dari tulisan suci untuk menggambarkan percakapan ini. Pada dasarnya, Petrus mengatakan kepada rekan-rekannya: “Saudara-saudaraku, sungguh merupakan tiga tahun yang menyenangkan. Tidak satu pun dari kita dapat membayangkan dalam beberapa bulan yang begitu singkat kita telah menyaksikan mukjizat-mukjizat dan menikmati keberadaan bersama-Nya. Kita telah berbicara, berdoa, dan bekerja dengan Putra Tunggal Allah Sendiri. Kita telah berjalan dengan-Nya dan menangis bersama-Nya, dan di malam pada akhir yang mengerikan itu, tidak seorang pun menangis begitu keras daripada saya. Itu sudah berakhir. Dia telah menyelesaikan pekerjaan-Nya, dan Dia telah bangkit dari kubur. Dia telah melaksanakan pekerjaan keselamatan untuk diri-Nya dan untuk kita. Dan Anda bertanya, ‘Apa yang harus kita lakukan sekarang?’ Tidak ada yang lebih saya ketahui kecuali memberi tahu Anda untuk kembali pada kehidupan semula Anda, menikmatinya. Saya bermaksud ’pergi menangkap ikan.’” Dan paling tidak enam dari sepuluh Rasul lainnya sepakat, “Kami pergi juga dengan engkau.” Yohanes, yang juga salah satu dari mereka, menulis, “Mereka berangkat lalu naik ke perahu.”3

Tetapi, sayangnya, penangkapan ikan tidak berlangsung dengan baik. Malam pertama mereka kembali ke danau―mereka tidak berhasil menangkap seekor ikan pun. Saat fajar menyingsing, mereka dengan kecewa kembali ke arah pantai di mana mereka melihat di kejauhan seseorang memanggil mereka, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?” Dengan perasaan murung para Rasul yang telah beralih kembali menjadi penangkap ikan ini menjawab bahwa mereka tidak memiliki ikan untuk bisa diberikan. “Tidak ada,” mereka bergumam, dan rasa kecewa ini diperparah, ketika mereka dipanggil dengan sebutan “anak-anak.”4

“Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh,”5 orang asing itu berseru—dan dengan kata-kata yang sederhana itu, pengakuan mulai mengalir kepada mereka. Baru tiga tahun sebelumnya orang-orang yang sama ini menangkap ikan di danau yang sama ini. Pada kesempatan itu juga telah “sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa,”6 tulisan suci menyatakan. Tetapi seorang rekan dari Galilea di pantai menyerukan kepada mereka untuk menebarkan jala mereka, dan mereka menangkap “sejumlah besar ikan,”7 cukup untuk membuat jala mereka terkoyak, hasil tangkapan itu memenuhi dua perahu demikian berat sehingga perahu mulai tenggelam.

Sekarang itu terjadi kembali. “Anak-anak,” ini sebagaimana mereka memang pantas dipanggil, dengan bersemangat menurunkan jala mereka, dan “mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.”8 Yohanes mengatakan hal yang jelas, “Itu Tuhan.”9 Dan pada tepi perahu itu, Petrus yang tidak bisa mengendalikan dirinya terjatuh.

Setelah reuni yang menyenangkan bersama Yesus yang telah bangkit, Petrus berbicara dengan Juruselamat yang saya anggap sebagai titik balik yang penting bagi pelayanan kerasulan secara umum dan tentu saja bagi Petrus secara pribadi, yang mendorong pria yang keras ini untuk menjalani kehidupan dalam pelayanan dan kepemimpinan yang mulia penuh pengabdian. Sambil melihat pada perahu kecil mereka yang rusak, jala mereka yang terkoyak, dan tumpukan 153 ekor ikan yang menakjubkan, Yesus berkata kepada Rasul senior-Nya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Petrus menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi engkau.”10

Juruselamat menanggapi jawaban tersebut, tetapi terus melihat ke mata murid-Nya dan kembali berkata, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Tidak diragukan lagi dalam keadaan sedikit bingung atas pengulangan pertanyaan tersebut, penjala ikan yang hebat ini menjawab untuk yang kedua kalinya, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”11

Juruselamat kembali memberikan jawaban singkat, tetapi dengan pengamatan tanpa henti Dia bertanya untuk ketiga kalinya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Sekarang Petrus tentu merasa benar-benar tidak nyaman. Mungkin di dalam hatinya terdapat ingatan dari kejadian beberapa hari sebelumnya ketika dia telah diberi pertanyaan lain sebanyak tiga kali dan dia telah memberikan jawaban tegas yang sama—tetapi dengan nada yang negatif. Atau mungkin dia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dia salah mengerti mengenai pertanyaan Guru-Nya. Atau mungkin Dia sedang menyelidiki hatinya, mencari ketegasan yang jujur terhadap jawaban yang telah dia berikan begitu mudah, hampir secara otomatis. Apa pun yang dia rasakan, Petrus mengatakan untuk yang ketiga kalinya, “Tuhan, … Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”12

Di mana Yesus menjawab, (dan di sini sekali lagi saya menggunakan penjelasan saya yang tidak dikutip dari tulisan suci) mungkin dengan berkata seperti ini, “Lalu Petrus, mengapa kamu berada di sini? Mengapa kita kembali ke pantai yang sama ini, dengan jala yang sama ini, dengan percakapan yang sama seperti ini? Bukankah sudah jelas waktu itu dan bukankah sudah jelas sekarang bahwa jika Aku menginginkan ikan, Aku bisa mendapatkan ikan? Yang Aku butuhkan, Petrus, adalah murid-murid—dan Aku membutuhkan mereka untuk selamanya. Aku membutuhkan seseorang untuk memberi makan domba-Ku dan menyelamatkan anak domba-Ku. Aku membutuhkan seseorang untuk mengkhotbahkan Injil-Ku dan membela iman-Ku. Aku membutuhkan seseorang yang mengasihi-Ku, benar-benar, benar-benar mengasihi-Ku, dan mengasihi apa yang Bapa kita di Surga telah tugaskan untuk kita lakukan. Pesan kita bukan pesan yang lemah. Itu bukan tugas sekilas. Itu bukan tidak berdaya; itu bukan putus asa; itu bukan untuk dibuang dalam tumpukan abu sejarah. Itu adalah pekerjaan Allah Yang Mahakuasa, dan itu untuk mengubah dunia. Jadi, Petrus, untuk yang kedua dan mungkin yang terakhir kalinya, Petrus, saya meminta Anda untuk meninggalkan semua ini, dan untuk pergi dan bersaksi, bekerja dan melayani dengan setia, sampai hari di mana mereka akan berbuat kepadamu persis seperti apa yang telah mereka lakukan pada-Ku.”

Kemudian sambil berpaling pada semua Rasul, Dia mungkin telah mengatakan, sesuatu seperti, “Apakah kamu telah bertindak ceroboh seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi? Seperti Herodes dan Pilatus? Apakah kamu, seperti mereka, mengira bahwa pekerjaan ini dapat dihentikan hanya dengan membunuh-Ku? Apakah kamu, seperti mereka, mengira salib dan paku dan tanah kubur adalah akhir dari semuanya dan masing-masing dapat kembali dengan bahagia menjadi apa pun yang Anda inginkan seperti sebelumnya? Anak-anak, tidakkah kehidupan-Ku dan kasih-Ku menyentuh hatimu lebih dalam daripada itu?”

Brother dan sister yang terkasih, saya tidak yakin seperti apa pengalaman kita nantipada Hari Penghakiman, namun saya akan sangat terkejut jika pada beberapa hal dalam percakapan itu, Allah tidak menanyakan kepada kita secara tepat apa yang telah Kristus tanyakan kepada Petrus: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Saya pikir Dia ingin mengetahui apakah dalam kehidupan fana kita, dalam pemahaman kita yang sangat tidak memadai, dan terkadang kekanak-kanakan mengenai segala sesuatu, kita setidaknya memahami satu perintah, perintah yang terutama dan yang pertama, dari semuanya”—“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu,dan dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu.”13 Dan jika pada saat yang penting seperti itu kita dapat menjawab dengan terbata-bata, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi engkau,” maka dapat mengingatkan kita bahwa karakteristik utama dari kasih adalah selalu kesetiaan.

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku,”14 Yesus berkata. Jadi kita memiliki sesama manusia untuk diberkati, anak-anak untuk dilindungi, orang yang miskin untuk diangkat, dan kebenaran untuk dibela. Kita memiliki kesalahan untuk diperbaiki, kebenaran untuk dibagikan, dan hal-hal yang baik untuk dilakukan. Singkatnya, kita memiliki kehidupan sebagai murid yang setia untuk dibagikan dalam menunjukkan kasih kita kepada Tuhan. Kita tidak bisa berhenti dan kita tidak bisa kembali. Setelah mengenal Putra yang hidup dari Allah yang hidup, tidak ada sesuatu apa pun yang sama seperti sebelumnya. Penyaliban, Pendamaian, dan Kebangkitan Yesus Kristus menandai awal dari kehidupan seperti Kristus, bukan akhir daripadanya. Adalah kebenaran ini, kenyataan ini, yang memperkenankan segelintir penjala ikan di Galilea diubah menjadi Rasul yang tanpa satu pun sinagoge atau pedang”15 untuk meninggalkan jala mereka kedua kalinya dan pergi untuk membentuk sejarah dunia di mana sekarang kita hidup.

Saya bersaksi dari lubuk hati terdalam saya, dengan segenap kekuatan jiwa saya, kepada semua yang dapat mendengar suara saya bahwa kunci-kunci kerasulan itu telah dipulihkan ke bumi dan terdapat dalam Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Bagi mereka yang belum bergabung dengan kita dalam tujuan akhir Kristus, kami berkata, “Silakan datang.” Bagi mereka yang sebelumnya pernah bergabung bersama kita tetapi telah mundur, lebih menyukai dan memilih kehidupan duniawi daripada Pemulihan Injil dan meninggalkan sisa perjamuan, saya berkata bahwa saya takut Anda menghadapi malam-malam yang panjang dan jala yang kosong. Seruan itu adalah untuk kembali, untuk tetap setia, untuk mengasihi Allah, dan untuk mengulurkan tangan. Saya menyertakan dalam imbauan saya tersebut untuk kesetiaan setiap purna-misionaris yang pernah berdiri di kolam pembaptisan dan dengan lengan diangkat mengatakan, “Dengan kewenangan dari Yesus Kristus.”16 Kewenangan itu seharusnya mengubah orang yang Anda insafkan untuk selamanya, namun kewenangan itu seharusnya telah mengubah Anda juga. Bagi remaja Gereja yang sedang mempersiapkan diri untuk misi dan bait suci serta pernikahan, kami berkata, “Kasihilah Allah dan tetaplah bersih dari noda dan dosa-dosa angkatan ini. Anda memiliki pekerjaan yang sangat penting untuk dilakukan yang ditegaskan melalui pengumuman luar biasa Presiden Thomas S. Monson kemarin pagi.” Bapa kita di Surga mengharapkan kesetiaan Anda dan kasih Anda di setiap tahapan kehidupan Anda.”

Bagi semua yang berada di sini, suara Kristus datang di sepanjang masa menanyakan kepada kita masing-masing selagi masih ada waktu, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan untuk kita masing-masing, saya menjawab dengan kehormatan dan jiwa saya, “Ya, Tuhan, kami mengasihi Engkau.”17 Dan karena kita telah mulai membajak, kita tidak akan pernah menoleh ke belakang sampai pekerjaan Tuhan ini diselesaikan dan bahwa kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia mengatur dunia. Dalam nama Yesus Kristus, amin.