2010–2019
Kedamaian Pribadi: Pahala Kesalehan
April 2013


Kedamaian Pribadi: Pahala Kesalehan

Bahkan dengan pencobaan-pencobaan kehidupan, karena Pendamaian Juruselamat dan kasih karunia-Nya, hidup saleh akan dipahalai dengan kedamaian pribadi.

Pengalaman baru-baru ini telah menyebabkan saya memikirkan tentang ajaran kedamaian dan terutama peranan Yesus Kristus dalam menolong kita masing-masing memperoleh kedamaian pribadi yang langgeng.

Dua peristiwa dalam beberapa bulan terakhir telah sedemikian menggugah saya. Pertama, saya berbicara pada pemakaman untuk Emilie Parker, seorang anak berusia enam tahun yang berharga yang kehilangan nyawanya bersama 25 lainnya, termasuk 19 anak kecil, dalam sebuah penembakan tragis di Newtown, Connecticut. Saya berkabung dengan keluarganya dan mengenali bahwa banyak yang telah kehilangan kedamaian. Saya menemukan kekuatan serta iman dalam diri orang tuanya, Robert dan Alissan Parker.

Kedua, saya bertemu ribuan anggota setia Gereja di kota Pantai Gading di Abidjan.1 Negara Afrika Barat yang berbahasa Prancis ini telah mengalami kesulitan ekonomi, kudeta militer, dan dua perang sipil baru-baru ini berakhir di tahun 2011. Namun saya merasakan kedamaian khusus dalam kehadiran mereka.

Peristiwa-peristiwa sering kali terjadi yang merampas dari kita kedamaian dan meningkatkan rasa kerentanan kita.

Siapa yang dapat melupakan serangan keji pada 11 September 2001, di berbagai lokasi di A.S? Peristiwa-peristiwa seperti itu mengingatkan kita betapa cepatnya perasaan kita akan kedamaian dan keamanan dapat dihancurkan.

Putra sulung kami dan istrinya, yang sedang menantikan bayi pertama mereka, tinggal tiga blok dari World Trade Center di New York City ketika pesawat pertama menabrak Menara Utara. Mereka pergi ke atap gedung apartemen mereka dan menjadi ngeri sewaktu mereka melihat apa yang mereka pikir adalah semacam kecelakaan buruk. Tiba-tiba mereka menyaksikan pesawat kedua menabrak Menara Selatan. Mereka segera menyadari bahwa ini bukan suatu kecelakaan dan yakin kawasan Manhattan sedang diserang. Ketika Menara Selatan roboh, gedung apartemen mereka diselimuti awan debu yang berjatuhan menutupi kawasan Manhattan.

Bingung dengan apa yang telah mereka saksikan dan khawatir akan serangan lebih lanjut, mereka beranjak pergi ke daerah yang lebih aman dan kemudian ke gedung Gereja pasak Manhattan di Lincoln Center. Ketika mereka tiba, mereka menemukan bahwa banyak anggota lainnya di kawasan Manhattan telah membuat keputusan yang sama untuk berkumpul di pusat pasak. Mereka menelepon untuk memberi tahu kami di mana keberadaan mereka. Saya lega bahwa mereka selamat namun tidak terkejut dengan lokasi mereka. Wahyu modern mengajarkan bahwa pasak-pasak di Sion merupakan sebuah tempat pertahanan dan “perlindungan dari badai, dan dari kemurkaan ketika itu akan dicurahkan tanpa campuran ke atas seluruh bumi.”2

Mereka tidak dapat kembali ke apartemen mereka selama satu minggu lebih dan merasa remuk dengan hilangnya nyawa yang tidak bersalah, tetapi mereka tidak menderita kerusakan permanen.

Dalam merenungkan peristiwa-peristiwa ini, saya telah terkesan dengan perbedaan ajaran antara kedamaian universal atau dunia dengan kedamaian pribadi.3

Pada kelahiran Juruselamat, sejumlah besar bala tentara surga memuji Allah dan memaklumkankan, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”4

Namun, telah dicatat dengan kepedihan bahwa bahkan pada periode yang signifikan secara kekal ini setelah kelahiran Putra Allah, raja Herodes melakukan pembantaian atas bayi-bayi yang tak berdosa di Betlehem.5

Hak pilihan amatlah penting dalam rencana kebahagiaan. Itu memperkenankan bagi kasih, pengurbanan, pertumbuhan pribadi, dan pengalaman yang diperlukan bagi kemajuan kekal kita. Hak pilihan ini juga memperkenankan bagi semua rasa sakit dan penderitaan yang kita alami dalam kefanaan, bahkan ketika disebabkan oleh apa yang tidak kita pahami dan pilihan-pilihan jahat yang menghancurkan dari orang lain. Bahkan Perang di Surga dipicu oleh hak pilihan moral kita dan amatlah penting untuk memahami pelayanan Juruselamat di bumi.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 10 dari Matius, Juruselamat memberi petunjuk kepada Dua Belas dan mengakui bahwa misi-Nya tidak akan mencapai kedamaian universal dalam kehidupan fana ini. Para Rasul diberi tahu untuk meninggalkan kedamaian ke atas rumah-rumah yang layak yang mereka kunjungi namun memperingatkan bahwa mereka akan berada “di tengah-tengah serigala … [dan] akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”6 Sebuah penuturan signifikan dibuat di ayat 34: “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi.”7 Jelaslah bawah kedamaian universal tidak ada di bumi selama pelayanan fana Kristus, dan itu juga tidak ada sekarang ini.

Dalam prakata Tuhan untuk Ajaran dan Perjanjian, sejumlah asas yang sangat penting diajarkan. Sehubungan dengan mereka yang tidak bertobat, Roh-Nya (Roh Kristus), yang diberikan kepada setiap orang yang datang ke dunia,8 “tidak selalu berjuang dengan manusia.”9 Juga, “kedamaian akan diambil dari bumi.”10 Para nabi telah menyatakan bahwa kedamaian benar-benar telah diambil dari bumi.11 Lusifer masih belum diikat dan menjalankan kuasa dalam kekuasaan ini.12

Aspirasi surgawi dari orang-orang yang baik di mana pun telah dan akan selalu ada demi kedamaian di dunia. Kita tidak pernah boleh menyerah dalam mencapai gol ini. Namun, Presiden Joseph F. Smith mengajarkan, “Tidak akan pernah datang ke dunia ini roh kedamaian dan kasih itu … sampai umat manusia akan menerima kebenaran Allah dan pesan Allah …, dan mengakui kuasa serta wewenang-Nya yang adalah ilahi.”13

Kita dengan sungguh-sungguh berharap dan berdoa bagi kedamaian universal, namun adalah sebagai individu dan keluarga kita mencapai jenis kedamaian yang adalah pahala kesalehan yang dijanjikan. Kedamaian ini merupakan suatu karunia yang dijanjikan berupa misi dan kurban Pendamaian Juruselamat.

Asas ini dicakup secara singkat dalam Ajaran dan Perjanjian: “Tetapi belajarlah bahwa dia yang melakukan pekerjaan kesalehan akan menerima pahalanya, bahkan kedamaian di dunia ini, dan kehidupan kekal di dunia yang akan datang.”14

Presiden John Taylor mengajarkan bahwa kedamaian bukan saja dihasratkan, namun “itu adalah karunia dari Allah.”15

Kedamaian yang saya rujuk bukanlah sekadar ketenangan sementara. Itu adalah kebahagiaan mendalam dan kepuasan rohani yang bertahan.16

Presiden Heber J. Grant menjabarkan kedamaian Juruselamat seperti ini: “Damai sejahtera-Nya akan meringankan penderitaan kita, menyembuhkan hati yang patah, menyingkirkan kebencian kita, menciptakan di dalam diri kita kasih terhadap sesama yang akan mengisi jiwa kita dengan ketenangan dan kebahagiaan.”17 Dalam pertemuan saya dengan orang tua Emilie Parker, saya melihat bahwa kedamaian Juruselamat telah meringankan penderitaan mereka dan menolong membalut hati mereka yang patah. Dapat dicermati bahwa segera setelah penembakan, Brother Parker menyatakan pengampunan kepada pelaku. Sebagaimana yang Presiden Grant katakan, kedamaian Juruselamat dapat “menyingkirkan kebencian kita.” Penghakiman adalah milik Tuhan.

Orang-Orang Suci Pantai Gading, selama periode perang sipil di negara mereka, menemukan kedamaian dengan berfokus pada menjalankan Injil Yesus Kristus, dengan penekanan khusus pada sejarah keluarga dan pekerjaan bait suci bagi leluhur mereka.18

Kita semua merindukan kedamaian. Kedamaian bukanlah hanya keselamatan atau tidak adanya perang, kekerasan, konflik, dan perselisihan. Kedamaian datang dari mengetahui bahwa Juruselamat mengetahui siapa kita dan mengetahui bahwa kita memiliki iman kepada-Nya, mengasihi-Nya, dan menaati perintah-perintah-Nya, bahkan dan khususnya di tengah-tengah kesulitan dan tragedi kehidupan yang menghancurkan. Jawaban Tuhan kepada Nabi Joseph Smith di Penjara Liberty mendatangkan ketentraman hati:

“Putra-Ku, kedamaian bagi jiwamu; kemalanganmu dan kesengsaraanmu akan terjadi hanya sesaat;

Dan kemudian, jika engkau bertahan di dalamnya dengan baik, Allah akan mempermuliakan engkau di tempat yang tinggi.”19

Ingatlah, “Allah bukan perancang kebingungan, melainkan [perancang] kedamaian.”20 Bagi mereka yang menolak Allah, tidak ada kedamaian. Kita semua berpartisipasi dalam sidang di surga yang menyediakan hak pilihan moral, mengetahui bahwa akan ada rasa sakit fana dan bahkan tragedi tak terkatakan karena penyalahgunaan hak pilihan. Kita memahami bahwa ini dapat membuat kita marah, bingung, tidak berdaya, dan rentan. Namun kita juga tahu bahwa Pendamaian Juruselamat akan mengatasi dan mengompensasi semua ketidakadilan dari kehidupan fana dan memberi kita kedamaian. Penatua Marion D. Hanks memiliki sebuah pernyataan oleh Ugo Betti yang dibingkai pada dindingnya: “Memercayai Allah adalah mengetahui bahwa semua aturan akanlah adil, dan bahwa akan ada kejutan-kejutan yang luar biasa.”21

Apa saja sumber kedamaian? Banyak orang mencari kedamaian dengan cara-cara duniawi, yang tidak pernah dan tidak akan pernah berhasil. Kedamaian tidak ditemukan dengan memperoleh kekayaan, kekuasaan, atau kedudukan hebat.22 Kedamaian tidak ditemukan dalam pengejaran kenikmatan, hiburan, atau kesenangan. Tidak satu pun dari ini yang dapat, bahkan ketika diperoleh dalam kelimpahan, menciptakan kebahagiaan atau kedamaian langgeng apa pun.

Nyanyian pujian Emma Lou Thayne yang digemari mengajukan pertanyaan yang tepat: “Di mana kiranya damai sejaht’ra? Bila telah hilang pengharapan?”23 Jawabannya adalah Juruselamat, yang adalah sumber dan perancang kedamaian. Dia adalah “Raja Damai.”24

Bagaimana kita tetap dekat dengan Juruselamat? Merendahkan hati kita sendiri di hadapan Allah, senantiasa berdoa, bertobat dari dosa-dosa, memasuki air pembaptisan dengan hati yang hancur dan roh yang menyesal, serta menjadi murid sejati Yesus Kristus adalah contoh-contoh hebat kesalehan yang dipahalai dengan kedamaian yang langgeng.25 Setelah Raja Benyamin menyampaikan pesannya yang menggugah hati mengenai Pendamaian Kristus, khalayak ramai terjatuh ke tanah. “Roh Tuhan datang ke atas diri mereka, dan mereka dipenuhi dengan sukacita, setelah menerima pengampunan akan dosa-dosa mereka, dan memperoleh kedamaian suara hati, karena iman yang amat besar yang mereka miliki kepada Yesus Kristus.”26 Pertobatan dan hidup saleh memperkenankan kedamaian suara hati, yang amatlah penting bagi kepuasan.27 Ketika telah ada pelanggaran besar, pengakuan diperlukan untuk mendatangkan kedamaian.28 Mungkin tidak ada yang sebanding dengan kedamaian yang datang dari jiwa yang didera dosa yang menyerahkan bebannya kepada Tuhan serta menuntut hak atas berkat-berkat Pendamaian. Sebagaimana yang nyanyian pujian Gereja favorit lainnya ungkapnya, “Kus’rahkan beban pada-Nya, legalah hatiku.”29

Hati saya bersukacita ketika saya menyadari bahwa di zaman kita puluhan ribu remaja putra, remaja putri, dan misionaris senior telah menerima panggilan untuk menjadi duta Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Mereka membawa Injil kedamaian yang dipulihkan ke dunia, satu demi satu orang dan satu demi satu keluarga—suatu pekerjaan kesalehan untuk mendatangkan kedamaian ini kepada anak-anak Bapa Surgawi.

Gereja merupakan sebuah tempat perlindungan di mana para pengikut Kristus memperoleh kedamaian. Sebagian remaja di dunia mengatakan mereka rohani namun tidak religius. Merasa rohani adalah langkah pertama yang baik. Namun, di dalam Gerejalah kita digembalakan, diajar, dan dipelihara dengan firman Allah yang baik. Yang lebih penting, adalah wewenang imamat dalam Gereja yang menyediakan tata cara-tata cara dan perjanjian-perjanjian sakral yang mengikat keluarga bersama dan menjadikan kita masing-masing memenuhi syarat untuk kembali kepada Allah Bapa serta Yesus Kristus dalam kerajaan selestial. Tata cara-tata cara ini mendatangkan kedamaian karena itu adalah perjanjian dengan Tuhan.

Bait suci adalah di mana banyak dari tata cara sakral ini terjadi dan juga merupakan sumber perlindungan yang damai dari dunia. Mereka yang mengunjungi pelataran bait suci atau berpartisipasi dalam open house bait suci juga merasakan kedamaian ini. Satu pengalaman yang melekat dalam benak saya adalah open house dan dedikasi Bait Suci Suva Fiji. Telah terjadi pergolakan politik, yang menyebabkan para pemberontak membakar dan menjarah kota Suva, menduduki gedung Parlemen dan menyandera para legislator. Negara itu berada di bawah darurat militer. Militer Fiji memberi Gereja izin terbatas untuk mengumpulkan orang-orang untuk open house dan kelompok yang sangat kecil untuk dedikasi. Para anggota secara keseluruhan tidak diundang karena keprihatinan akan keselamatan mereka. Itu adalah satu-satunya pendedikasian bait suci sejak Bait Suci Nauvo yang asli yang diadakan dalam keadaan yang sangat sulit.

Satu orang yang diundang ke open house adalah seorang wanita Hindu yang menawan keturunan India, seorang anggota Parlemen yang awalnya disandera namun kemudian dibebaskan karena dia wanita.

Di ruang selestial, bebas dari kekacauan dunia, dia larut dalam air mata sewaktu dia mengungkapkan perasaan damai yang menyelimutinya. Dia merasakan Roh Kudus menghibur dan memberikan kesaksian tentang sifat sakral bait suci.

Juruselamat adalah sumber kedamaian sejati. Bahkan dengan pencobaan-pencobaan kehidupan, karena Pendamaian Juruselamat dan kasih karunia-Nya, hidup saleh akan dipahalai dengan kedamaian pribadi. Dalam tatanan penuh keakraban di ruang Perjamuan Paskah, Juruselamat menjanjikan kepada para Rasul-Nya bahwa mereka akan diberkati dengan “Penghibur, yaitu Roh Kudus” dan kemudian mengucapkan kata-kata penting ini: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”30 Kemudian tepat sebelum Doa Syafaat-Nya: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”31

Eliza R. Snow menuliskan konsep ini dengan indah:

Angkat hatimu pada-Nya;

Pujimu jangan berhenti.

Meski bencana menimpa,

Dalam Kristus ada damai.32

Saya bersaksi demikian dalam nama Yesus Kristus, amin.

Catatan

  1. Dua konferensi diadakan di Abidjan pada hari Minggu tanggal 10 Februari 2013; 9.693 orang hadir—619 di antaranya belum anggota Gereja. Total keanggotaan Gereja di Pantai Gading adalah sekitar 19.000.

  2. Ajaran dan Perjanjian 115:6.

  3. Kata peace [damai] memiliki arti-arti yang berbeda. Dalam bahasa Yunani kuno itu merujuk pada lenyapnya, penghentian, atau tidak adanya permusuhan antara kekuatan yang bersaing. Dalam bahasa Ibrani kata itu memiliki arti yang lebih komprehensif dan kadang-kadang itu hanya sebuah bentuk salam. Damai juga merupakan “keadaan eksistensi yang datang kepada manusia hanya berdasarkan persyaratan dan kondisi yang ditentukan oleh Allah” (Howard W. Hunter, dalam Conference Report, Oktober 1966, 14–17).

  4. Lukas 2:14; penekanan ditambahkan.

  5. Lihat Matius 2:16; lihat juga Ross Douthat, “The Loss of the Innocents,” New York Times, 16 Desember 2012, 12.

  6. Matius 10:16, 22.

  7. Matius 10:34.

  8. Lihat Ajaran dan Perjanjian 84:46.

  9. Ajaran dan Perjanjian 1:33.

  10. Ajaran dan Perjanjian 1:35.

  11. Presiden Woodruff menyatakan ini tahun 1894 dan lagi di tahun 1896. Lihat The Discourses of Wilford Woodruff, diedit oleh G. Homer Durham (1946), 251–252; lihat juga Marion G. Romney, dalam Conference Report, April 1967, 79–82.

  12. Lihat Joseph Fielding Smith, The Predicted Judgments, Brigham Young University Speeches of the Year (21 Maret1967), 5–6. Tetapi, sebagaimana Penatua Neal A. Maxwell nyatakan, “Kita dapat memiliki kedamaian batin meskipun kedamaian telah diambil dari bumi … [dan] ‘segala sesuatu [berada] dalam kekacauan” (“Behold, the Enemy Is Combined,” Ensign, Mei 1993, 79).

  13. Ajaran-Ajaran Presidensi Gereja: Joseph F. Smith (1998), 417.

  14. Ajaran dan Perjanjian 59:23.

  15. Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: John Taylor (2001), 174.

  16. Dari Yunani kuno hingga zaman kita sendiri, kata-kata ini kebahagiaan dan kepuasaan—telah dianalisis, diteliti, dan dipelajari dengan tidak hanya mengenai artinya namun juga bimbingan yang diberikannya bagi kehidupan kita. Lihat David Malouf, The Happy Life: The Search for Contentment in the Modern World (2011). Lihat juga pengkajian dari buku Tn. Malouf, dalam R. Jay Magill Jr., “How to Live Well,” Wall Street Journal, 26–27 Januari 2013, C6.

  17. Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Heber J. Grant (2002), 267.

  18. “Tiga dari lima pasak Pantai Gading ada di antara 25 yang paling atas dalam persentase orang dewasa yang [menyerahkan] nama-nama keluarga untuk tata cara bait suci,” dan Pasak Cocody Cote d’Ivoire adalah yang tertinggi (C. Terry Warner dan Susan Warner, “Apostle Visits Ivory Coast, Is ‘Impressed with Exceptional Spirit,’” Church News, 3 Maret 2013, 4, 14). Mempertimbangkan bahwa ada perang sipil dan bait suci terdekat 12 jam jauhnya dengan bus di Accra, Ghana, ini adalah bukti iman yang menakjubkan dan telah menghasilkan kedamaian pribadi serta keluarga.

  19. Ajaran dan Perjanjian 121:7–8. Presiden Harold B. Lee mengajarkan, “Oleh karena itu, kita harus dimurnikan; kita harus diuji agar dapat membuktikan kekuatan dan kuasa yang ada di dalam diri kita” (Ajaran-Ajaran Presiden Gereja: Harold B. Lee [2000], 219).

  20. 1 Korintus 14:33.

  21. Dalam Marion D. Hanks, “A Loving, Communicating God,” Ensign, November 1992, 63.

  22. Lihat Jeffrey R. Holland, For Times of Trouble (2012), 79. Penatua Holland mengajarkan bahwa, “kemiskinan sejati dapat melakukan lebih untuk menghancurkan semangat manusia daripada kondisi lain apa pun kecuali dosa itu sendiri.” Namun penggunaan yang benar terhadap uang dapat meningkatkan kedamaian.

  23. “Di Mana Kiranya Damai Sejaht’ra?” Nyanyian Rohani, 46.

  24. Yesaya 9:6.

  25. John Greenleaf Whittier dengan sederhana menyatakan: “Indahkan dengan saksama cara engkau hidup. Janganlah bertindak sedemikian rupa sepanjang siang sehingga engkau tidak akan memiliki kedamaian di malam hari” (“Conduct [Dari Mahabharata],” dalam The Complete Poetical Works of John Greenleaf Whittier [1802], 484).

  26. Mosia 4:3; penekanan ditambahan; lihat juga Marion G. Romney, dalam Conference Report, April 1967, 79–82.

  27. Suara hati adalah kompas moral yang mengarahkan kita pada kedamaian. Itu diaktifkan melalui setidaknya dua sumber: Terang Kristus, hak kesulungan yang agung dari Bapa Surgawi kita (lihat Ajaran dan Perjanjian 88:6–13; 93:2) serta karunia Roh Kudus (lihat Ajaran dan Perjanjian 39:6).

  28. “Dua perangkat pengampunan dibutuhkan untuk mendatangkan kedamaian kepada si pelanggar—satu dari pejabat berwenang yang tepat dalam Gereja Tuhan, dan satu dari Tuhan sendiri. [Lihat Mosia 26:29]” (Ajaran-Ajaran Presidensi Gereja: Spencer W. Kimball [2006], 50).

  29. “Sungguh Baik P’rintah-Nya,” Nyanyian Rohani, no. 44.

  30. Yohanes 14:26–27.

  31. Yohanes 16:33.

  32. “Walau Banyak Kesulitan,” Nyanyian Rohani, no. 41.