2010–2019
Kepatuhan Melalui Kesetiaan Kita
April 2014


Kepatuhan Melalui Kesetiaan Kita

Gambar

Kepatuhan adalah lambang iman kita menurut hikmat dan kuasa dari pejabat tertinggi, yaitu Allah.

Malam keluarga yang Sister Perry dan saya telah adakan setiap Senin malam tiba-tiba meningkat dalam ukuran. Saudara lelaki saya, putrinya, saudara lelaki Barbara, serta seorang keponakan perempuan dan suaminya telah pindah ke kompleks kondominium kami. Itulah satu-satunya waktu saya telah diberkati memiliki keluarga yang tinggal dekat saya sejak saya masih kanak-kanak. Saat itu, keluarga saya tinggal di blok yang sama dengan beberapa anggota keluarga dekat ibu saya. Rumah Nenek Sonne di sebelah arah utara, dan rumah Bibi Emma di sebelah rumah kami ke arah selatan. Di sisi selatan blok tinggal Bibi Josephine, dan di sisi timur blok adalah tempat Paman Alma tinggal.

Selama masa kanak-kanak saya, kami berinteraksi dengan anggota keluarga dekat kami setiap hari dan berbagi momen-momen dalam bekerja, bermain, dan saling mengunjungi. Kami tidak bisa berbuat banyak kenakalan tanpa ibu kami mendengar tentang hal itu dengan cepat. Dunia kami berbeda sekarang—kebanyakan anggota keluarga telah menyebar. Bahkan jika mereka tinggal relatif dekat dengan satu sama lain, mereka tidak sering tinggal di sebelah rumah. Tetapi, saya harus memercayai bahwa masa kanak-kanak saya dan situasi sekarang saya sedikit seperti surga, dengan anggota keluarga terkasih tinggal dekat satu sama lain. Itu berfungsi sebagai pengingat konstan bagi saya tentang sifat kekal unit keluarga.

Sewaktu saya tumbuh dewasa, saya memiliki hubungan khusus dengan nenek saya. Saya adalah putra sulung dalam keluarga. Saya menyingkirkan salju dari jalanan di musim dingin dan merawat rumput pada musim panas untuk rumah kami, rumah kakek saya, dan rumah dua bibi saya. Kakek biasanya duduk di beranda depan sewaktu saya menyiangi rumputnya. Saat saya selesai, saya akan duduk di tangga depan dan mengobrol dengannya. Momen-momen itu merupakan kenangan berharga bagi saya.

Suatu hari saya bertanya kepada kakek saya bagaimana saya akan tahu jika saya selalu melakukan hal yang benar, kehidupan yang diberikan itu menyajikan begitu banyak pilihan. Sebagaimana yang biasanya kakek saya lakukan, dia menjawab saya dengan sebuah pengalaman dari kehidupan bertaninya.

Dia mengajari saya tentang melatih sepasang kuda agar mereka dapat bekerja sama. Dia menjelaskan bahwa tim kuda harus selalu tahu siapa yang bertugas. Salah satu bagian penting dari mengendalikan dan mengarahkan seekor kuda adalah pelana dan kekang. Jika satu anggota tim selalu percaya bahwa tidaklah perlu untuk menuruti kehendak penunggang, tim itu tidak akan pernah menarik dan bekerja sama untuk memaksimalkan kemampuan mereka.

Mari kita cermati pelajaran yang kakek saya ajarkan kepada saya dengan menggunakan contoh ini. Siapa pengendali tim kuda tersebut? Kakek saya percaya itu adalah Tuhan. Dialah orang yang memiliki tujuan dan rencana. Dia juga adalah pelatih dan pembina tim kuda tersebut dan juga setiap kuda individu. Pengendali tahu yang terbaik, dan satu-satunya cara bagi kuda untuk tahu dia selalu melakukan hal yang benar adalah dengan menjadi patuh serta mengikuti arahan sang pengendali.

Apa yang kakek saya persamakan dengan pelana dan kekang? Saya percaya saat itu, seperti saya percaya saat ini, bahwa kakek saya tengah mengajari saya untuk mengikuti bisikan Roh Kudus. Bagi dia, pelana dan kekang adalah rohani. Seekor kuda patuh yang merupakan bagian dari tim kuda yang terlatih dengan baik hanya memerlukan sedikit sentakan lembut dari sang pengendali untuk melakukan tepat apa yang dia ingin kuda itu lakukan. Sentakan lembut adalah bagaikan suara lembut tenang yang melaluinya Tuhan berbicara kepada kita. Karena menghormati hak pilihan kita, itu tidak pernah suatu sentakan kuat dan penuh daya.

Pria dan wanita yang mengabaikan bisikan-bisikan lembut Roh akan sering kali belajar, seperti anak yang hilang pelajari, melalui akibat-akibat alami dari ketidakpatuhan dan hidup berfoya-foya. Hanya setelah akibat-akibat alami yang merendahkan hati anak yang hilang itu “dia menyadari keadaannya” dan mendengarkan bisikan Roh yang menyuruhnya untuk kembali ke rumah ayahnya (lihat Lukas 15:11–32).

Demikian juga pelajaran yang kakek saya ajarkan kepada saya adalah untuk selalu siap menerima sentakan lembut Roh. Dia mengajari saya agar saya akan selalu menerima bisikan semacam itu jika saya menyimpang dari jalan. Dan saya tidak akan pernah bersalah dari lebih banyak kesalahan serius jika saya mengizinkan Roh membimbing saya dalam keputusan-keputusan dalam hidup.

Sebagaimana Yakobus 3:3 menyatakan, “Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.”

Kita harus peka terhadap kekang rohani kita. Bahkan dengan sentakan paling halus dari Tuhan, kita harus bersedia untuk benar-benar mengubah jalan kita. Untuk berhasil dalam hidup, kita harus mengajari roh dan tubuh kita untuk bekerja bersama dalam kepatuhan terhadap perintah-perintah Allah. Jika kita mengindahkan bisikan-bisikan Roh Kudus, itu dapat mempersatukan roh dan tubuh kita dalam tujuan kita serta yang akan membimbing kita kembali ke rumah kekal kita untuk tinggal dengan Bapa kekal kita di Surga.

Pasal-Pasal Kepercayaan ketiga kita, mengajarkan kepada kita pentingnya kepatuhan: “Kami percaya bahwa melalui Pendamaian Kristus, seluruh umat manusia boleh diselamatkan, melalui kepatuhan pada hukum dan tata cara Injil.”

Jenis kepatuhan yang kakek saya jelaskan dalam contohnya tentang tim kuda juga memerlukan kepercayaan khusus—yaitu, iman mutlak terhadap sang pengendali tim itu. Pelajaran yang kakek saya ajarkan kepada saya, oleh karena itu, juga menyinggung asas pertama Injil—iman kepada Yesus Kristus.

Rasul Paulus mengajar, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Saat itu Paulus menggunakan contoh tentang Habel, Henokh, Nuh, dan Abraham untuk mengajarkan tentang iman. Dia berfokus pada kisah tentang Abraham, karena Abraham adalah bapa orang-orang yang setia.

“Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.

Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing …

Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia” (Ibrani 11:8‒9, 11).

Kita tahu bahwa melalui putra Abraham dan Sara, Ishak, sebuah janji diberikan kepada Abraham dan Sara—janji akan keturunan “seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya” (lihat ayat 12; lihat juga Kejadian 17:15–16). Dan kemudian iman Abraham diuji dalam suatu cara sehingga sebagian besar dari kita akan menganggapnya tak terbayangkan.

Saya telah merenungkan pada banyak kesempatan kisah tentang Abraham dan Ishak, dan saya masih tidak percaya saya benar-benar memahami kesetiaan dan kepatuhan Abraham. Mungkin saya dapat membayangkan dia dengan setia berkemas untuk pergi pagi-pagi sekali di suatu pagi, namun bagaimana dia berjalan bersama putranya Ishak selama perjalanan tiga hari ke kaki Gunung Moria? Bagaimana mereka membawa kayu bakar untuk perapian di atas gunung? Bagaimana dia membangun altar? Bagaimana dia mengikat Ishak dan merebahkannya di atas altar? Bagaimana dia menjelaskan kepada Ishak bahwa dia akan menjadi kurban bakaran? Dan bagaimana dia memiliki kekuatan untuk mengangkat pisau untuk menyembelih putra-Nya? Iman Abraham memampukan dia untuk mengikuti bimbingan Allah dengan ketepatan sampai momen menakjubkan ketika seorang malaikat memanggil dari surga, menyatakan kepada Abraham bahwa dia telah lulus ujiannya yang menyakitkan. Kemudian malaikat Tuhan itu mengulangi janji tentang perjanjian Abraham.

Saya mengenali bahwa tantangan yang berkaitan dengan memiliki iman kepada Yesus Kristus dan kepatuhan akan lebih sulit bagi beberapa daripada yang lain. Saya telah cukup berpengalaman untuk mengetahui bahwa meskipun ada kepribadian yang sangat berbeda dari kuda dan, karena itu ada juga yang lebih mudah atau lebih sulit untuk dilatih, ada jauh lebih banyak keragaman pada orang-orang. Kita masing-masing adalah putra dan putri Allah, dan kita memiliki kisah prafana dan fana yang unik. Karenanya, beberapa kuda, hanya ada sangat sedikit solusi yang akan berhasil untuk semua orang. Dan karenanya saya benar-benar mengakui sifat uji coba dari kehidupan, yang paling penting, kebutuhan konstan akan asas kedua Injil, yaitu pertobatan.

Adalah juga benar bahwa masa selama kakek saya hidup adalah masa yang lebih sederhana, terutama mengenai pilihan tentang yang benar dan yang salah. Sementara beberapa orang yang sangat cerdas dan berwawasan mungkin percaya masa kita yang lebih rumit memerlukan lebih banyak solusi yang kompleks, saya tidak yakin mereka benar. Alih-alih, saya percaya bahwa kerumitan zaman sekarang memerlukan kesederhanaan yang lebih besar, seperti jawaban yang kakek saya berikan terhadap pertanyaan tulus saya mengenai bagaimana mengetahui perbedaan antara yang benar dan yang salah. Saya tahu apa yang harus saya tawarkan hari ini adalah sebuah formula sederhana, namun saya bersaksi tentang betapa itu berhasil bagi saya. Saya merekomendasikannya kepada Anda dan bahkan menantang Anda untuk menguji kata-kata saya, dan jika Anda melakukannya, saya berjanji bahwa itu akan menuntun Anda pada kejelasan pilihan ketika Anda dikelilingi dengan pilihan-pilihan dan bahwa itu akan menuntun pada jawaban sederhana terhadap pertanyaan yang membingungkan para cendekiawan dan mereka yang menganggap dirinya bijak.

Terlalu sering kita berpikir bahwa kepatuhan mencakup secara pasif mengikuti aturan atau perintah dari seorang pejabat yang lebih tinggi. Sesungguhnya, yang terbaik, kepatuhan adalah lambang iman kita menurut hikmat dan kuasa dari pejabat tertinggi, yaitu Allah. Ketika Abraham memperlihatkan kesetiaan dan kepatuhannya yang kuat kepada Allah, bahkan ketika diperintahkan untuk mengurbankan putranya, Allah menyelamatkan dia. Demikian juga, ketika kita memperlihatkan kesetiaan kita melalui kepatuhan, Allah akan pada akhirnya menyelamatkan kita.

Mereka yang hanya bersandar pada diri mereka sendiri dan hanya mengikuti hasrat serta kecenderungan diri mereka sendiri sedemikian dibatasi bila dibandingkan dengan mereka yang mengikuti Allah dan menerima wawasan, kuasa, dan karunia-Nya. Telah dikatakan bahwa seseorang yang mementingkan diri tidak berkontribusi banyak.” Kepatuhan yang kuat dan proaktif tidaklah lemah atau pasif sama sekali. Itu adalah sarana yang melaluinya kita menyatakan iman kita kepada Allah dan menjadikan diri kita memenuhi syarat untuk menerima kuasa surga. Kepatuhan adalah sebuah pilihan. Itu adalah pilihan antara pengetahuan dan kekuatan kita yang terbatas serta kebijaksanaan serta kemahakuasaan Allah yang tidak terbatas. Menurut pelajaran yang kakek saya berikan kepada saya, adalah sebuah pilihan untuk merasakan bisikan rohani Roh dan untuk mengikuti arahan sang pengendali.

Semoga kita menjadi ahli waris dalam pernjanjian dan benih keturunan Abraham melalui kesetiaan dan dengan menerima tata cara-tata cara dari Injil yang dipulihkan. Saya menjanjikan kepada Anda bahwa berkat-berkat kehidupan kekal tersedia bagi setiap orang yang setia dan patuh. Dalam nama Yesus Kristus, amin.