2010–2019
Gagah Berani dalam Kesaksian tentang Yesus
Oktober 2016


Gagah Berani dalam Kesaksian tentang Yesus

Kita tidak mampu membiarkan kesaksian kita tentang Juruselamat menjadi dibingungkan dan dirumitkan oleh batu sandungan.

Kehidupan kekal adalah karunia terbesar Allah dan dilimpahkan kepada mereka yang “menaati perintah-perintah [Allah] dan bertahan sampai akhir.”1 Di sisi lain, kehidupan kekal bersama Bapa Surgawi kita disangkalkan bagi mereka yang “tidak gagah berani dalam kesaksian tentang Yesus.”2 Ada sejumlah batu sandungan bagi keberanian kita yang dapat mencegah kita mencapai gol kehidupan kekal.3 Batu sandungan dapat menjadi kompleks; perkenankan saya mengilustrasikannya.

Bertahun-tahun lalu ayah saya membangun kabin kecil di lahan pertanian di mana dia dibesarkan. Pemandangan di sekitar padang rumput itu luar biasa. Ketika dinding-dinding dipasang untuk kabin tersebut, saya berkunjung. Saya terkejut bahwa jendela dengan lingkup pandangan yang luas berfokus langsung pada sebuah tiang listrik yang berada tidak jauh dari rumah. Untuk saya, itu sangat mengganggu bagi pemandangannya yang menakjubkan.

Gambar
Tiang listrik di luar jendela dengan pemandangan

Saya berkata, “Ayah, mengapa Ayah membiarkan mereka menempatkan tiang listrik tepat di depan lingkup pandangan Ayah dari jendela?”

Ayah saya, seorang pria yang amat praktis dan tenang, berseru dengan emosi, “Quentin, tiang listrik itu adalah yang terindah bagi saya di seluruh pertanian!” Dia kemudian menjelaskan pemikirannya. “Ketika saya melihat tiang itu, saya menyadari bahwa, berbeda dengan ketika saya tumbuh di sini, saya tidak perlu mengangkut air dalam wadah dari mata air ke rumah untuk memasak, mencuci tangan saya, atau mandi. Saya tidak perlu menyalakan lilin atau lampu minyak di malam hari untuk membaca. Saya ingin melihat tiang listrik itu tepat di tengah jendela dengan pemandangannya.”

Ayah saya memiliki perspektif yang berbeda mengenai tiang listrik tersebut daripada saya. Bagi dia tiang itu mewakili kehidupan yang lebih baik, tetapi bagi saya itu merupakan batu sandungan terhadap pemandangan yang menakjubkan. Ayah saya menghargai listrik, terang, dan kebersihan melebihi pemandangan yang indah. Saya segera menyadari bahwa sementara tiang listrik itu merupakan batu sandungan bagi saya, itu memiliki makna besar yang praktis dan simbolis, bagi ayah saya.

Batu sandungan adalah “suatu rintangan terhadap kepercayaan atau pemahaman” atau “penghalang bagi kemajuan.”4 Tersandung secara rohani berarti “jatuh ke dalam dosa atau penyimpangan.”5 Batu sandungan dapat berupa apa pun yang mengganggu kita dari mencapai gol-gol yang saleh.

Kita tidak mampu membiarkan kesaksian kita tentang Juruselamat menjadi dibingungkan dan dirumitkan oleh batu sandungan. Kita tidak dapat jatuh ke dalam perangkap itu. Kesaksian kita tentang Mereka perlu tetap murni dan sederhana seperti pembelaan sederhana ayah saya mengenai tiang listrik di pertanian di mana dia tumbuh besar.

Apa saja batu sandungan yang membingungkan dan merumitkan kesaksian murni dan sederhana kita tentang Bapa dan Putra, dan menahan kita dari menjadi gagah berani dalam kesaksian itu?

Satu Batu Sandungan adalah Filosofi Manusia

Kita berkomitmen terhadap pengetahuan dari segala jenis dan percaya “kemuliaan Allah adalah kecerdasan.”6 Tetapi kita juga mengetahui strategi yang disukai lawan adalah menuntun orang menjauh dari Allah dan menyebabkan mereka tersandung dengan menekankan filosofi manusia melebihi Juruselamat dan ajaran-ajaran-Nya.

Rasul Paulus adalah saksi pasti dari Yesus Kristus karena pengalaman yang penuh mukjizat dan mengubah kehidupan bersama Juruselamat.7 Latar belakang Paulus yang unik mempersiapkan dirinya untuk memahami orang dari banyak budaya. Dia menyukai “kesederhanaan lugas” orang Tesalonika dan “simpati lembut” orang Filipi.8 Dia pada awalnya mendapati adalah lebih sulit untuk memahami orang Yunani yang cerdas dan canggih. Di Atena di Bukit Mars, dia mengusahakan pendekatan filosofis dan ditolak. Bagi orang Korintus, dia bertekad untuk mengajarkan saja “ajaran Kristus yang disalibkan.”9 Menggunakan kata-kata Rasul Paulus sendiri:

“Baik perkataanmu maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh,

supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.”10

Beberapa di antara laporan tulisan suci yang paling menakjubkan mengenai Juruselamat dan misi-Nya disampaikan di 1 Korintus. Satu pasal—pasal 15—telah menerima perhatian mendunia melalui pertunjukan George Frideric Handel’s Messiah.11 Itu memuat ajaran yang mendalam tentang Juruselamat. Di babak ketiga dari Messiah, segera setelah “Hallelujah Chorus,” kebanyakan tulisan suci yang digunakan berasal dari 1 Korintus 15. Dalam beberapa ayat, Paulus dengan indahnya menguraikan beberapa hal yang Juruselamat capai:

“[Karena] Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.

… Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia.

Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus .…

Hai maut, di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? …

Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus.”12

Kita tahu Kemurtadan telah terjadi sebagian karena filosofi manusia yang ditinggikan di atas ajaran Kristus yang mendasar dan esensial. Alih-alih kesederhanaan pesan Juruselamat, banyak kebenaran yang gamblang dan berharga diubah atau hilang. Kenyataannya, Kekristenan mengadopsi beberapa tradisi filosofi Yunani untuk merekonsiliasi kepercayaan mereka dengan budaya mereka yang ada. Sejarawan Will Durant menulis: “Kekristenan tidak menghancurkan penyembahan berhala; kekristenan mengadopsinya. Pemikiran Yunani, yang sekarat, tiba pada kehidupan yang mengalami transmigrasi.”13 Menurut sejarah, dan di zaman kita sendiri, sebagian orang menolak Injil Yesus Kristus karena, dalam pandangan mereka, itu tidak memiliki kecanggihan intelektual yang memadai.

Pada fajar Pemulihan, banyak setidaknya mengaku mengikuti ajaran-ajaran Juruselamat. Banyak negeri menganggap dirinya negeri Kristen. Tetapi bahkan ketika itu ada nubuat mengenai masa yang lebih sulit bagi zaman kita.

Heber C. Kimball adalah salah seorang di antara Dua Belas Rasul awal dalam dispensasi dan Penasihat Pertama bagi Presiden Brigham Young. Dia memperingatkan: “Waktunya tiba ketika … akan menjadi sulit untuk menebak wajah seorang Orang Suci dari wajah seorang musuh terhadap umat Allah. Ketika … mengawasi munculnya saringan yang besar itu, karena akan ada masa penyaringan yang besar, dan banyak akan terjatuh.” Dia mengakhiri ada “sebuah UJIAN yang akan datang.”14

Di zaman kita, pengaruh Kekristenan di banyak negeri, termasuk Amerika Serikat, secara signifikan telah berkurang. Tanpa kepercayaan keagamaan, tidak ada perasaan bertanggung jawab kepada Allah. Karenanya, adalah sulit untuk menegakkan nilai-nilai universal mengenai cara hidup. Filosofi yang dipegang erat sering saling bertentangan.

Sayangnya, ini juga terjadi dengan sebagian anggota Gereja yang kehilangan pegangan mereka dan menjadi terpengaruh oleh perkara sesaat—yang banyak di antaranya jelas tidaklah saleh.

Sejalan dengan nubuat Heber C. Kimball, Penatua Neal A. Maxwell berkata pada tahun 1982: “Banyak penyaringan akan terjadi karena penyelewengan dalam perilaku saleh yang dibiarkan tidak dipertobatkan. Beberapa akan menyerah alih-alih bertahan sampai akhir. Beberapa akan tertipu oleh para perusak. Begitu pula, yang lainnya akan merasa terlukai, karena cukuplah bagi setiap dispensasi batu-batu sandungan darinya!”15

Batu Sandungan Lain adalah Menolak Melihat Dosa dalam Pengertian Sebenarnya

Salah satu aspek yang unik dan mengganggu dari zaman kita adalah bahwa banyak orang terlibat dalam tingkah laku penuh dosa tetapi menolak untuk menganggapnya berdosa. Mereka tidak memiliki penyesalan atau kesediaan untuk mengakui tingkah laku mereka sebagai keliru secara moral. Bahkan sebagian yang mengaku percaya kepada Bapa dan Putra secara keliru berpendapat bahwa seorang Bapa di Surga yang pengasih hendaknya tidak memberikan konsekuensi untuk tingkah laku yang bertentangan dengan perintah-perintah-Nya.

Ini tampaknya merupakan pendapat yang dimiliki oleh Korianton, putra Alma yang Muda dalam Kitab Mormon. Dia terlibat dalam tingkah laku amoral yang serius dan sedang dinasihati oleh Alma. Kita diberkati bahwa Nabi Alma yang hebat, yang secara pribadi telah mengalami “ngarai yang paling gelap [dan] terang Allah yang menakjubkan,”16 mencatat petunjuk yang dia berikan. Dalam pasal ke-39 dari Alma, kita membaca bagaimana dia menasihati putranya melalui proses pertobatan dan kemudian menjelaskan bagaimana Kristus datang untuk membawa pergi dosa. Dia menjelaskan pertobatan yang diperlukan kepada Korianton karena “tidak ada sesuatu yang tidak bersih dapat mewarisi kerajaan Allah.”17

Alma 42 memuat beberapa ajaran paling signifikan mengenai Pendamaian dalam keseluruhan tulisan suci. Alma membantu Korianton memahami bahwa bukanlah suatu “ketidakadilan bahwa pendosa akan diserahkan pada suatu keadaan kegetiran.”18 Tetapi dia mencermati bahwa dimulai dengan Adam, seorang Allah yang penuh belas kasihan telah menyediakan “waktu untuk pertobatan” karena tanpa pertobatan, “rencana keselamatan yang besar akan gagal.”19 Alma juga menetapkan bahwa rencana Allah adalah “rencana kebahagiaan.”20

Ajaran Alma adalah yang paling memberikan petunjuk: “Karena lihatlah, keadilan menjalankan semua tuntutannya dan juga belas kasihan menuntut semua yang adalah miliknya; dan demikianlah, tak seorang pun kecuali yang benar-benar menyesal yang diselamatkan.”21 Dilihat dalam pengertiannya yang benar, berkat-berkat agung pertobatan dan penganutan pada ajaran-ajaran Juruselamat adalah luar biasa penting. Bukanlah tidak adil untuk bersikap jelas, sebagaimana adanya Alma dengan Korianton, tentang konsekuensi dari pilihan penuh dosa dan tidak adanya pertobatan. Telah sering dimaklumkan, “Cepat atau lambat semua orang harus duduk pada perjamuan makan konsekuensi.”22

Berkat yang menakjubkan dan selestial dari Pendamaian Juruselamat adalah bahwa melalui pertobatan, tingkah laku penuh dosa dihapuskan. Setelah pertobatan Korianton, Alma mengakhiri, “Kamu hendaknya tidak membiarkan hal-hal ini menyusahkanmu lagi, dan hanya biarlah dosa-dosamu menyusahkanmu, dengan kesusahan itu yang akan membawamu merendah pada pertobatan.”23

Memandang Melampaui Sasaran Adalah Batu Sandungan

Nabi Yakub merujuk orang Yahudi zaman dahulu sebagai “bangsa yang degil” yang meremehkan kegamblangan, “membunuh para nabi, dan mencari apa yang tidak dapat mereka mengerti. Karenanya, karena kebutaan mereka, yang kebutaan itu datang melalui memandang melampaui sasaran, mereka mestilah perlu jatuh.”24

Sementara ada banyak contoh melihat melampaui sasaran,25 yang signifikan di zaman kita adalah ekstremisme. Ekstremisme Injil adalah ketika orang meninggikan asas Injil apa pun melebihi asas-asas lain yang setara pentingnya dan memegang pendapat yang melebihi atau berlawanan dengan ajaran pemimpin Gereja. Satu contoh adalah ketika orang membela tambahan, perubahan, atau penekanan utama pada salah satu bagian dari Firman Kebijaksanaan. Yang lainnya adalah persiapan yang mahal untuk “skenario penghujung hari.” Dalam kedua contoh, orang lain didorong untuk menerima penafsiran perorangan. “Jika kita mengubah suatu hukum kesehatan atau asas lain apa pun menjadi bentuk fanatisme keagamaan, kita sedang melihat melampaui sasaran.”26

Berbicara tentang ajaran penting, Tuhan telah memaklumkan, “Barangsiapa memaklumkan lebih atau kurang daripada ini, orang yang sama bukanlah dari-Ku.”27 Ketika kita meninggikan asas apa pun dengan cara yang mengurangi komitmen kita terhadap asas lain yang setara pentingnya atau memegang pendapat yang bertentangan dengan atau yang melampaui ajaran pemimpin Gereja, kita sedang memandang melampaui sasaran.

Selain itu, sebagian anggota meninggikan perkara, yang banyak di antaranya baik, ke status yang superior dari ajaran Injil yang dasar. Mereka menggantikan pengabdian mereka pada perkara tersebut sebagai komitmen pertama mereka serta menurunkan komitmen mereka kepada Juruselamat dan ajaran-ajaran-Nya ke posisi kedua. Jika kita meninggikan apa pun di atas pengabdian kita kepada Juruselamat, jika tingkah laku kita mengakui Dia hanya sebagai seorang guru lain dan bukan Putra ilahi Allah, maka kita sedang memandang melampaui sasaran. Yesus Kristus adalah sasarannya!

Bagian 76 dari Ajaran dan Perjanjian menjelaskan menjadi “gagah berani dalam kesaksian tentang Yesus”28 adalah ujian sederhana dan esensial antara mereka yang akan mewarisi berkat-berkat kerajaan selestial dengan mereka yang di kerajaan terestrial yang lebih rendah. Agar gagah berani kita perlu berfokus pada kuasa Yesus Kristus dan kurban pendamaian-Nya untuk mengatasi kematian dan, melalui pertobatan, untuk membersihkan kita dari dosa dan untuk mengikuti ajaran Kristus.29 Kita juga memerlukan terang dan pengetahuan tentang kehidupan dan ajaran-ajaran Juruselamat untuk menuntun kita di jalan perjanjian, termasuk tata cara-tata cara sakral bait suci. Kita harus tabah dalam Kristus, mengenyangkan diri dengan firman-Nya, dan bertahan sampai akhir.30

Penutup

Jika kita ingin menjadi gagah berani dalam kesaksian kita tentang Yesus, kita harus menghindari batu-batu sandungan yang menjebak dan menghambat kemajuan dari banyak pria dan wanita yang dalam hal lain terhormat. Marilah kita menetapkan untuk selalu berada dalam pelayanan-Nya. Sementara mengupayakan pengetahuan, kita perlu menghindari filosofi manusia yang mengurangi komitmen kita kepada Juruselamat. Kita harus melihat dosa dalam pengertiannya yang sebenarnya dan menerima Pendamaian Juruselamat melalui pertobatan. Kita perlu menghindar dari memandang melampaui sasaran dan berfokus kepada Yesus Kristus, Juruselamat dan Penebus kita, serta mengikuti ajaran-Nya.

Ayah saya melihat tiang listrik tersebut sebagai sarana yang menyediakan listrik, terang, dan air berlimpah untuk memasak dan membersihkan. Itu merupakan batu pijakan untuk memperbaiki kehidupannya.

Seorang penulis menyarankan bahwa batu sandungan dapat dibuat menjadi “batu pijakan menuju karakter yang luhur dan menuju Surga.”31

Bagi kita, menjadi gagah berani dalam kesaksian kita tentang Yesus merupakan batu pijakan menuju memenuhi persyaratan bagi kasih karunia Juruselamat dan kerajaan selestial. Yesus Kristus adalah satu-satunya nama di bawah langit yang melaluinya kita dapat diselamatkan.32 Saya memberikan kesaksian pasti saya baik akan keilahian-Nya maupun peranan ilahi-Nya dalam rencana Bapa. Dalam nama Yesus Kristus, amin.

Catatan

  1. Ajaran dan Perjanjian 14:7; lihat juga Yohanes 17:3.

  2. Ajaran dan Perjanjian 76:79.

  3. Lihat Teguh pada Iman: Sebuah Referensi Injil (2004), 70–71.

  4. Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, edisi ke-11 (2003), “stumbling block.”

  5. Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, “stumble.”

  6. Ajaran dan Perjanjian 93:36.

  7. LihatKisah Para Rasul 9:1–9; 26:13–18.

  8. Lihat Frederic W. Farrar, The Life and Work of St. Paul (1898), 319.

  9. Lihat Farrar, Life and Work of St. Paul, 319–320.

  10. 1 Korintus 2:4–5.

  11. Lihat George Frideric Handel, Messiah, edisi T. Tertius Noble (1912).

  12. 1 Korintus 15:20–22, 55, 57.

  13. Will Durant, The Story of Civilization, vol. 3, Caesar and Christ (1944), 595.

  14. Heber C. Kimball, in Orson F. Whitney, Life of Heber C. Kimball (1945), 446.

  15. Neal A. Maxwell, “Be of Good Cheer,” Ensign, November 1982, 68.

  16. Mosia 27:29.

  17. Alma 40:26.

  18. Alma 42:1. Dalam ajaran OSZA, keleluasaan dibuat bagi seluruh umat manusia termasuk mereka yang tidak mendengar tentang Kristus dalam kehidupan ini, anak-anak yang meninggal sebelum usia pertanggungjawaban, dan mereka yang tidak memiliki pemahaman (lihat Ajaran dan Perjanjian 29:46–50; 137:7–10).

  19. Alma 42:5.

  20. Alma 42:8.

  21. Alma 42:24. Cermati bahwa dalam bahasa Inggris, kata ganti untuk keadilan adalahmaskulin dan kata ganti untuk belas kasihan adalahfeminin.

  22. Robert Louis Stevenson, dalam Carla Carlisle, “A Banquet of Consequences,” Country Life, 6 Juli 2016, 48. Mrs. Carlisle credits Robert Louis Stevenson untuk kutipan. Beberapa memberikan penghargaan kepada yang lain.

  23. Alma 42:29.

  24. Yakub 4:14.

  25. Dalam artikel yang saya tulis untuk majalah Gereja di tahun 2003, saya menekankan empat area yang dapat menciptakan kebutaan teologi dan ketersandungan yang Yakub uraikan: menggantikan filosofi manusia untuk kebenaran Injil, ekstremisme Injil, isyarat kepahlawanan sebagai ganti persucian harian, dan meninggikan peraturan di atas ajaran (lihat “Looking beyond the Mark,” Liahona, Maret 2003, 21–24).

  26. Quentin L. Cook, “Looking beyond the Mark,” Liahona, Maret 2003, 22.

  27. Ajaran dan Perjanjian 10:68.

  28. Ajaran dan Perjanjian 76:79.

  29. Lihat 2 Nefi 31:17–21.

  30. Lihat 2 Nefi 31:20–21.

  31. Henry Ward Beecher, in Tryon Edwards, A Dictionary of Thoughts (1891), 586.

  32. Lihat 2 Nefi 31:21; Mosia 3:17.