2004
Pernikahan dan Keluarga: Tanggung Jawab Kudus Kita
Mei 2004


Pernikahan dan Keluarga: Tanggung Jawab Kudus Kita

Dalam masyarakat di mana pernikahan sering kali diremehkan, peran keorangtuaan dihindari, dan keluarga direndahkan, kita memiliki tanggung jawab untuk menghormati pernikahan kita, memelihara anak-anak kita, serta melindungi keluarga kita.

Tidak lama setelah saya menikah, tiga saudara lelaki saya dan saya duduk di kantor ayah saya untuk sebuah pertemuan bisnis. Di akhir pertemuan, sewaktu kami berdiri untuk pergi, Ayah berhenti, berbalik ke arah kami dan mengatakan, “Kalian anak-anak lelaki tidak memperlakukan istri kalian sebagaimana mestinya. Kalian perlu menunjukkan kepada mereka lebih banyak kebaikan hati dan rasa hormat.” Perkataan ayah saya itu terpatri dalam jiwa saya.

Dewasa ini, kita sedang menyaksikan serangan yang tak henti-hentinya melanda pernikahan dan keluarga. Pernikahan serta keluarga sepertinya menjadi sasaran utama iblis untuk dilecehkan dan dihancurkan. Dalam masyarakat di mana pernikahan sering kali diremehkan, peran keorangtuaan dihindari, dan keluarga direndahkan, kita memiliki tanggung jawab untuk menghormati pernikahan kita, memelihara anak-anak kita, serta melindungi keluarga kita.

Menghormati pernikahan memerlukan pasangan yang memberikan kasih, rasa hormat, dan pengabdian kepada satu sama lain. Kita telah diberi petunjuk kudus untuk “mengasihi istrimu dengan sepenuh hatimu, dan … bersatu dengan dia dan tidak dengan orang lain” (A&P 42:22).

Nabi Maleakhi mengajarkan, “Tuhan telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri perjanjianmu …. Jadi jagalah dirimu … janganlah orang tidak setia terhadap istri dari masa mudanya” (Maleakhi 2:14–15). Untuk menjalani kehidupan kita dengan istri masa muda kita, mematuhi perjanjian, memperoleh kebijaksanaan, dan membagikan kasih saat ini serta sepanjang kekekalan juga merupakan hak istimewa.

Saya teringat dengan pernyataan, “Kasih bersemayam bila Anda me-merhatikan kebahagiaan atau keselamatan orang lain sebanyak Anda memerhatikan kebahagiaan dan keselamatan diri Anda sendiri” (Harry Stack Sullivan, Conceptions of Modern Psychiatry, [1940], 42–43).

Pernikahan artinya dan seharusnyalah merupakan hubungan antara seorang pria dan seorang wanita yang penuh kasih, mengikat, serta harmonis. Apabila suami dan istri memahami bahwa keluarga ditetapkan oleh Allah serta bahwa pernikahan dapat dipenuhi dengan janji-janji dan berkat-berkat yang diberikan hingga kekekalan, perpisahan serta perceraian akan jarang terjadi di dalam rumah tangga Orang Suci Zaman Akhir. Pasangan suami istri akan menyadari bahwa tata cara-tata cara dan perjanjian-perjanjian kudus yang dibuat di rumah Tuhan menyediakan sarana agar mereka dapat kembali ke hadirat Allah.

Orang tua telah diberi tugas kudus untuk “… didiklah … [anak-anak] di dalam ajaran … Tuhan” (Efesus 6:4). “Perintah pertama yang diberikan Allah kepada Adam dan Hawa berkaitan dengan potensi mereka untuk menjadi orang tua sebagai suami dan istri” (“Keluarga: Pernyataan kepada Dunia,” Liahona, Oktober 1998, 24). Oleh karena itu, tanggung jawab kita tidak hanya untuk kesejahteraan pasangan kita tetapi meluas pada merawat dengan seksama anak-anak kita, karena “anak-anak adalah milik pusaka daripada Tuhan” (Mazmur 127:3). Jadi kita dapat membuat pilihan untuk memelihara anak-anak kita dan “mengajar [mereka] untuk berdoa dan hidup tanpa cela di hadapan Tuhan” (A&P 68:28). Sebagai orang tua, kita harus menganggap anak-anak kita sebagai karunia dari Allah, serta harus bertekad menjadikan rumah kita tempat untuk kasih, melatih, dan memelihara anak-anak lelaki serta perempuan kita.

Presiden Thomas S. Monson mengingatkan kita, “Kepemimpinan mungkin tidak mudah tetapi memiliki beban tanggung jawab …. ‘Kaum remaja memerlukan lebih sedikit kritikan dan lebih banyak contoh untuk [diikuti].’ Seratus tahun dari sekarang tidak akan berpengaruh banyak terhadap jenis mobil yang kita kendarai, jenis rumah yang kita tinggali, berapa banyak simpanan uang kita di bank, atau jenis pakaian yang kita kenakan. Tetapi dunia mungkin akan menjadi sedikit lebih baik karena kita akan menjadi penting dalam kehidupan anak lelaki atau perempuan” (Pathways to Perfection, [1973], 131).

Meskipun kehidupan kadang-kadang membuat kita lelah, tidak sabar, atau terlalu sibuk untuk anak-anak kita, kita seharusnya jangan pernah melupakan nilai kekal dari apa yang kita miliki di rumah kita—anak-anak lelaki dan perempuan kita. Apa pun yang kita kerjakan saat ini, urusan bisnis, atau mobil baru, semuanya memang penting, namun tidak begitu berarti jika dibandingkan dengan nilai jiwa seorang remaja.

John Gunther, seorang ayah yang kehilangan putranya karena kanker otak mengimbau: selagi Anda masih memiliki anak-anak lelaki dan perempuan, “peluklah mereka dalam kebahagiaan dan sukacita yang lebih kuat” (Death Be Not Proud: A Memoir [1949], 259).

Presiden Harold B. Lee menceritakan tentang seorang pendidik besar, Horace Mann, yaitu “pembicara pada saat upacara sebuah … sekolah anak lelaki …. Dalam ceramahnya dia mengatakan, ‘Sekolah ini menelan biaya ratusan dolar, tetapi jika sekolah ini dapat menyelamatkan seorang anak lelaki, maka itu sepadan.’ Salah seorang temannya menghampiri [Tn. Mann] di penghujung pertemuan dan mengatakan, ‘Tidakkah Anda terlalu berlebihan dalam memberikan penilaian itu? Anda … mengatakan bahwa sekolah ini, yang menelan biaya ribuan dolar, dapat menyelamatkan seorang anak lelaki, dan itu sepadan? Anda pasti tidak bermaksud demikian.’

Horace Mann menatapnya serta mengatakan, ‘Ya teman. Itu memang sepadan, seandainya anak lelaki itu putra saya; itu akan sepadan’” (“Today’s Young People,” Ensign, Juni 1971, 61).

Mengasihi, melindungi, dan memelihara anak-anak kita merupakan hal-hal yang sangat kudus dan secara kekal sangat penting yang akan kita lakukan. Harta duniawi akan lenyap, film atau lagu yang paling populer dewasa ini tidak akan relevan lagi besok, tetapi seorang anak lelaki atau perempuan kekal sifatnya.

“Keluarga merupakan inti dalam rencana Sang Pencipta bagi tujuan kekal anak-anak-Nya” (“Keluarga: Pernyataan kepada Dunia”). Oleh karena itu orang tua dan anak-anak harus bekerja sama dalam persatuan untuk meningkatkan hubungan keluarga, memupuk hubungan itu setiap hari.

Saya memiliki kakak lelaki yang menjalin hubungan dengan sebuah universitas besar. Dia menceritakan tentang seorang atlet mahasiswa yaitu seorang pelari gawang yang andal. Pemuda ini buta. Rex bertanya kepadanya, “Pernahkah Anda jatuh?” “Saya harus selalu tepat,” si atlet menjawab. “Saya mengukurnya setiap kali sebelum saya melompat. Pernah saya tidak mengukur, dan saya nyaris membunuh diri sendiri.” Kemudian pemuda itu menuturkan tentang banyaknya waktu yang diluangkan ayahnya selama bertahun-tahun untuk mengajar, membantu, dan memperlihatkan kepadanya cara melompati gawang, sampai dia menjadi atlet terbaik.

Bagaimana mungkin pemuda ini bisa gagal dengan sebuah tim seperti itu—seorang ayah dan seorang putra.

Remaja putra dan putri, Anda dapat menjadi pengaruh yang hebat bagi kebaikan di rumah Anda sewaktu Anda menolong memenuhi tujuan-tujuan keluarga yang layak. Saya tidak akan pernah melupakan malam keluarga, bertahun-tahun yang silam, dimana nama setiap anggota keluarga kami diletakkan di dalam topi. Nama yang Anda ambil dari dalam topi akan menjadi “teman rahasia” Anda selama minggu itu. Anda dapat membayangkan kasih yang memenuhi hati saya sewaktu saya pulang ke rumah hari Selasa itu setelah bekerja untuk menyapu garasi seperti yang saya janjikan sebelumnya, serta mendapati garasi sudah tersapu bersih. Di situ ada catatan tertempel di pintu garasi yang berbunyi, “Saya harap harimu menyenangkan—teman rahasiamu.” Dan pada hari Jumat malam sewaktu mau tidur, saya menemukan, permen kesukaan saya, Almond Joy, terbungkus rapi dengan selotip dan kertas putih, dengan catatan: “Ayah, saya sangat mengasihimu!—Terima kasih, teman rahasiamu.” Dan hal yang paling mengesankan, sepulang ke rumah dari pertemuan Minggu malam, saya mendapati meja makan tertata dengan indahnya, dan tertulis di atas serbet di tempat saya makan, “AYAH TERBAIK” dengan huruf tebal dan dalam tanda kurung, “teman rahasiamu.” Adakanlah malam keluarga, karena inilah saat Injil diajarkan, kesaksian diperoleh, serta keluarga diteguhkan.

Meskipun iblis berusaha menghancurkan unsur-unsur penting yang diperlukan bagi pernikahan yang bahagia dan keluarga yang bajik, izinkanlah saya memberi keyakinan kepada Anda bahwa Injil Yesus Kristus menyediakan sarana dan pengajaran yang diperlukan untuk memerangi serta menaklukkan musuh dalam peperangan ini. Jika kita mau menghormati pernikahan kita dengan memberikan lebih banyak kasih dan sifat tidak mementingkan diri kepada pasangan kita; memelihara anak-anak kita melalui bujukan yang lemah lembut serta memberikan teladan kita; serta meningkatkan kerohanian keluarga kita melalui malam keluarga yang konsisten, doa, dan pembelajaran tulisan suci, saya bersaksi kepada Anda bahwa Juruselamat yang hidup, Yesus Kristus, akan membimbing kita serta memberi kita kemenangan dalam upaya kita untuk memperoleh sebuah unit keluarga kekal. Saya bersaksi, dalam nama Yesus Kristus, amin.