2015
Oleh Karena Itu Mereka Meredam Rasa Takut Mereka
Mei 2015


Oleh Karena Itu Mereka Meredam Rasa Takut Mereka

Tidak seperti rasa takut duniawi yang menciptakan bahaya dan kecemasan, takut akan Allah adalah sumber kedamaian, kepastian, dan keyakinan.

Saya ingat dengan jelas sebuah pengalaman yang saya miliki sewaktu masih kecil. Suatu hari saat sedang bermain dengan teman-teman saya, secara tidak sengaja saya memecahkan jendela sebuah toko dekat rumah kami. Saat kaca itu hancur dan alarm keamanan berbunyi dengan keras, rasa takut yang mencekam menyelimuti hati dan pikiran saya. Saya segera menyadari bahwa saya akan ditakdirkan untuk menghabiskan sisa kehidupan saya di penjara. Orangtua saya akhirnya membujuk saya untuk keluar dari tempat persembunyian di bawah tempat tidur saya dan membantu saya menebus kesalahan kepada pemilik toko. Untunglah, saya tidak dihukum penjara.

Rasa takut yang saya rasakan hari itu luar biasa dan nyata. Anda tentunya pernah mengalami rasa takut yang jauh lebih besar setelah mengetahui mengenai masalah kesehatan pribadi, menemukan seorang anggota keluarga berada dalam kesulitan atau bahaya, atau mengamati peristiwa-peristiwa dunia yang mengganggu. Dalam situasi seperti itu, perasaan takut yang menyedihkan muncul karena bahaya yang mengancam, ketidakpastian, atau rasa sakit dan karena pengalaman yang tidak diharapkan, terkadang mendadak, dan kemungkinan akan menimbulkan akibat yang negatif.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, laporan mengenai kekerasan kejahatan yang tiada henti, kelaparan, peperangan, korupsi, terorisme, nilai-nilai yang merosot, penyakit, dan kekuatan alam yang merusak dapat menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran. Sesungguhnya kita hidup di masa yang telah diramalkan oleh Tuhan: “Dan pada masa itu … seluruh bumi akan berada dalam huru-hara, dan hati orang-orang akan menciut” (A&P 45:26).

Tujuan saya adalah untuk menggambarkan bagaimana rasa takut disingkirkan melalui pengetahuan yang benar dan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Saya dengan tulus berdoa semoga Roh Kudus akan memberkati kita masing-masing sewaktu kita mempertimbangkan bersama topik penting ini.

Ketakutan Fana

Ketika mendengar suara Allah setelah makan buah terlarang, Adam dan Hawa menyembunyikan diri mereka di Taman Eden. Allah memanggil Adam dan bertanya, “Di manakah engkau? [Dan Adam menjawab], ketika aku mendengar, … Engkau … , aku menjadi takut” (Kejadian 3:9–10). Secara khusus, salah satu dampak pertama dari Kejatuhan adalah Adam dan Hawa mengalami rasa takut. Emosi yang kuat ini adalah unsur penting dari keberadaan fana kita.

Sebuah contoh dari Kitab Mormon menyoroti kuasa dari pengetahuan tentang Tuhan (lihat 2 Petrus 1:2–8; Alma 23:5–6) untuk menyingkirkan rasa takut dan memberikan kedamaian bahkan sewaktu kita menghadapi kemalangan besar.

Di tanah Helam, rakyat Alma merasa takut menghadapi tentara Laman yang semakin maju.

“Tetapi Alma maju dan berdiri di antara mereka, dan mendesak mereka bahwa mereka hendaknya tidak ketakutan, tetapi … hendaknya mengingat Tuhan Allah mereka dan Dia akan membebaskan mereka.

Oleh karena itu mereka meredam rasa takut mereka” (Mosia 23:27–28).

Perhatikan Alma tidak meredam rasa takut rakyat. Alih-alih, Alma menasihati orang yang percaya untuk mengingat Tuhan dan pembebasan yang dapat diberikan oleh Dia (lihat 2 Nefi 2:8). Dan pengetahuan tentang perhatian perlindungan Juruselamat memungkinkan orang-orang meredam rasa takut mereka.

Pengetahuan yang benar dan iman kepada Tuhan memperkuat kita untuk meredam rasa takut kita karena Yesus Kristus adalah satu-satunya sumber kedamaian yang abadi. Dia memfirmankan, “Belajarlah dari-Ku, dan dengarkanlah firman-Ku; berjalanlah dalam kelembutan hati Roh-Ku, dan kamu akan merasakan kedamaian di dalam Aku” (A&P 19:23).

Guru juga menjelaskan, “Dia yang melakukan pekerjaan kesalehan akan menerima pahalanya, bahkan kedamaian di dunia ini dan kehidupan kekal di dunia yang akan datang” (A&P 59:23).

Kepercayaan dan keyakinan kepada Kristus dan kesediaan untuk mengandalkan pada jasa, belas kasihan, dan kasih karunia-Nya menuntun pada pengharapan, melalui Pendamaian-Nya, dalam Kebangkitan dan kehidupan kekal (lihat Moroni 7:41). Iman dan pengharapan seperti itu mengundang ke dalam kehidupan kita kedamaian hati nurani menyenangkan yang kita semua dambakan. Kuasa Pendamaian membuat pertobatan menjadi mungkin dan meredakan keputusasaan yang disebabkan oleh dosa; ini juga memperkuat kita untuk melihat, melakukan, dan menjadi baik dalam cara-cara yang tidak pernah dapat kita kenali atau tuntaskan dengan kemampuan fana kita yang terbatas. Sesungguhnya, salah satu berkat besar dari menjadi murid yang berbakti adalah “damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal” (Filipi 4:7).

Kedamaian yang Kristus berikan memungkinkan kita memahami kehidupan fana melalui sudut pandang kekekalan yang berharga dan menyediakan ketenteraman rohani (lihat Kolose 1:23) yang membantu kita mempertahankan fokus yang konsisten pada tujuan surgawi kita. ‘Dengan demikian, kita dapat diberkati untuk meredam rasa takut kita karena ajaran-Nya memberikan tujuan dan arahan dalam segala aspek kehidupan kita. Tata cara dan perjanjian-Nya memperkuat dan menghibur baik di saat-saat yang baik maupun buruk. Dan wewenang imamat-Nya memberikan kepastian bahwa hal-hal yang paling bermakna dapat bertahan baik pada waktu ini dan kekekalan.

Tetapi dapatkah kita meredam rasa takut yang begitu mudah dan sering menimpa kita di dunia kita zaman sekarang? Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah secara tegas ya. Tiga asas dasar adalah penting untuk menerima berkat ini dalam kehidupan kita: (1) memandang kepada Kristus, (2) membangun di atas landasan Kristus, dan (3) maju terus dengan beriman kepada Kristus.

Memandang kepada Kristus

Nasihat yang Alma berikan kepada putranya, Helaman, berlaku tepat untuk kita masing-masing sekarang: “Ya, pastikanlah bahwa kamu memandang kepada Allah dan hidup” (Alma 37:47). Kita hendaknya memandang dan memiliki fokus yang kukuh terpusat pada Juruselamat setiap saat dan di segala tempat.

Ingatlah ketika para Rasul Tuhan berada di dalam perahu, terombang-ambing di tengah-tengah danau. Yesus menghampiri mereka, berjalan di atas air; tetapi tidak mengenali Dia, mereka berteriak ketakutan.

“Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: ‘Tenanglah! Aku ini, jangan takut!’

Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: ‘Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.’

Kata Yesus: ‘Datanglah’” (Matius 14:27–29).

“Petrus kemudian berjalan di atas air menuju Yesus.

Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: ‘Tuhan, tolonglah aku!’

Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: ‘Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?’” (Matius 14:30–31).

Saya membayangkan Petrus menanggapi dengan bersemangat dan segera menerima undangan Juruselamat. Dengan matanya tertuju pada Yesus, dia melangkah ke luar dari perahu dan secara ajaib berjalan di atas air. Barulah setelah pandangannya teralihkan oleh angin dan gelombang dia menjadi takut dan mulai tenggelam.

Kita dapat diberkati untuk mengalahkan rasa takut kita dan memperkuat iman kita sewaktu kita mengikuti petunjuk Tuhan: “Pandanglah kepada-Ku dalam setiap pemikiran; janganlah ragu, janganlah takut” (A&P 6:36).

Membangun di Atas Landasan Kristus

Helaman memberikan petuah kepada putranya, Nefi dan Lehi: “Ingatlah, ingatlah bahwa adalah di atas batu karang Penebus kita, yang adalah Kristus, Putra Allah, bahwa kamu mesti membangun landasanmu; agar ketika iblis akan mengirimkan anginnya yang dahsyat, ya, anak panahnya dalam angin puyuh, ya, ketika semua hujan esnya dan badainya yang dahsyat akan menerjang ke atas dirimu, itu tidak akan memiliki kuasa atas dirimu untuk menyeretmu turun ke dalam jurang kegetiran dan celaka tanpa akhir, karena batu karang yang di atasnya kamu dibangun, yang adalah suatu landasan yang pasti, landasan yang jika manusia membangun di atasnya mereka tidak dapat jatuh” (Helaman 5:12).

Tata cara dan perjanjian adalah blok-blok bangunan yang kita gunakan untuk membangun kehidupan di atas landasan Kristus dan Pendamaian-Nya. Kita terhubung secara aman kepada dan dengan Juruselamat sewaktu kita dengan layak menerima tata cara dan mengadakan perjanjian, dengan setia mengingat dan menghormati komitmen sakral itu, dan melakukan yang terbaik untuk hidup sesuai dengan kewajiban yang telah kita terima. Dan ikatan itu adalah sumber kekuatan dan kestabilan rohani dalam segala kondisi kehidupan kita.

Kita dapat diberkati untuk meredam rasa takut kita sewaktu kita dengan tegas menetapkan hasrat dan perbuatan kita berdasarkan landasan pasti Juruselamat melalui tata cara dan perjanjian kita.

Maju Terus dengan Beriman kepada Kristus

Nefi menyatakan: “Karenanya, kamu mesti maju terus dengan ketabahan di dalam Kristus, memiliki kecemerlangan harapan yang sempurna, dan kasih bagi Allah dan bagi semua orang. Karenanya, jika kamu akan maju terus, mengenyangkan diri dengan firman Kristus, dan bertahan sampai akhir, lihatlah, demikian firman Bapa: Kamu akan memperoleh kehidupan kekal” (2 Nefi 31:20).

Ketahanan disiplin yang digambarkan dalam ayat ini adalah hasil dari pemahaman dan sudut pandang rohani, kegigihan, kesabaran, dan kasih karunia Allah. Menjalankan iman dalam dan pada nama kudus Yesus Kristus, dengan lembut berserah pada kehendak dan waktu-Nya dalam kehidupan kita, dan dengan rendah hati mengakui tangan-Nya dalam segala hal menghasilkan hal-hal kedamaian dari kerajaan Allah yang mendatangkan sukacita dan kehidupan kekal (lihat A&P 42:61). Bahkan sewaktu kita menemukan kesulitan dan menghadapi ketidakpastian masa depan, kita dapat dengan ceria bertahan dan menjalani “hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan” (1 Timotius 2:2).

Kita dapat diberkati untuk meredam rasa takut kita sewaktu kita menerima kekuatan yang datang dari mempelajari dan menjalankan asas-asas Injil dan bertekad untuk maju terus di jalan perjanjian.

Takut akan Allah

Berbeda dari tetapi berhubungan dengan rasa takut yang sering kita alami adalah apa yang tulisan suci gambarkan sebagai “dengan hormat dan takut” (Ibrani 12:28) atau “takut akan Tuhan” (Ayub 28:28; Amsal 16:6; Yesaya 11:2–3). Tidak seperti rasa takut duniawi yang menciptakan bahaya dan kecemasan, takut akan Allah adalah sumber kedamaian, kepastian, dan keyakinan.

Tetapi bagaimana sesuatu yang terkait dengan rasa takut dapat meneguhkan atau membantu secara rohani?

Rasa takut yang saleh yang saya coba untuk uraikan meliputi perasaan khidmat, hormat, dan takjub yang mendalam terhadap Tuhan Yesus Kristus (lihat Mazmur 33:8; 96:4), kepatuhan pada perintah-perintah-Nya (lihat Ulangan 5:29; 8:6; 10:12; 13:4; Mazmur 112:1), dan antisipasi terhadap Penghakiman Terakhir dan pengadilan di tangan-Nya. Dengan demikian, takut akan Allah muncul dari pemahaman yang benar tentang sifat dan misi ilahi Tuhan Yesus Kristus, kesediaan untuk menyerahkan kehendak kita pada kehendak-Nya, dan pengetahuan bahwa setiap pria dan wanita akan bertanggung jawab atas dosa-dosanya di Hari Penghakiman (lihat A&P 101:78; Pasal-Pasal Kepercayaan 1:2).

Tulisan suci mengajarkan, takut akan Allah “adalah permulaan pengetahuan” (Amsal 1:7), “didikan yang mendatangkan hikmat” (Amsal 15:33), “ketenteraman yang besar” (Amsal 14:26), dan “sumber kehidupan” (Amsal 14:27).

Harap perhatikan bahwa takut akan Allah terkait tak terpisahkan dari pemahaman tentang Penghakiman Terakhir dan pertanggungjawaban pribadi kita terhadap hasrat, pikiran, perkataan, dan tindakan kita (lihat Mosia 4:30). Takut akan Tuhan bukan rasa takut yang menimbulkan keengganan untuk datang ke hadirat-Nya untuk dihakimi. Saya tidak percaya bahwa kita akan takut sama sekali kepada-Nya. Sebaliknya, ini adalah prospek di hadirat-Nya dalam menghadapi segala sesuatu sebagaimana adanya mengenai diri kita dan memiliki “pengetahuan yang sempurna” (2 Nefi 9:14; lihat juga Alma 11:43) mengenai semua rasionalisasi, alasan, dan penipuan diri sendiri. Pada akhirnya, kita akan dibiarkan tanpa alasan.

Setiap orang yang pernah hidup atau akan hidup di bumi “akan dibawa untuk berdiri di hadapan meja penghakiman Allah, untuk dihakimi oleh-Nya menurut pekerjaan mereka apakah itu baik atau apakah itu jahat” (Mosia 16:10). Jika menghasratkan kesalehan dan pekerjaan kita baik, maka penghakiman kita akan menyenangkan (lihat Yakub 6:13; Enos 1:27; Moroni 10:34). Di zaman terakhir kita akan “diberi pahala dengan kesalehan” (Alma 41:6).

Sebaliknya, jika kita menghasratkan kejahatan dan pekerjaan kita jahat, maka penghakiman akan menyebabkan kita merasa takut. “Kita tidak akan berani memandang kepada Allah kita; dan kita akan jadi senang hati jika kita dapat memerintahkan batu karang dan gunung untuk jatuh ke atas diri kita untuk menyembunyikan kita dari hadirat-Nya” (Alma 12:14). Dan di hari terakhir kita akan “memperoleh imbalan [kita] akan kejahatan” (Alma 41:5).

Pengkhotbah telah merangkum:

“Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.

Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat” (Pengkhotbah 12:13–14).

Brother dan sister terkasih, takut akan Allah menghilangkan rasa takut duniawi. Itu bahkan meredam rasa takut menyedihkan yang secara rohani kita tidak pernah bisa menjadi cukup baik dan tidak akan pernah bisa memenuhi persyaratan dan harapan Tuhan. Sebenarnya, kita tidak dapat menjadi cukup baik atau memenuhi apa yang kita butuhkan dengan hanya mengandalkan pada kemampuan dan kinerja kita sendiri. Pekerjaan dan hasrat kita saja tidak dan tidak dapat menyelamatkan kita. “Setelah segala yang dapat kita lakukan” (2 Nefi 25:23), kita dijadikan sempurna hanya melalui belas kasihan dan kasih karunia yang tersedia melalui kurban pendamaian tak terbatas dan kekal Juruselamat (lihat Alma 34:10, 14). Tentu saja, “kami percaya bahwa melalui Pendamaian Kristus, seluruh umat manusia boleh diselamatkan, melalui kepatuhan pada hukum dan tata cara Injil” (Pasal-Pasal Kepercayaan 1:3).

Takut akan Allah adalah mengasihi dan memercayai-Nya. Sewaktu kita takut akan Allah dengan lebih sepenuhnya, kita mengasihi Dia dengan lebih sempurna. Dan “kasih yang sempurna mengusir segala rasa takut” (Moroni 8:16). Saya berjanji bahwa harapan dari takut akan Allah akan mengatasi keputusasaan akibat rasa takut duniawi (lihat A&P 50:25) sewaktu kita memandang pada Juruselamat, membangun di atas-Nya sebagai landasan kita, dan maju terus di jalan perjanjian-Nya dengan komitmen yang dipersucikan.

Kesaksian dan Janji

Saya mengasihi dan menghormati Tuhan. Kuasa dan kedamaian-Nya adalah nyata. Dia adalah Penebus kita, dan saya bersaksi bahwa Dia hidup. Dan karena Dia, hati kita tidak perlu merasa gelisah atau gentar (lihat Yohanes 14:27), dan kita akan diberkati untuk meredam rasa takut kita. Inilah kesaksian saya dalam nama sakral dan kudus Yesus Kristus, amin.