Ajaran-Ajaran Presiden
Pelayanan yang Tidak Mementingkan Diri


Bab 8

Pelayanan yang Tidak Mementingkan Diri

Sewaktu kita kehilangan diri kita sendiri dalam pelayanan kepada sesama, kita menemukan kerohanian dan kebahagiaan yang lebih besar.

Dari Kehidupan Spencer W. Kimball

Presiden Spencer W. Kimball mengimbau para Orang Suci Zaman Akhir untuk terlibat dalam “tindakan-tindakan pelayanan yang sederhana” yang akan memberkati kehidupan orang lain seperti juga kehidupan mereka sendiri.1 Dia sendiri sering menemukan kesempatan untuk menawarkan pelayanan seperti itu, sebagaimana diperlihatkan oleh kisah berikut:

“Seorang ibu muda dalam penerbangan semalaman bersama dengan putrinya yang berusia dua tahun terdampar karena cuaca buruk di bandara Chicago tanpa makanan atau pakaian bersih untuk anaknya dan tanpa uang. Dia sedang … mengandung dan terancam keguguran, karenanya dia mendapat petunjuk dokter untuk tidak menggendong putrinya kecuali amat perlu. Jam demi jam dia berdiri dari satu barisan antrean ke barisan lain, berupaya untuk mendapatkan penerbangan ke Michigan. Terminal itu bising, penuh sesak dengan penumpang-penumpang yang lelah, frustrasi serta marah-marah, dan dia mendengar kritikan-kritikan yang ditujukan kepada putrinya yang menangis dan pada caranya mendorong anaknya di lantai dengan kakinya sewaktu barisan bergerak maju. Tidak seorang pun menawarkan bantuan untuk anak yang basah, lapar, dan kelelahan itu.

Kemudian, wanita itu lalu melaporkan, ‘seseorang datang menghampiri kami dan dengan senyuman yang ramah berkata, “Adakah sesuatu yang dapat saya lakukan untuk membantu Anda?” Dengan hembusan napas lega saya menerima tawarannya. Dia mengangkat putri kecil saya yang tersedu-sedu dari lantai yang dingin dan dengan kasih mendekapnya sementara dia menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. Dia bertanya apakah putrinya itu boleh diberi sepotong permen karet. Ketika dia sudah tenang, dia menggendongnya bersamanya dan mengatakan sesuatu dengan ramah kepada orang-orang di barisan itu di depan saya, mengenai bagaimana saya membutuhkan bantuan mereka. Mereka tampaknya setuju dan kemudian dia pergi ke gerai tiket [di depan barisan] dan mengatur dengan petugas di sana agar saya ditempatkan dalam penerbangan yang berangkat dalam waktu dekat. Dia berjalan bersama kami menuju bangku, dimana kami berbincang sejenak, sampai dia diyakinkan bahwa saya akan baik-baik saja. Dia pergi melanjutkan perjalanannya. Kira-kira seminggu kemudian saya melihat sebuah gambar Rasul Spencer W. Kimball dan mengenali dia sebagai orang asing di bandara itu.’”2

Beberapa tahun kemudian, Presiden Kimball menerima sepucuk surat yang bunyinya, di antaranya:

“Presiden Kimball terkasih:

Saya adalah seorang mahasiswa di Universitas Brigham Young. Saya baru saja kembali dari misi saya di Munich, Jerman Barat. Saya menikmati misi yang indah dan belajar banyak ….

Saya sedang duduk di pertemuan imamat minggu lalu, ketika sebuah kisah diceritakan mengenai pelayanan kasih yang Anda lakukan sekitar dua puluh satu tahun lalu di bandara Chicago. Kisah itu menceritakan bagaimana Anda bertemu dengan seorang ibu muda yang tengah mengandung dengan seorang … anak yang menjerit-jerit, dalam … kebingungan, menunggu dalam antrean panjang untuk mendapatkan tiketnya. Dia terancam keguguran dan karenanya tidak dapat menggendong anaknya untuk menenangkannya. Dia pernah mengalami empat kali keguguran sebelumnya, yang memberi alasan tambahan terhadap petunjuk dokter agar tidak membungkuk atau mengangkat.

Anda menenangkan anak yang menangis itu dan menjelaskan dilema yang ada kepada penumpang yang lain dalam antrean itu. Tindakan kasih ini menghilangkan ketegangan dan tekanan dari ibu saya. Saya dilahirkan beberapa bulan kemudian di Flint, Michigan.

Saya hanya ingin berterima kasih kepada Anda atas kasih Anda. Terima kasih atas teladan Anda!”3

Ajaran-Ajaran Spencer W. Kimball

Kita hendaknya mengikuti teladan Juruselamat akan pelayanan yang tidak mementingkan diri.

[Juruselamat] memberikan diri-Nya sendiri bagi para pengikut-Nya …. Dia senantiasa sadar melakukan apa yang benar dan memenuhi kebutuhan yang nyata dan sejati dari mereka yang dilayani-Nya.4

Dia menempatkan diri-Nya dan kebutuhan-Nya sendiri di tempat kedua dan melayani sesama melampaui panggilan kewajiban, dengan tidak mengenal lelah, dengan kasih, dengan efektif. Begitu banyak masalah di dunia zaman sekarang muncul dari sifat mementingkan diri dan pemusatan pada diri sendiri dimana terlalu banyak orang menuntut banyak dari kehidupan dan sesama untuk memenuhi tuntutan mereka.5

Semakin kita memahami apa yang terjadi dalam kehidupan Yesus dari Nazaret di Getsemani dan di atas Kalvari, semakin kita mampu untuk memahami pentingnya pengurbanan dan sifat tidak mementingkan diri dalam kehidupan kita.6

Jika kita mengikuti jejak kaki [Juruselamat], kita dapat hidup dengan iman daripada dengan ketakutan. Jika kita dapat berbagi perspektif-Nya mengenai orang, kita dapat mengasihi mereka, melayani mereka, dan menggapai mereka—daripada merasa gelisah dan terancam oleh sesama.7

Allah sering kali memenuhi kebutuhan sesama melalui tindakan-tindakan pelayanan kita yang kecil.

Kita perlu membantu mereka yang berupaya kita layani untuk mengetahui bagi diri mereka sendiri bahwa Allah bukan saja mengasihi mereka, tetapi Dia juga selalu sadar akan diri mereka dan kebutuhan mereka .…

Allah sungguh memerhatikan kita, dan Dia mengawasi kita. Tetapi biasanya melalui orang lainlah Dia memenuhi kebutuhan kita. Oleh karena itu, adalah penting bahwa kita saling melayani di dalam kerajaan. Umat Gereja membutuhkan kekuatan, dukungan, dan kepemimpinan satu sama lain dalam komunitas orang-orang percaya sebagai kumpulan murid. Di dalam Ajaran dan Perjanjian kita membaca mengenai betapa pentingnya untuk “membantu yang lemah, mengangkat tangan yang terkulai, dan menguatkan lutut yang lemah” (A&P 81:5). Begitu sering, tindakan pelayanan kita terdiri dari dorongan sederhana atau memberikan bantuan biasa dengan pekerjaan biasa, tetapi betapa konsekuensi yang agung dapat mengalir dari tindakan biasa dan dari perbuatan yang kecil tetapi disengaja! ….

Jika kita berfokus pada asas-asas sederhana dan tindakan-tindakan pelayanan yang sederhana, kita akan melihat bahwa garis-garis organisasi segera akan kehilangan maknanya. Terlalu sering di masa lalu, garis-garis organisasi di Gereja telah menjadi dinding-dinding yang menahan kita dari menggapai individu-individu sepenuh yang seharusnya kita lakukan. Kita juga akan menemukan bahwa sewaktu kita menjadi kurang khawatir mengenai mendapatkan penghargaan secara organisasi atau perorangan maka kita akan menjadi lebih perhatian pada melayani orang yang dipercayakan untuk kita gapai. Kita juga akan menemukan diri kita sendiri menjadi kurang perhatian dengan jati diri organisasi kita dan lebih perhatian dengan jati diri sejati dan utama kita sebagai seorang putra atau putri Bapa kita di Surga serta membantu sesama untuk mencapai rasa “menjadi bagian” yang sama itu.8

Kita hendaknya menggunakan bakat dan kemampuan kita untuk melayani sesama.

Tidak seorang pun dari kita hendaknya menjadi sedemikian sibuk dalam tugas Gereja kita yang resmi sehingga tidak ada tempat tersisa bagi pelayanan Kristiani yang tanpa gembar-gembor kepada tetangga kita.9

Adalah mudah bagi kita untuk menempatkan diri kita ke dalam program lama yang ditetapkan, untuk melakukan hal-hal yang diminta untuk kita lakukan, untuk memberikan sejumlah jam, untuk bernyanyi sekian kali dan berdoa sekian kali, tetapi Anda ingat Tuhan berfirman bahwa adalah hamba yang malas yang menunggu untuk diperintah dalam segala hal [lihat A&P 58:26].10

“Sesungguhnya Aku berfirman: Manusia wajib terlibat dalam suatu perkara yang baik dan melakukan banyak hal menurut kemauan mereka sendiri tanpa paksaan dan menghasilkan banyak kebenaran” (A&P 58:27).

Semua manusia telah diberi kekuatan khusus dan dalam batasan-batasan tertentu hendaknya mengembangkan kekuatan-kekuatan ini, memberikan celah bagi imajinasi mereka sendiri, dan tidak menjadi stempel karet. Mereka hendaknya mengembangkan bakat dan kemampuan serta kapasitas mereka sendiri hingga mencapai batasnya dan menggunakannya untuk membangun kerajaan.11

Para anggota Gereja yang memiliki sikap membiarkan dilakukan orang lain akan perlu mempertanggungjawabkan banyak. Ada banyak orang yang mengatakan, “Istri saya melakukan pekerjaan Gereja!” Yang lain mengatakan, “Saya memang bukan tipe yang agamis,” seolah-olah tidak dibutuhkan upaya bagi kebanyakan orang untuk melayani dan melakukan tugas mereka. Tetapi Allah telah menganugerahi kita bakat dan waktu, dengan kemampuan yang terpendam dan dengan kesempatan untuk digunakan serta dikembangkan dalam pelayanan-Nya. Oleh karena itu Dia menuntut banyak dari kita, anak-anak-Nya yang memiliki hak istimewa.12

Dalam kisah tentang pohon ara yang tidak berbuah (lihat Matius 21:19) pohon yang tidak menghasilkan itu dikutuk karena tidak berbuah. Betapa besarnya kerugian bagi individu dan bagi kemanusiaan jika tanaman tidak tumbuh, pohon tidak memberikan buah, jiwa tidak berkembang melalui pelayanan! Seseorang haruslah hidup, bukan hanya ada; dia haruslah melakukan, bukan sekadar menjadi; dia haruslah tumbuh, bukan berdiam diri semata. Kita haruslah menggunakan bakat-bakat kita demi sesama kita, daripada menguburkannya di dalam makam kehidupan yang terpusat pada diri sendiri.13

Sejumlah pengamat mungkin bertanya-tanya mengapa kita memusingkan diri kita sendiri dengan hal-hal sederhana seperti pelayanan kepada sesama di dunia yang dikelilingi dengan masalah-masalah yang begitu dramatis. Meskipun demikian, salah satu keuntungan dari Injil Yesus Kristus adalah bahwa itu memberi kita perspektif mengenai orang-orang di atas planet ini, termasuk diri kita sendiri, agar kita dapat melihat hal-hal yang benar-benar penting dan menghindari terjebak dalam kemajemukan perkara-perkara yang kurang penting yang bersaing untuk mendapatkan perhatian umat manusia .…

Perkenankan saya menasihati Anda agar ketika Anda memilih perkara yang untuknya Anda memberikan waktu dan bakat serta harta Anda dalam pelayanan kepada sesama, berhati-hatilah untuk memilih perkara-perkara yang baik. Ada begitu banyak di antara perkara ini yang untuknya Anda dapat memberikan diri Anda sepenuhnya serta sebebas-bebasnya dan yang akan menghasilkan banyak sukacita serta kebahagiaan bagi Anda dan bagi mereka yang Anda layani. Ada perkara lain, dari waktu ke waktu, yang mungkin tampak lebih populer dan mungkin menghasilkan tepukan riuh dunia, tetapi ini biasanya lebih mementingkan diri dalam sifatnya. Perkara-perkara yang terakhir dibicarakan ini cenderung muncul dari apa yang dikatakan tulisan suci sebagai “perintah manusia” [Matius 15:9] daripada perintah Allah. Perkara-perkara seperti itu memiliki sedikit kebajikan dan sedikit kegunaan, tetapi tidak sepenting perkara-perkara yang tumbuh dari mematuhi perintah Allah.14

Kaum muda akan tumbuh dengan kesempatan untuk memberikan pelayanan yang bermakna.

Kita hendaknya tidak takut meminta kaum muda kita untuk memberikan pelayanan kepada sesama mereka atau untuk berkurban bagi kerajaan. Kaum muda kita memiliki rasa idealisme yang intrinsik, dan kita tidak perlu memiliki rasa takut dalam memohon kepada idealisme tersebut ketika kita memanggil mereka untuk melayani.15

Sewaktu kita membaca mengenai kenakalan remaja dan kriminalitas, … dan seperti yang kita simak banyak di antaranya dilakukan oleh anak-anak perempuan dan lelaki, kita bertanya kepada diri sendiri apa alasannya dan apa obat penyembuhnya? Dalam sebuah penelitian yang memadai dipelajari bahwa kebanyakan dari kaum muda mengharapkan tanggung jawab dan akan hidup dengannya.

“Apa yang dapat kita lakukan?” [orang muda itu] bertanya .…

Pergilah berbelanja, bekerjalah di rumah sakit, bantulah tetangga …, cucilah peralatan makan, sapulah lantai, bereskanlah tempat tidur, siapkanlah makanan, belajarlah menjahit.

Bacalah buku-buku yang baik, perbaikilah perabotan rumah, buatlah sesuatu yang dibutuhkan di rumah, bersihkanlah rumah, setrikalah pakaian Anda, kumpulkanlah daun-daun kering di halaman, singkirkanlah salju.16

Kami prihatin … dengan kebutuhan kita untuk menyediakan kesempatan-kesmepatan bermakna yang berkesinambungan bagi para remaja putra kita untuk merentang jiwa mereka dalam pelayanan. Remaja putra biasanya tidak menjadi tidak aktif di Gereja karena mereka diberi terlalu banyak hal bermakna untuk dilakukan. Tidak seorang remaja putra pun yang telah sungguh-sungguh menyaksikan bagi dirinya sendiri bahwa Injil bekerja dalam kehidupan orang akan meninggalkan kewajiban-kewajibannya dalam kerajaan dan membiarkannya terbengkelai.17

Saya berharap para remaja putri Gereja kita akan menanamkan sejak dini dalam kehidupan mereka kebiasaan pelayanan Kristiani. Ketika kita membantu orang lain dengan masalah mereka, hal itu menempatkan masalah kita dalam perspektif yang baru. Kami mengimbau para sister di Gereja—muda dan tua—agar “wajib terlibat” [A&P 58:27] dalam tindakan pelayanan tanpa gembar-gembor bagi teman-teman dan sesama. Setiap asas Injil membawa di dalamnya kesaksiannya sendiri bahwa itu adalah benar. Demikian juga adanya bahwa tindakan pelayanan membantu bukan saja si penerima pelayanan tersebut, tetapi juga mengembangkan si pemberi.18

Memberikan pelayanan yang tidak mementingkan diri menuntun kita pada kehidupan yang berlimpah

Pelayanan kepada sesama memperdalam dan mempermanis kehidupan ini sementara kita bersiap untuk hidup di dunia yang lebih baik. Melalui melayani kita belajar cara untuk melayani. Ketika kita terlibat dalam pelayanan kepada sesama kita, bukan saja tindakan kita membantu mereka, tetapi kita menempatkan masalah-masalah kita sendiri dalam perspektif yang lebih segar. Ketika kita lebih menyibukkan diri kita sendiri dengan sesama, ada lebih sedikit waktu untuk sibuk dengan diri kita sendiri! Di tengah mukjizat pelayanan, ada janji Yesus bahwa dengan kehilangan diri kita sendiri, kita menemukan diri kita! [lihat Matius 10:39].

Bukan saja kita “menemukan diri kita sendiri dalam artian mengakui bimbingan ilahi dalam kehidupan kita, tetapi semakin kita melayani sesama kita dengan cara-cara yang pantas, semakin penuhlah jiwa kita. Kita menjadi orang-orang yang lebih bermakna ketika kita melayani orang lain. Kita menjadi pribadi yang lebih bermakna ketika kita melayani orang lain—sesungguhnya, adalah lebih mudah “menemukan” diri kita sendiri karena ada lebih banyak dari diri kita untuk ditemukan! ….

… Hidup berkelimpahan yang disebutkan dalam tulisan suci [lihat Yohanes 10:10] adalah jumlah keseluruhan yang diperoleh dengan menggandakan pelayanan kita terhadap sesama dan dengan menanamkan bakat-bakat kita dalam pelayanan kepada Allah dan kepada manusia. Yesus berfirman, Anda tentunya ingat, bahwa pada kedua perintah utama bergantunglah semua hukum dan kitab para nabi, dan kedua perintah tersebut mencakup mengembangkan kasih kita bagi Allah, bagi diri sendiri, bagi sesama kita, dan bagi semua manusia [lihat Matius 22:36–40]. Tidak akan ada kelimpahan sejati dalam kehidupan yang tidak berhubungan dengan menaati dan melaksanakan kedua perintah besar itu.

Kecuali cara hidup kita mendekatkan kita kepada Bapa Surgawi kita dan kepada sesama kita, akan ada suatu kehampaan yang amat besar dalam kehidupan kita. Adalah menakutkan bagi saya untuk melihat, misalnya, bagaimana gaya hidup banyak orang dewasa ini menyebabkan mereka menjauhkan diri dari keluarga mereka serta teman-teman mereka dan teman sebaya mereka menuju suatu pengejaran tanpa akhir akan kenikmatan atau materialisme. Begitu sering kesetiaan kepada keluarga, komunitas, dan negara dikesampingkan untuk mendahulukan pengejaran lainnya yang secara keliru dipikir akan menghasilkan kebahagiaan ketika, kenyataannya, sifat mementingkan diri sering kali merupakan pengejaran terhadap kenikmatan yang patut dipertanyakan yang berlalu dengan begitu cepatnya. Satu perbedaan antara sukacita sejati dan kenikmatan semata adalah bahwa kenikmatan tertentu terealisasi hanya dengan mengakibatkan rasa sakit bagi orang lain. Sukacita, di sisi lain, muncul dari sifat tidak mementingkan diri dan pelayanan, dan itu bermanfaat bukannya melukai orang lain.19

Saya mengenal seorang pria yang setiap pemikirannya selama tiga perempat abad hanyalah ditujukan bagi dan mengenai dirinya sendiri .… Dia telah berupaya untuk mempertahankan hidupnya bagi dirinya sendiri, dan untuk mengumpulkan semua hal yang baik dalam kehidupan bagi perkembangan dan kenikmatannya sendiri. Anehnya, dalam usahanya untuk mempertahankan hidupnya bagi dirinya sendiri, … dia telah menyusut, kehilangan teman-temannya, dan kerabatnya sendiri menghindarinya bagaikan orang yang membosankan.

Dan kini, sewaktu kehidupan mulai mundur secara perlahan-lahan, dia menemukan dirinya berada sendirian, terlupakan, getir, tidak dikasihi, dan tidak diperhatikan, dan dengan mengasihani diri, dia hanya dapat berpikir mengenai satu orang saja, yaitu dirinya sendiri. Dia telah berupaya untuk menyimpan bagi dirinya sendiri waktu, bakatnya, dan hartanya. Dia telah kehilangan hidup yang berkelimpahan.

Di sisi lain, saya mengenal seseorang lain yang tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Setiap hasratnya adalah untuk perlindungan dan kesenangan mereka di sekitarnya. Tidak ada tugas terlalu besar, pengurbanan terlalu banyak baginya untuk diberikan bagi sesamanya. Hartanya mendatangkan kelegaan dari penderitaan jasmani; perkataan ramahnya dan kebaikan hatinya mendatangkan kenyamanan dan keceriaan serta keberanian. Kapan pun orang berada dalam kesulitan, dia bersedia, menceriakan yang putus asa, menguburkan yang meninggal, menghibur yang berduka, dan membuktikan diri sebagai seorang teman dalam setiap kebutuhan. Waktunya, hartanya, dan energinya dicurahkan bagi mereka yang membutuhkan bantuan. Setelah memberikan dirinya dengan sebebas-bebasnya, melalui tindakan yang sama dia telah menambah pada sosok mental, jasmani, dan moralnya hingga hari ini dia berdiri dalam usia senjanya sebagai kekuatan untuk kebaikan, teladan dan inspirasi bagi banyak orang. Dia telah berkembang dan tumbuh hingga dia diakui, dikasihi, dan dihargai di mana-mana. Dia telah memberikan hidup dan dengan cara yang nyata telah menemukan kehidupan yang berlimpah.20

Ketika perbedaan antara cara-cara dunia dan cara-cara Allah dipertajam oleh keadaan, iman para anggota Gereja akan diuji dengan lebih berat. Salah satu hal utama yang dapat kita lakukan adalah untuk menyatakan kesaksian kita melalui pelayanan, yang akan, pada gilirannya, menghasilkan pertumbuhan rohani, tekad yang lebih besar, dan kapasitas yang lebih besar untuk mematuhi perintah-perintah .…

Ada keamanan yang besar dalam kerohanian, dan kita tidak dapat memiliki kerohanian tanpa pelayanan!21

Jika kita mencari kebahagiaan sejati, kita harus mengarahkan energi kita untuk tujuan-tujuan yang lebih besar daripada minat kita sendiri. Marilah kita merenungkan dengan sungguh-sungguh bagaimana kita dapat secara efektif dan dengan penuh kasih memberikan pelayanan kepada keluarga, tetangga, dan sesama kita para Orang Suci.22

Saran untuk Pembelajaran dan Pengajaran

Pertimbangkan gagasan-gagasan ini sewaktu Anda mempelajari bab ini atau sewaktu Anda mempersiapkan untuk mengajar. Untuk bantuan tambahan, lihat halaman v–x.

  • Ulaslah kisah di halaman 96–98. Pertimbangkan dampak dari tindakan kebaikan hati Presiden Kimball yang sederhana. Apa yang dapat kita pelajari dari cara dia memberikan pelayanan tersebut?

  • Bagaimana Anda akan menjabarkan cara Juruselamat melayani sesama? (Untuk beberapa contoh, lihat halaman 98–99). Apa yang dapat kita lakukan untuk mengikuti teladan-Nya?

  • Bacalah alinea pertama pada bagian yang dimulai dari halaman 99. Kapankah Allah telah memenuhi kebutuhan Anda melalui orang lain? Apa yang dapat kita lakukan agar siap untuk memenuhi kebutuhan orang lain?

  • Dengan singkat ulaslah halaman 100–102, mencari rintangan-rintangan yang dapat menghindarkan kita dari memberikan pelayanan yang tak mementingkan diri. Bagaimana kita dapat mengatasi rintangan-rintangan ini?

  • Presiden Kimball mengajarkan bahwa kaum muda membutuhkan kesempatan untuk melayani (halaman 102–104). Mengapa ini demikian? Apa yang dapat dilakukan para orang tua dan pemimpin Gereja untuk menyediakan bagi kaum muda kesempatan yang bermakna untuk melayani?

  • Menurut Anda apa artinya memiliki “kehidupan yang berlimpah?” (Untuk beberapa contoh, lihat halaman 104–106). Mengapa pelayanan yang tidak mementingkan diri menuntun pada kehidupan yang berlimpah?

Tulisan Suci Terkait: Matius 25:40; Yakobus 1:27; Mosia 2:17; 4:14–16; A&P 88:123

Catatan

  1. Lihat “Small Acts of Service,” Ensign, Desember 1974, 7.

  2. Edward L. Kimball dan Andrew E. Kimball Jr., Spencer W. Kimball (1977), 334.

  3. Dalam Gordon B. Hinckley, “Do Ye Even So to Them,” Ensign, Desember 1991, 5.

  4. Seminar wakil regional, Maret 30, 1979, Arsip Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 3.

  5. “Jesus: The Perfect Leader,” Ensign, Agustus 1979, 6.

  6. “The Abundant Life,” Ensign, Juli 1978, 7.

  7. Ensign, Juli 1978, 5–6.

  8. Ensign, Desember 1974, 4, 5, 7.

  9. Dalam Conference Report, April 1976, 71; atau Ensign, Mei 1976, 47.

  10. The Teachings of Spencer W. Kimball, diedit oleh Edward L. Kimball (1982), 257.

  11. “How to Evaluate Your Performance,” Improvement Era, Oktober 1969, 16.

  12. The Miracle of Forgiveness (1969), 100.

  13. “President Kimball Speaks Out on Service to Others,” New Era, Maret 1981, 49.

  14. Ensign, Juli 1978, 4, 5.

  15. “President Kimball Speaks Out on Being a Missionary,” New Era, Mei 1981, 48.

  16. Dalam Conference Report, Oktober 1963, 38–39; atau Improvement Era, Desember 1963, 1073.

  17. Dalam Conference Report, April 1976, 68–69; atau Ensign, Mei 1976, 45.

  18. “Privileges and Responsibilities of Sisters,” Ensign, November 1978, 104.

  19. Ensign, Juli 1978, 3, 4.

  20. The Teachings of Spencer W. Kimball, 250–251.

  21. Ensign, Desember 1974, 5.

  22. “Seek Learning, Even by Study and Also by Faith,” Ensign, September 1983, 6.