2018
Teguh dan Tabah dalam Iman akan Kristus
November 2018


Teguh dan Tabah dalam Iman akan Kristus

Bertekun teguh dan tabah dalam iman akan Kristus mensyaratkan agar Injil Yesus Kristus meresap ke dalam hati dan jiwa seseorang.

Dalam sejarah Perjanjian Lama, kita membaca mengenai periode-periode berurutan ketika anak-anak Israel menghormati perjanjian mereka dengan Yehova dan menyembah Dia serta saat lainnya ketika mereka mengabaikan perjanjian itu dan memuja berhala atau Baal.1

Pemerintahan Ahab merupakan salah satu periode kemurtadan di kerajaan Israel di Utara. Nabi Elia pada suatu kesempatan memberi tahu Raja Ahab untuk mengumpulkan orang-orang Israel juga para nabi atau imam Baal di Gunung Karmel. Ketika orang-orang telah berhimpun, Elia berkata kepada mereka, “Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? [atau dengan kata lain, “Kapan kalian akan memutuskan sekali untuk selamanya?”] Kalau Tuhan itu Allah, ikutlah Dia, dan kalau Baal, ikutlah dia. Tetapi rakyat tidak menjawabnya sepatah kata pun.”2 Maka Elia mengarahkan agar baik dia maupun para nabi Baal menyembelih seekor lembu jantan muda dan menempatkannya di atas kayu api di altar mereka masing-masing tetapi “tidak boleh menaruh api.”3 Kemudian, “Biarlah kamu memanggil nama allahmu dan aku pun akan memanggil nama Tuhan. Maka allah yang menjawab dengan api, dialah Allah.” Seluruh rakyat menyahut, katanya ‘Baiklah demikian!’”4

Anda akan ingat bahwa para imam Baal sibuk berteriak-teriak kepada allah mereka yang tidak ada itu selama berjam-jam untuk mengirimkan api, tetapi “tidak ada suara, tidak ada yang menjawab.”5 Ketika tiba giliran Elia, dia memperbaiki altar Tuhan yang rusak, meletakkan kayu api dan persembahan di atasnya, dan kemudian menyuruh agar itu semua disirami dengan air, bukan sekali melainkan tiga kali. Tidak ada keraguan bahwa baik dia maupun kuasa manusia lain mana pun tidak dapat menyalakan apinya.

“Kemudian pada waktu mempersembahkan kurban petang, tampillah Nabi Elia dan berkata, ‘Ya Tuhan, Allah Abraham, Ishak, dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini .…

Lalu turunlah api Tuhan menyambar habis kurban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya.

Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: ‘Tuhan, Dialah Allah! Tuhan, Dialah Allah!’”6

Hari ini Elia mungkin berkata:

  • Apakah Allah, Bapa Surgawi kita, ada, atau Dia tidak ada, tetapi jika Dia ada, sembahlah Dia.

  • Apakah Yesus Kristus adalah Putra Allah, Penebus umat manusia yang dibangkitkan, atau bukan, tetapi jika Dia demikian adanya, ikutlah Dia.

  • Apakah Kitab Mormon adalah firman Allah, atau bukan, tetapi jika itu demikian adanya, maka “[jadilah] lebih dekat kepada Allah dengan [menelaah dan] menuruti ajaran-ajarannya.”7

  • Apakah Joseph Smith melihat dan berbincang dengan Bapa dan Putra pada hari musim semi tahun 1820 itu, atau tidak, tetapi jika demikian adanya, maka ikuti jubah kenabian tersebut, termasuk kunci-kunci pemeteraian yang aku, Elia, limpahkan ke atasnya.

Dalam konferensi umum yang terakhir, Presiden Russell M. Nelson menyatakan: “Anda tidak perlu bertanya-tanya mengenai apa yang benar [lihat Moroni 10:5]. Anda tidak perlu bertanya-tanya siapa yang dapat Anda percayai dengan aman. Melalui wahyu pribadi, Anda dapat menerima kesaksian Anda sendiri bahwa Kitab Mormon adalah firman Allah, bahwa Joseph Smith adalah seorang Nabi, dan bahwa ini adalah Gereja Tuhan. Terlepas dari apa yang orang lain katakan atau lakukan, tidak ada yang dapat mengambil kesaksian yang diberikan ke dalam hati dan pikiran Anda tentang apa yang benar.”8

Ketika Yakobus berjanji bahwa Allah “memberikan kepada semua orang dengan murah hati” yang mencari kebijaksanaan-Nya,9 dia juga memperingatkan:

“Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin.

Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.

Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.”10

Juruselamat kita, di sisi lain, merupakan teladan kestabilan yang sempurna. Dia berfirman, “Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.”11 Pertimbangkan deskripsi dari tulisan suci ini mengenai pria dan wanita yang, seperti Juruselamat, teguh dan tabah:

Mereka “diinsafkan pada kepercayaan yang sejati; dan mereka tidak akan meninggalkannya, karena mereka teguh, dan tabah, dan tak tergoyahkan, bersedia dengan segenap ketekunan untuk menaati perintah-perintah Tuhan.”12

“Pikiran mereka teguh, dan mereka menaruh kepercayaan mereka kepada Allah secara berkelanjutan.”13

“Dan lihatlah, kamu tahu sendiri, karena kamu telah menyaksikannya, bahwa sebanyak dari mereka yang dibawa pada pengetahuan tentang kebenaran … teguh dan tabah dalam iman, dan dalam hal dengan apa mereka telah dijadikan bebas.”14

“Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”15

Bertekun teguh dan tabah dalam iman akan Kristus mensyaratkan agar Injil Yesus Kristus meresap ke dalam hati dan jiwa seseorang, artinya bahwa Injil menjadi bukan saja satu di antara banyak pengaruh dalam kehidupan seseorang melainkan fokus yang mendefinisikan dari kehidupan dan karakternya. Tuhan berfirman:

“Kamu akan Aku berikan hati yang baru, dan roh yang baru dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.

Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.

Dan … kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu.”16

Inilah perjanjian yang kita buat melalui pembaptisan kita dan dalam tata cara bait suci. Tetapi sebagian belum lagi sepenuhnya menerima Injil Yesus Kristus ke dalam kehidupan mereka. Meskipun, seperti Paulus katakan, mereka “dikuburkan bersama-sama dengan [Kristus] oleh baptisan,” mereka masih kehilangan bagian itu bahwa “sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati …, demikian … kita akan hidup dalam hidup yang baru.”17 Injil masih belum mendefinisikan diri mereka. Mereka belum berpusat kepada Kristus. Mereka selektif mengenai ajaran dan perintah yang akan mereka ikuti serta kapan dan di mana mereka akan melayani di Gereja. Sebaliknya, adalah dalam menepati perjanjian-perjanjian mereka dengan ketepatan maka mereka “yang adalah orang pilihan menurut perjanjian”18 menghindari penipuan dan tetap teguh dalam iman akan Kristus.

Kebanyakan dari kita mendapati diri kita pada waktu ini di garis kontinuitas di antara peran serta yang termotivasi secara sosial dalam ritus Injil di satu sisi dan komitmen pada kehendak Allah yang sepenuhnya dikembangkan, yang seperti Kristus di sisi yang lain. Di suatu titik dalam garis kontinuitas itu, berita baik Injil Yesus Kristus memasuki hati kita dan menguasai jiwa kita. Itu mungkin tidak terjadi secara seketika, tetapi kita hendaknya semua bergerak ke arah keadaan yang diberkati itu.

Adalah menantang tetapi vital untuk tetap teguh dan tabah ketika kita mendapati diri kita dimurnikan “di tungku kesengsaraan,”19 sesuatu yang datang cepat atau lambat kepada kita semua dalam kefanaan. Tanpa Allah, pengalaman-pengalaman kelam ini mengarah pada patahnya semangat, keputusasaan, dan bahkan kegetiran. Dengan Allah, penghiburan menggantikan kepedihan, kedamaian menggantikan kekalutan, dan pengharapan menggantikan dukacita. Tetap teguh dalam iman akan Kristus akan mendatangkan kasih karunia dan dukungan-Nya yang menopang.20 Dia akan mengubah pencobaan menjadi berkat dan, dalam perkataan Yesaya, “perhiasan kepala ganti abu.”21

Perkenankan saya menyebutkan tiga contoh yang saya ketahui secara pribadi:

Ada seorang wanita yang menderita penyakit kronis, yang menguras tenaga, yang terus kambuh terlepas dari perawatan medis, berkat imamat, serta puasa dan doa. Meskipun demikian imannya pada kuasa doa dan kenyataan dari kasih Allah tidaklah memudar. Dia mendorong maju hari demi hari (dan terkadang jam demi jam) melayani sebagaimana dipanggil di Gereja dan, bersama suaminya, mengurus keluarga mudanya, tersenyum sebanyak dia mampu. Rasa ibanya bagi orang lain amat dalam, dimurnikan oleh penderitaannya sendiri, dan dia sering kali membenamkan dirinya dalam melayani orang lain. Dia terus tabah, dan orang merasa bahagia berada di sekitar dirinya.

Seorang pria yang tumbuh di Gereja, melayani sebagai misionaris penuh waktu, dan menikahi seorang wanita yang rupawan terkejut ketika beberapa saudara kandungnya mulai berbicara secara kritis mengenai Gereja dan Nabi Joseph Smith. Setelah beberapa waktu mereka meninggalkan Gereja dan mencoba untuk membujuknya agar ikut serta. Seperti yang sering kali terjadi dalam kasus seperti ini, mereka menghujani dia dengan tulisan esai, podcasts, dan video yang diproduksi oleh para pengecam, yang kebanyakan dari mereka juga adalah mantan anggota Gereja yang telah memisahkan diri. Saudara-saudara kandungnya mencemooh kepercayaannya, mengatakan kepadanya bahwa dia mudah tertipu dan disesatkan. Dia tidak memiliki jawaban bagi semua pernyataan tegas mereka, dan imannya mulai goyah di bawah penentangan yang tanpa henti tersebut. Dia bertanya-tanya apakah dia sebaiknya berhenti menghadiri Gereja. Dia berbicara dengan istrinya. Dia berbicara dengan orang-orang yang dia percayai. Dia berdoa. Sewaktu dia bermeditasi dalam keadaan pikirannya yang gundah, dia mengingat kejadian ketika dia merasakan Roh Kudus dan telah menerima kesaksian akan kebenaran melalui Roh. Dia menyimpulkan, “Jika saya jujur dengan diri sendiri, saya harus mengakui bahwa Roh telah menyentuh diri saya lebih dari sekali dan kesaksian dari Roh adalah nyata.” Dia merasakan nuansa kebahagiaan dan kedamaian yang diperbarui yang dirasakan juga oleh istri dan anak-anaknya.

Seorang suami dan istri yang telah secara konsisten dan dengan bahagia mengikuti nasihat para pembesar Umum dalam kehidupan mereka berduka karena kesulitan yang mereka alami untuk memiliki keturunan. Mereka menghabiskan dana yang cukup banyak bekerja dengan tenaga medis profesional yang kompeten dan, setelah beberapa waktu, mereka diberkati dengan seorang putra. Namun, tragisnya, setelah hanya sekitar satu tahun, bayi tersebut menjadi korban kecelakaan yang bukan salah siapa pun namun yang menyebabkannya berada dalam kondisi semikoma, dengan kerusakan otak yang signifikan. Dia telah menerima perawatan terbaik, tetapi para dokter tidak dapat meramalkan bagaimana segalanya akan bergulir ke depannya. Anak yang pasangan ini upayakan dengan keras dan untuknya berdoa begitu sungguh-sungguh telah diambil, dan mereka tidak tahu apakah dia akan pernah kembali kepada mereka. Mereka saat ini bergumul untuk merawat kebutuhan kritis bayi mereka sementara memenuhi tanggung jawab mereka lainnya. Di momen yang teramat sulit ini, mereka telah berpaling kepada Tuhan. Mereka bersandar pada “roti harian” yang mereka terima dari-Nya. Mereka dibantu oleh teman-teman dan keluarga yang penuh rasa iba serta diperkuat oleh berkat-berkat imamat. Mereka telah menjadi semakin dekat sebagai pasangan, persatuan mereka mungkin kini lebih dalam dan lebih lengkap daripada yang dimungkinkan dalam keadaan lain.

Tanggal 23 Juli 1837, Tuhan mengarahkan sebuah wahyu kepada Presiden Kuorum Dua Belas Rasul saat itu, Thomas B. Marsh. Itu mencakup yang berikut:

“Dan berdoalah bagi saudara-saudaramu Dua Belas. Berilah mereka petuah dengan tajam demi nama-Ku, dan biarlah mereka diberi petuah untuk segala dosa mereka, dan jadilah kamu setia di hadapan-Ku demi nama-Ku.

Dan setelah cobaan mereka, dan banyak kesukaran, lihatlah, Aku, Tuhan, akan menyelami mereka, dan jika mereka tidak mengeraskan hati mereka, dan tidak mendegil menentang-Ku, mereka akan diinsafkan, dan Aku akan menyembuhkan mereka.”22

Saya percaya asas-asas yang dinyatakan dalam ayat-ayat ini berlaku bagi kita semua. Godaan dan kesukaran yang kita alami, ditambah pengujian lainnya yang Tuhan rasa pantas ditimpakan, dapat menuntun kita pada keinsafan dan penyembuhan kita yang penuh. Tetapi ini terjadi jika, dan hanya jika, kita tidak mengeraskan hati kita atau bersikap degil terhadap Dia. Jika kita tetap teguh dan tabah, apa pun yang terjadi, kita mencapai keinsafan yang Juruselamat maksudkan ketika Dia berkata kepada Petrus, “Jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu,”23 suatu keinsafan yang begitu lengkap sehingga itu tidak dapat diubah. Penyembuhan yang dijanjikan adalah penahiran dan pengudusan dari jiwa kita yang terluka oleh dosa, yang menjadikan kita suci.

Saya diingatkan oleh nasihat para ibu kita: “Makanlah sayurmu; itu baik bagimu.” Para ibu kita benar, dan dalam konteks ketabahan dalam iman, “memakan sayur kita” berarti berdoa terus-menerus, mengenyangkan diri dengan tulisan suci setiap hari, melayani dan beribadah di Gereja, dengan layak mengambil sakramen setiap minggu, mengasihi sesama Anda, dan memikul salib Anda dalam kepatuhan kepada Allah setiap hari.24

Ingatlah selalu janji akan hal-hal baik yang akan datang, baik sekarang maupun sesudah kehidupan ini, bagi mereka yang teguh dan tabah dalam iman akan Kristus. Ingatlah “kehidupan kekal dan sukacita para orang suci.”25 “Hai kamu semua yang murni hatinya, angkatlah kepalamu dan terimalah firman Allah yang menyenangkan, dan kenyangkanlah diri dengan kasih-Nya; karena kamu boleh, jika pikiranmu teguh, selamanya.”26 Dalam nama Yesus Kristus, amin.