2011
Penatua W. Christopher Waddell
Mei 2011


Penatua W. Christopher Waddell

Dari Tujuh Puluh

Gambar
Elder W. Christopher Waddell

Sebuah asas bimbingan tak tertulis dalam keluarga Penatua Wayne Christopher Waddell adalah selalu, “Percaya kepada Tuhan.”

“Sewaktu Anda percaya kepada Tuhan, Anda tidak harus mencemaskan tentang perubahan besar,” kata Penatua Waddell mengenai kisaran dan putaran kehidupan yang tidak diharapkan. “Kita tahu Dia memiliki minat terbaik kita sebagai motivasi-Nya, dan kita akan diberkati.”

Penatua Waddell lahir pada Juni 1959 di Manhattan Beach, California, AS, dan adalah putra dari Wayne serta Joann Waddell. Dia menerima gelar sarjana sejarah dari Universitas San Diego State, di mana dia juga bermain bola voli. Dia telah bekerja dalam banyak jabatan di sebuah firma layanan investasi global.

Penatua Waddell menikahi Carol Stansel pada 7 Juni 1984, di Bait Suci Los Angeles, California. Mereka memiliki empat anak. Kesatuan adalah yang utama dalam keluarga Waddell. Mereka menghubungkan kesatuan itu dengan berjuang mengikuti Injil Juruselamat dalam rumah mereka. Kegiatan keluarga juga penting—melewatkan waktu bersama di pantai di dekat rumah mereka dan menonton peristiwa olahraga sebagai sebuah keluarga.

Sebelum pemanggilannya pada Kuorum Pertama Tujuh Puluh, Penatua Waddell melayani sebagai misionaris penuh waktu di Spanyol, uskup, anggota dewan tinggi, penasihat presiden misi, presiden pasak, presiden Misi Spanyol Barcelona, dan Area Tujuh Puluh.

Penatua Waddell mengatakan bahwa setiap pengalaman membangun di atas pengalaman sebelumnya dan masing-masing terus menambah “harta kesaksian” yang di dalamnya dia bersandar untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan.

Ketika berbicara mengenai persiapan untuk panggilannya yang baru, Penatua Waddell berbicara mengenai bait suci.

“Apa yang mempersiapkan diri kita untuk ini? Ketika kita pergi ke bait suci untuk pertama kali dan membuat perjanjian-perjanjian, kita berikrar untuk bersedia melakukan apa pun yang Tuhan minta kepada kita, bahkan jika itu tidak menyenangkan,” katanya. “Pergi ke bait suci, melayani misi, membuat perjanjian-perjanjian, dan kemudian melihat tangan-Nya dan bagaimana Dia mengarahkan pekerjaan itu—itulah semua yang Anda butuhkan. Kita tidak mengerjakan apa pun yang unik; kita menaati perjanjian-perjanjian yang telah kita buat, sama seperti setiap orang lainnya.”