2006
Kuasa Kesabaran
November 2006


Kuasa Kesabaran

Kesabaran dapat dianggap sebagai gerbang kebajikan, yang mendukung pertumbuhan dan kekuatan dari sesama kebajikan lainnya seperti pengampunan, toleransi, dan iman.

Betapa bersyukurnya saya untuk tulisan suci zaman akhir yang berkenaan dengan kebajikan Kristiani yang utama.

Kitab Mormon memberikan wawasan ke dalam hubungan antara kesabaran dan kasih yang murni. Mormon, setelah menunjukkan bahwa jika seseorang “tidak mempunyai kasih yang murni; ia tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu ia harus mempunyai kasih yang murni,” melanjutkan dengan menyebutkan 13 unsur kasih yang murni, atau kasih murni Kristus. Saya menemukannya paling menarik bahwa 4 dari 13 unsur kebajikan yang harus dimiliki ini terkait dengan kesabaran (lihat Moroni 7:44–45).

Pertama, “kasih yang murni itu panjang sabar.” Itulah kesabaran sesungguhnya. Kasih yang murni “tidak mudah tersinggung” adalah aspek lainnya dari sifat ini, sebagaimana halnya “kasih yang murni menanggung segala sesuatu.” Dan yang terakhir, kasih yang murni “sabar menanggung segala sesuatu” sudahlah pasti merupakan ekspresi kesabaran. Dari unsur-unsur penting ini terbukti bahwa tanpa kesabaran yang mengangkat jiwa kita, kita menjadi benar-benar kurang menghormati sifat-sifat seperti Kristus.

Di dalam Alkitab, Ayub memberikan potret klasik tentang kesabaran. Menghadapi hilangnya hartanya yang besar, termasuk anak-anaknya, Ayub mampu, karena imannya yang tak tergoyahkan, menyatakan, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.” Melalui segala penderitaan dan rasa sakitnya, “Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut” (Ayub 1:21–22).

Betapa sering kita mendengarkan jiwa-jiwa yang tertindas dengan konyol bertanya, “Bagaimana Allah melakukan hal ini kepada saya?” ketika sesungguhnya mereka harus memohon kekuatan untuk “memikul” dan “menanggung” segala sesuatu.

Contoh terbesar dari tulisan suci mengenai kesabaran terdapat dalam kehidupan Yesus Kristus. Panjang sabar, dan ketahanan-Nya paling baik ditunjukkan pada malam yang mengerikan di Getsemani sewaktu Dia berkata, dalam derita penebusan-Nya, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu daripada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:39). Dia benar-benar menahan, memikul, dan menanggung segala sesuatu.

Sewaktu terpaku di atas salib di Kalvari, Kristus melanjutkan teladan-Nya yang sempurna dalam hal kesabaran sewaktu Dia mengucapkan kata-kata yang luar biasa ini, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34).

Teladan kesabaran ini memiliki makna yang lebih besar bagi kita ketika kita merenungkan nasihat yang terdapat di dalam Kitab 3 Nefi: “Karena itu, harus menjadi orang yang bagaimanakah kamu ini? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Bahkan seperti Aku” (3 Nefi 27:27).

Beberapa tulisan menguraikan pentingnya kesabaran. Izinkan saya menyebutkan beberapa di antaranya:

“Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19).

“Meskipun demikian Tuhan menganggap patut untuk menegur umat-Nya, ya, Ia menguji kesabaran dan iman mereka” (Mosia 23:21).

Dalam Kitab Mosia, Raja Benyamin mengajar kita bahwa kita akan menjadi manusia duniawi musuh Allah sampai kita menyerah kepada ajakan Roh Kudus melalui kesabaran kita, ditambah dengan kebajikan lainnya (lihat Mosia 3:19).

Joseph Smith menyatakan, “Kesabaran adalah sifat surgawi” (History of the Church, 6:427).

Apakah kesabaran penting dan berguna dalam perenungan dan pencarian kita? Tentu saja, jika kita ingin menghindari klasifikasi memalukan “tidak berarti apa-apa” yang digunakan untuk menjuluki mereka yang tidak memiliki kasih yang murni. Itu adalah saat ketika kita berhasrat untuk mengurangi manusia duniawi musuh Allah. Itu adalah saat ketika kita ingin memiliki sifat surgawi. Itu adalah saat ketika kita berusaha untuk mengikuti cara Kristus.

Manusia duniawi dan yang tidak sabar terdapat di sekitar kita. Kita melihatnya terwujud dalam berita-berita mengenai orang tua, dalam kekerasan, memperundung anak, bahkan sampai mati. Di jalan-jalan raya kita, kejadian-kejadian yang berkenaan dengan ketidaksabaran berkendara atau kemarahan di jalan mengakibatkan bahaya kekerasan dan kadang-kadang bersifat fatal.

Di tingkat yang tidak terlalu dramatis namun jauh lebih umum, kemarahan dan kata-kata kasar diucapkan sebagai tanggapan terhadap antrean pelanggan yang berjalan lambat, dering telepon yang menawarkan sesuatu secara terus-menerus, atau anak-anak yang enggan menanggapi petunjuk kita. Tidakkah salah satu dari hal ini biasa terdengar?

Untung saja, ada banyak kisah yang jarang dilaporkan namun menakjubkan untuk direnungkan mengenai kesabaran. Baru-baru ini, saya menghadiri pemakaman seorang sahabat seumur hidup saya. Putranya menuturkan sebuah kisah yang indah mengenai kesabaran orang tuanya. Sewaktu sang putra itu masih muda, ayahnya memiliki toko penjualan sepeda motor. Suatu hari mereka menerima kiriman sepeda motor baru yang masih mengkilap, dan mereka menyusunnya berjejer dalam toko itu. Anak lelaki itu melakukan apa yang semua anak laki-laki ingin lakukan dan dia menaiki salah satu sepeda motor yang terdekat. Dia bahkan menghidupkan mesinnya. Kemudian, ketika dia menyadari dia telah melakukan sesuatu melampaui batas yang diperkenankan, dia melompat turun. Tanpa dia sangka, hentakannya menjatuhkan sepeda motor pertama. Kemudian, seperti sebaris domino, semua sepeda motor itu jatuh, menimpa yang lainnya. Ayahnya mendengar kegaduhan itu dan melihat keluar dari balik partisi, dari tempat dia sedang bekerja. Secara perlahan, dengan tersenyum dia berkata, “Baik ‘nak, kita lebih baik memperbaiki satu motor dan menjualnya, agar kita dapat membayar untuk motor lainnya.”

Saya pikir tanggapan sahabat saya itu merupakan contoh sempurna dari kesabaran orang tua.

Kesabaran dapat dianggap sebagai gerbang kebajikan, yang mendukung pertumbuhan dan kekuatan dari sesama kebajikan lainnya seperti pengampunan, toleransi, dan iman. Ketika Petrus bertanya kepada Kristus tentang berapa kali dia seharusnya mengampuni saudaranya, Kristus menjawab “Tujuh puluh kali tujuh kali,” daripada hanya tujuh kali seperti yang telah diajukan oleh Petrus (lihat Matius 18:21–22). Untuk mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali tentu saja membutuhkan kesabaran yang besar.

Penatua Neal A. Maxwell menghubungkan kesabaran dan iman secara bersamaan saat dia mengajarkan: “Kesabaran terkait sangat erat dengan iman kepada Bapa Surgawi kita. Sesungguhnya, ketika kita terlalu tidak sabar, kita sedang menunjukkan bahwa kita mengetahui apa yang terbaik—lebih baik daripada Allah. Atau, setidaknya, kita sedang menyatakan bahwa waktu kita adalah lebih baik daripada waktu-Nya” (“Patience,” Ensign, Oktober 1980, 28).

Kita dapat tumbuh dalam iman hanya jika kita bersedia menantikan dengan sabar tujuan dan pola Allah untuk disingkapkan dalam kehidupan kita, pada waktu-Nya.

Karena ketidaksabaran begitu alami, bagaimana kita mengembangkan kebajikan ilahi kesabaran? Bagaimana kita mengubah perilaku kita dari manusia duniawi menjadi sabar, seperti teladan sempurna kita, Yesus Kristus?

Pertama, kita harus memahami bahwa untuk melakukan hal itu adalah perlu, jika kita ingin sepenuhnya menikmati berkat-berkat dari Injil yang dipulihkan. Pemahaman semacam itu dapat memotivasi kita untuk:

  1. Membaca setiap tulisan suci yang terdaftar dalam Topical Guide di bawah topik kesabaran dan kemudian merenungkan teladan kesabaran Kristus.

  2. Mengevaluasi diri kita untuk menentukan di mana kita berada dalam skala kesabaran. Seberapa besar lagi kesabaran yang kita perlukan untuk menjadi lebih seperti Kristus? Penilaian terhadap diri sendiri ini adalah sulit. Kita dapat saja meminta pasangan kita atau anggota keluarga lainnya untuk membantu kita.

  3. Menjadi peka terhadap contoh-contoh kesabaran dan ketidaksabaran yang terjadi di sekitar kita setiap hari. Kita harus berusaha untuk meneladani orang-orang yang kita anggap sabar.

  4. Bertekad kembali setiap hari untuk menjadi lebih sabar, dan memastikan untuk tetap melibatkan anggota keluarga dalam proyek kesabaran kita.

Ini kedengarannya seperti pekerjaan besar, namun, untuk mencapai gol berharga apa pun membutuhkan kerja keras. Dan mengatasi manusia duniawi serta berusaha menjadi seperti Kristus dalam kesabaran kita merupakan tujuan yang paling tepat. Saya berdoa agar kita mengikuti jalan ini dengan ketekunan dan pengabdian.

Saya bersaksi bahwa Yesus adalah Kristus dan bahwa Dia berdiri sebagai kepala Gereja ini, membimbing kita melalui seorang nabi yang hidup dan memberkati setiap upaya kita untuk menjadi lebih seperti Kristus. Dan saya bersaksi dalam nama kudus Yesus Kristus, amin.