2013
Permadani Cerita
Juli 2013


Permadani Cerita

Siapa yang tahu begitu banyak cerita dapat terbungkus dalam satu permadani?

“Kita sebagai anak-anak dapat mencari orang terkasih kita, melestarikan nama dan kenangan mereka” (“Truth from Elijah,” Children’s Songbook, 90–91).

Katy meloncat-loncat di sepanjang trotoar menuju pohon oak besar di sudut jalan. Pohon itu menjadikan rumah Nenek mudah ditemukan.

Seperti biasa, Nenek sedang duduk di ruang tamu, dengan tenang menjalin dan menjahit potongan-potongan kain berwarna cerah. Lantai kayu yang dipoles di rumah Nenek dihiasi dengan permadani indah yang Nenek buat sendiri.

“Halo, sayang,” kata Nenek saat Katy masuk. Segera mereka berbicara tentang apa yang Nenek sebut “dahulu kala.” Mereka melihat foto-foto hitam putih bersama. Katy khususnya suka melihat pakaian dan gaya rambut yang para kerabatnya kenakan ketika mereka masih muda.

“Segala sesuatunya sangat berbeda dahulu,” kata Nenek sambil menghela napas. “Anda tahu, kami tidak punya mobil atau TV atau telepon genggam.”

Katy bahkan tidak bisa membayangkan harus berjalan kaki ke mana-mana. “Apa yang Anda lakukan untuk bersenang-senang, Nenek?” tanya Katy.

“Kami senang bernyanyi bersama. Kami akan berkumpul di sekitar piano di malam hari dan menyanyikan lagu-lagu kegemaran kami. Terkadang kami bernyanyi sampai suara kami serak! Itu adalah saat yang menyenangkan.”

Nenek memandang keluar ke halaman seolah-olah dia bisa mengulang tahun-tahun dan menyaksikannya lagi.

Katy duduk di samping permadani yang tergulung yang jatuh dari pangkuan Nenek. Dia menelusuri jahitan rapi dengan jari-jarinya.

“Saya sudah berpikir”, kata Nenek perlahan, “apakah Anda ingin membuat permadani Anda sendiri?”

Katy melompat dan bertepuk tangan.

“Saya mau, Nenek! Bisakah kita mulai hari ini?”

Nenek terkekeh. “Nah, ada sesuatu yang Anda perlu lakukan terlebih dahulu. Pulanglah dan kumpulkan pakaian bekas yang dapat kita gunting menjadi potongan-potongan kain.”

Matanya bersinar saat dia mencondongkan tubuhnya ke arah Katy, suaranya pelan seolah-olah dia sedang berbagi rahasia.

“Itulah yang menjadikan permadaninya istimewa. Karena itu dibuat dari pakaian, permadaninya dapat menceritakan kisah hidup Anda. Setiap jalinan seperti sebuah bab dalam buku tentang Anda. Melihat kain sebuah gaun tua dapat membantu Anda mengingat tempat-tempat dimana Anda mengenakannya dan apa yang Anda lakukan ketika mengenakannya.”

Mata Katy membelalak. Dia menunjuk pada permadani yang sedang Nenek jalin.

“Apakah Anda ingat semua tentang kain di permadani ini?”

Nenek tersenyum. “Tentu saja saya ingat! Kain merah ini berasal dari gaun yang saya kenakan ketika Anda lahir. Saya ingat menekankan hidung saya ke jendela kaca di kamar bayi agar bisa melihat Anda lebih dekat. Anda masih berwarna merah muda dan penuh keriput.”

Katy dan Nenek tertawa bersama sewaktu Nenek terus menceritakan kepada Katy cerita-cerita dari permadani. Segera setelah Katy pulang malam itu, dia dan Mama menyisihkan pakaian-pakaian bekas yang dapat Katy gunakan.

Keesokan harinya, Katy membawa pakaian-pakaian itu ke rumah Nenek. Nenek memperlihatkan Katy bagaimana cara menggunting kain menjadi potongan-potongan panjang, menjalinnya, dan menjahit jalinan bersama.

Setiap hari sepulang sekolah, Katy pergi mengerjakan permadaninya di rumah Nenek.

Sedikit demi sedikit, permadaninya bertambah besar. Seiring dengan berlalunya waktu, Katy belajar banyak cerita Nenek dan mengingatnya. Terkadang dia yang menceritakan banyak cerita kepada Nenek.

Pada suatu hari, setelah menambahkan bagian biru pada permadaninya yang dahulunya adalah celana jeans kesayangannya, Katy mengusap telapak tangannya di jalinan penuh warna itu.

“Apakah menurutmu permadani itu hampir selesai?” tanya Nenek, sambil mendongak dari pekerjaannya.

“Belum,” jawab Katy sambil tersenyum. Dia tidak pernah ingin waktu bersama Nenek ini untuk berakhir.

Ilustrasi oleh G. Bjorn Thorkelson