Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 19: Komitmen Kita kepada Allah


Bab 19

Komitmen Kita kepada Allah

“Kehidupan yang berhasil … memerlukan komitmen—komitmen yang sepenuh jiwa, yang dipegang teguh, yang dihormati secara kekal terhadap asas-asas yang kita tahu adalah benar dalam perintah-perintah yang telah Allah berikan.”

Dari Kehidupan Howard W. Hunter

Ketika Howard W. Hunter dipanggil untuk menjadi anggota Kuorum Dua Belas Rasul, dia menyatakan, “Saya menerima, tanpa keraguan, pemanggilan … yang diberikan kepada saya, dan saya bersedia mengabdikan kehidupan saya dan segala yang saya miliki pada pelayanan ini.”1

Penatua Hunter hidup setia pada komitmennya. Setelah dia ditahbiskan sebagai Rasul, dia kembali ke California untuk menyelesaikan kewajiban Gereja dan bisnis dan untuk memulai persiapan pindah ke Salt Lake City. Sulit bagi Penatua dan Sister Hunter meninggalkan keluarga dan teman-teman mereka di Kalifornia?—dan bagi Penatua Hunter untuk meninggalkan praktik hukumnya. Sewaktu dia mengakhiri kariernya sebagai pengacara, dia menulis:

“Hari ini saya menyelesaikan sebagian besar pekerjaan saya di kantor. Hampir semua urusan yang tertunda terselesaikan. Saya sendirian di kantor hari ini dengan kesadaran bahwa praktik hukum saya kini berakhir. Saya membuat catatan mengenai sejumlah arsip dan meninggalkannya di atas meja .… Saya merasa mual sewaktu saya meninggalkan kantor. Saya telah menikmati praktik hukum dan itu telah menjadi kehidupan saya selama beberapa tahun terakhir, tetapi terlepas dari hal ini saya senang dan bahagia menanggapi pemanggilan besar yang telah datang kepada saya di Gereja.”2

Penatua Hunter mengetahui dari pengalaman pribadi bahwa “tunduk pada kehendak Bapa kita tidak selalu mudah.”3 Walaupun demikian, dia mengetahui pentingnya berkomitmen penuh kepada Allah. Mengenai komitmen itu, dia menulis: “Sebagian besar orang tidak memahami mengapa orang dari kepercayaan agama kita menanggapi pemanggilan yang diberikan untuk melayani atau komitmen yang kita buat untuk memberikan segala yang kita miliki. Saya telah menikmati sepenuhnya praktik hukum, tetapi panggilan ini yang telah datang kepada saya ini jauh lebih penting daripada kiprah profesi atau keuntungan keuangan.”4

Gambar
wanita dengan tas belanjaan

Salah satu cara kita dapat menunjukkan “komitmen mutlak” dan “pengabdian penuh” kita adalah dengan melayani mereka yang membutuhkan.

Ajaran-Ajaran Howard W. Hunter

1

Bapa kita di Surga menuntut komitmen mutlak kita, bukan sekadar suatu kontribusi.

Sewaktu saya memikirkan berkat-berkat yang telah Allah berikan kepada kita dan banyak keindahan dari Injil Yesus Kristus, saya sadar bahwa dalam kehidupan kita diminta untuk memberikan kontribusi tertentu sebagai imbalannya, kontribusi waktu atau uang atau sumber lainnya. Ini semuanya dihargai dan semuanya perlu, tetapi itu belum merupakan persembahan penuh kita kepada Allah. Pada akhirnya, yang akan Bapa kita di Surga minta dari kita lebih daripada sekadar suatu kontribusi; itu adalah komitmen mutlak, pengabdian penuh, segala yang kita miliki dan segala yang dapat kita capai.

Mohon pahami bahwa saya bukan berbicara hanya tentang komitmen pada Gereja dan kegiatan-kegiatannya, walaupun itu selalu perlu untuk diperkuat. Bukan, saya berbicara lebih khusus tentang komitmen yang ditunjukkan dalam perilaku pribadi kita, dalam integritas pribadi kita, dalam loyalitas kita kepada rumah dan keluarga serta komunitas, seperti juga kepada Gereja .…

Izinkan saya mengungkit secara singkat satu saja dari contoh-contoh luar biasa dari tulisan suci di mana tiga orang yang relatif muda membela asas-asas mereka dan berpegang pada integritas mereka meskipun tampaknya jelas bahwa melakukannya akan mengancam nyawa mereka.

Kira-kira 586 tahun sebelum Kristus, Nebukadnezar, raja Babilon, menyerbu kota Yerusalem dan menaklukkannya. Dia begitu terkesan dengan kualitas dan pembelajaran anak-anak Israel sehingga dia menyuruh beberapa dari mereka dibawa ke sidang balairung raja [di Babilon].

Kesusahan datang kepada bangsa Israel pada hari Nebukadnezar membuat patung berhala emas dan memerintahkan semua di provinsi Babilon untuk menyembahnya, perintah yang oleh tiga pemuda Israel—Sadrakh, Mesakh, dan Abednego—ditolak dengan tenang. Raja dengan “marahnya dan geramnya” menuntut agar mereka dibawa ke hadapannya (Daniel 3:13). Dia memberi tahu mereka bahwa jika mereka tidak menyembah patung emas tersebut pada saat yang ditentukan, “kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala.” Kemudian dengan sedikit puas diri dia bertanya, “Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?” [Daniel 3:15].

Ketiga pemuda itu menjawab dengan sopan tetapi tanpa ragu:

“Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami,” mereka berkata, “ [karena engkau mengancam kami dengan kematian,] maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja;

Tetapi seandainya tidak [jika karena alasan apa pun Dia memilih untuk tidak menyelamatkan kami dari api], hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” [Daniel 3:17–18].

Tentu saja Nebukadnezar semakin marah lagi dan memerintahkan agar salah satu perapian dipanaskan hingga tujuh kali lipat temperatur normalnya. Kemudian dia memerintahkan agar ketiga pemuda yang gagah berani ini dilemparkan berpakaian penuh ke tengah-tengah api. Sesungguhnya, raja begitu bersikukuh dan nyala api begitu panas sehingga para prajurit yang membawa Sadrakh, Mesakh, dan Abednego jatuh mati karena panasnya perapian sewaktu mereka melemparkan tawanan mereka ke depan.

Kemudian terjadilah salah satu mukjizat besar itu yang setiap yang setia berhak terima sesuai kehendak Allah. Ketiga pemuda ini berdiri dan berjalan-jalan dengan tenang di tengah-tengah perapian dan tidak terbakar. Sesungguhnya, ketika mereka kemudian dipanggil sendiri ke luar dari perapian oleh raja yang tercengang itu, pakaian mereka tidak ternoda, kulit mereka tanpa bekas dari luka bakar apa pun, tidak sehelai rambut pun di kepala mereka hangus. Bahkan bau asap pun tidak ada pada para pemuda yang berani dan berkomitmen ini.

“Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego!” Raja berkata, yang “telah … melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, … yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah mana pun kecuali Allah mereka.

… Lalu raja memberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di wilayah Babel.” (Daniel 3:28, 30).

Kemampuan untuk membela asas seseorang, untuk hidup dengan integritas dan iman sesuai keyakinan seseorang—itulah yang terpenting, itulah perbedaan antara kontribusi dan komitmen. Pengabdian itu terhadap asas yang benar—dalam kehidupan individu kita, dalam rumah tangga dan keluarga kita, serta di semua tempat di mana kita bertemu dan memengaruhi orang lain—pengabdian itulah yang akhirnya Allah mintakan dari kita .…

Kehidupan yang berhasil, kehidupan yang baik, kehidupan Kristiani yang saleh menuntut yang lebih daripada suatu kontribusi, walaupun setiap kontribusi berharga. Pada akhirnya itu memerlukan komitmen—komitmen yang sepenuh jiwa, yang dipegang teguh, yang dihormati secara kekal terhadap asas-asas yang kita tahu adalah benar dalam perintah-perintah yang telah Allah berikan .…

Jika kita mau jujur dan setia pada prinsip-prinsip kita, berkomitmen pada kehidupan yang jujur dan berintegritas, maka tidak ada raja atau perbantahan atau tungku berapi akan mampu membuat kita berkompromi. Demi keberhasilan kerajaan Allah di bumi, semoga kita berdiri sebagai saksi bagi Dia “di segala waktu dan dalam segala hal, dan di segala tempat di mana [kita] boleh berada, bahkan sampai kematian.” (Mosia 18:9).5

2

Berkomitmenlah untuk mematuhi Tuhan terlepas dari apa yang orang lain putuskan untuk lakukan.

Ketika Yosua diarahkan untuk menghancurkan kota Yerikho yang terletak di hadapan [suku-suku Israel], tembok-tembok besar kota berdiri sebagai penghalang yang mengganggu dan secara fisik mustahil bagi keberhasilan Israel—atau paling tidak tampaknya demikian. Tanpa mengetahui caranya, tetapi yakin akan tujuan akhirnya, Yosua melaksanakan petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya oleh seorang utusan Tuhan. Komitmennya adalah pada kepatuhan yang mutlak. Kepeduliannya adalah untuk melakukan persis seperti yang diperintahkan kepadanya, agar janji Tuhan akan digenapi. Petunjuk-petunjuknya tidak diragukan lagi tampak aneh, tetapi imannya terhadap hasil yang akan dicapai mendorong dia maju. Hasilnya, tentu saja, adalah mukjizat lain dalam rangkaian panjang mukjizat yang dialami oleh bangsa Israel saat mereka dipimpin selama bertahun-tahun oleh Musa, oleh Yosua, dan oleh banyak nabi lain yang berkomitmen untuk mengikuti perintah dan arahan Tuhan.

Sewaktu Yosua dan orang-orangnya mendekati Yerikho, petunjuk-petunjuk Tuhan diikuti secara tepat, dan menurut laporan tulisan suci, “maka runtuhlah tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu.” (Yosua 6:20).

Catatan menyatakan bahwa setelah Israel beristirahat dari peperangan dengan para musuh mereka, Yosua, yang saat itu sangat tua, memanggil seluruh Israel berkumpul. Dalam amanat perpisahannya dia mengingatkan kepada mereka bahwa mereka berjaya karena Allah telah berperang untuk mereka, tetapi jika mereka sekarang berhenti melayani Tuhan dan menaati hukum-Nya mereka akan dihancurkan .…

Pemimpin militer dan rohani yang hebat ini kemudian mengimbau suatu komitmen, dan membuatnya bagi dirinya sendiri dan bagi keluarganya: “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; … tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!” (Yosua 24:15).

Inilah sebuah pernyataan luar biasa berupa komitmen penuh dari seseorang kepada Allah; dari seorang nabi terhadap hasrat Tuhan; dari Yosua si manusia kepada Allahnya, yang sebelumnya telah berkali-kali memberkati kepatuhannya. Dia memberi tahu orang Israel bahwa terlepas dari apa pun yang mereka putuskan, dia akan melakukan apa yang dia ketahui adalah benar. Dia mengatakan bahwa keputusannya untuk melayani Tuhan tidak bergantung pada apa pun yang mereka putuskan; bahwa tindakan mereka tidak akan berdampak pada keputusannya; bahwa komitmennya untuk melakukan kehendak Tuhan tidak akan diubah oleh apa pun yang akan mereka atau siapa pun lakukan. Yosua secara teguh memegang kendali atas tindakan-tindakannya dan matanya terfokus pada perintah-perintah Tuhan. Dia berkomitmen pada kepatuhan.6

Gambar
Abraham dan Ishak

“Betapa Tuhan sangat berkenan ketika Abraham … melakukan sebagaimana dia diperintahkan, tanpa bertanya dan tanpa ragu.”

3

Putuskan sekarang untuk memilih jalan kepatuhan yang ketat.

Setelah memiliki pemahaman tentang hukum Injil dan kehendak Tuhan melalui membaca dan menelaah tulisan suci serta perkataan para nabi, kemudian datanglah pemahaman lebih lanjut tentang alasan mengapa kepatuhan sering dirujuk sebagai hukum utama surga dan mengapa kepatuhan diperlukan agar bisa diselamatkan. Ini membawa kita pada ujian terbesar. Apakah kita bersedia menjadi patuh secara mutlak pada hukum Allah? Ada saatnya dalam kehidupan kita ketika keputusan yang pasti harus diambil.7

Pastilah Tuhan menyukai, lebih daripada apa pun, suatu kebulatan tekad yang tak tergoyahkan untuk mematuhi nasihat-Nya. Pastilah pengalaman para nabi yang hebat di masa Perjanjian Lama telah dicatat untuk membantu kita memahami pentingnya memilih jalan kepatuhan yang ketat. Betapa Tuhan sangat berkenan ketika Abraham, setelah menerima arahan untuk mengurbankan putra satu-satunya, Ishak, melakukan sebagaimana dia diperintahkan, tanpa bertanya dan tanpa ragu. Catatan menyatakan bahwa Allah berfirman kepada Abraham:

“Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kejadian 22:2).

Ayat berikutnya hanya menyatakan,

“Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham … memanggil … Ishak, anaknya … dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.” (Kejadian 22:3).

Bertahun-tahun kemudian, ketika Ribka ditanya apakah dia mau pergi bersama hamba Abraham untuk menjadi istri Ishak, dan tanpa keraguan mengetahui bahwa misi hamba tersebut mendapat restu Tuhan, dia hanya mengatakan, “Mau.” (Kejadian 24:58).

Satu generasi setelah itu, ketika Yakub diperintahkan untuk kembali ke tanah Kanaan, yang berarti meninggalkan semua yang telah dia kerjakan selama bertahun-tahun, dia memanggil Rahel dan Lea ke ladang di mana kawanan ternaknya berada dan menjelaskan apa yang telah Tuhan firmankan. Jawaban Rahel [dan Lea] sederhana dan terus terang serta menjadi indikasi komitmen [mereka]: “Perbuatlah segala yang difirmankan Allah kepadamu.” (Kejadian. 31:16).

Dengan demikian kita memiliki teladan-teladan dari tulisan suci tentang bagaimana kita hendaknya mempertimbangkan dan mengevaluasi perintah-perintah Tuhan. Jika kita memilih untuk bereaksi seperti Yosua, dan Abraham, dan Ribka, serta Rahel [dan Lea], tanggapan kita akanlah, sederhana saja, pergi dan melakukan apa yang telah Tuhan perintahkan.

Ada alasan yang baik untuk membuat keputusan kita sekarang untuk melayani Tuhan. Pada hari Minggu pagi [konferensi umum] ini, ketika kerumitan dan godaan kehidupan sedikit dihilangkan, dan ketika kita memiliki waktu dan kecenderungan yang lebih untuk menggunakan perspektif kekal, kita dapat mengevaluasi dengan lebih jelas apa yang akan mendatangkan kepada kita kebahagiaan terbesar dalam kehidupan. Kita hendaknya memutuskan sekarang, sementara dalam terangnya pagi hari, bagaimana kita akan bertindak ketika kegelapan malam dan ketika badai godaan tiba.

Saya berdoa semoga kita akan memiliki kekuatan untuk memutuskan sekarang untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Saya berdoa agar kita akan memutuskan sekarang untuk melayani Tuhan.8

4

Kepercayaan saja tidaklah cukup; kita juga perlu melakukan kehendak Bapa Surgawi.

Ketika berbicara kepada orang banyak, Guru berfirman: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” (Matius 7:21).

Sewaktu saya mendengarkan perkataan ini, terasa seolah kepada saya Tuhan berfirman: “Hanya karena seseorang mungkin mengakui wewenang-Ku atau memiliki kepercayaan pada sifat ilahi-Ku, atau sekadar menyatakan iman pada ajaran-ajaran-Ku atau kurban pendamaian yang telah Aku lakukan, tidak berarti dia akan masuk ke dalam kerajaan surga atau mendapatkan tingkat permuliaan yang lebih tinggi.” Yang tersirat Dia berfirman, “Kepercayaan saja tidaklah cukup.” Kemudian Dia secara khusus menambahkan, “… melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku,” yaitu, dia yang bekerja dan memangkas kebun anggur agar itu mendatangkan buah yang baik .…

Segenap alam, yang adalah kekuasaan Allah, tampaknya menggambarkan asas yang sama ini. Lebah yang tidak “melakukan” segera akan diusir dari sarang lebah. Sewaktu saya memerhatikan semut-semut yang sibuk di jalan setapaknya dan di sekeliling gundukan sarang semut, saya terkesan atas fakta bahwa mereka adalah pelaku dan bukan hanya pemercaya. Kotekan ayam betina tidak menghasilkan bijian-bijian untuk dimakan; dia harus menggaruk-garuk dengan cakarnya. Kolam yang airnya tidak bergerak, hijau karena dipenuhi ganggang dan sampah ketidakaktifan, adalah tempat berkembang biak penyakit-penyakit rawa, tetapi aliran air bersih pegunungan yang mengalir deras melewati bebatuan saat turun menuju ngarai merupakan ajakan untuk minum.

Firman Guru perihal rumah tanpa landasan menyatakan kepada saya bahwa orang tidak dapat memiliki pemikiran yang dangkal dan sembrono bahwa dia cukup bagi dirinya sendiri dan dapat membangun kehidupanya sendiri berdasarkan landasan apa pun yang kebetulan mudah dan menyenangkan [lihat Matius 7:26–27]. Sepanjang cuaca baik, kebodohannya mungkin tidak terlihat; tetapi suatu hari akan datang banjir, air berlumpur berupa nafsu yang tiba-tiba, godaan tak terduga yang mengalir deras. Jika karakternya tidak memiliki landasan yang pasti melainkan hanya di bibir saja, seluruh struktur moralnya bisa runtuh.9

Yakobus berkata, “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia” (Yakobus 1: 27).

Dengan kata lain, agama adalah lebih daripada pengetahuan tentang Allah atau pengakuan iman, dan itu lebih daripada teologi. Agama adalah melakukan firman Allah. Itu adalah menjadi penjaga bagi saudara kita, di antaranya .…

Kita dapat menjadi religius dalam peribadatan pada hari Sabat, dan kita dapat menjadi religius dalam tugas-tugas kita di enam hari lainnya dalam seminggu .… [Betapa] penting mestinya bahwa segenap pemikiran kita, perkataan yang kita ucapkan, tindakan, perilaku, urusan dengan sesama, transaksi bisnis kita, dan segala urusan sehari-hari kita selaras dengan kepercayaan keagamaan kita. Menurut perkataan Paulus, “Jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Korintus 10:31). Oleh karena itu, dapatkah kita menghilangkan agama dari urusan mingguan kita dan mengalihkannya pada hari Sabat semata? Pastilah tidak, jika kita mengikuti petuah Paulus.10

5

“Anggota yang hidup” berusaha untuk memiliki komitmen mutlak.

Tuhan mengungkapkan dalam kata pengantar Ajaran dan Perjanjian bahwa ini adalah “satu-satunya gereja yang sejati dan hidup di atas muka seluruh bumi.” Kemudian Dia menambahkan, “yang dengannya Aku, Tuhan, sangat berkenan, berfirman kepada gereja secara kolektif dan bukan secara individu” (A&P 1:30). Ini hendaknya menimbulkan pertanyaan dengan signifikansi kekal dalam benak kita: Kita tahu bahwa secara kelembagaan ini adalah gereja yang sejati dan hidup, tetapi apakah saya secara individu adalah seorang anggota yang sejati dan hidup?

… Ketika saya bertanya, “Apakah saya seorang anggota yang sejati dan hidup?” pertanyaan saya adalah, apakah saya berdedikasi secara mendalam dan penuh untuk menaati perjanjian-perjanjian yang telah saya buat dengan Tuhan? Apakah saya berkomitmen secara mutlak untuk menjalankan Injil serta menjadi pelaku firman dan bukan pendengar saja? Apakah saya menjalankan agama saya? Akankah saya tetap setia? Apakah saya berdiri teguh melawan godaan-godaan Setan? .…

Menjawab secara tegas pertanyaan, “Apakah saya seorang anggota yang hidup?” menegaskan komitmen kita. Itu berarti bahwa kita sekarang dan selalu akan mengasihi Allah dan sesama kita seperti diri kita sendiri. Itu berarti tindakan-tindakan kita akan mencerminkan siapa diri kita dan apa yang kita percayai. Itu berarti bahwa kita setiap hari adalah orang Kristen, berjalan seperti Kristus inginkan kita berjalan.

Anggota yang hidup adalah mereka yang berusaha memiliki komitmen mutlak .…

Anggota yang hidup mengenali kewajiban mereka untuk maju terus. Mereka dibaptis sebagai langkah pertama dari perjalanan hidup mereka. Ini adalah tanda kepada Allah, kepada malaikat, dan kepada surga bahwa mereka akan mengikuti kehendak Allah .…

Anggota yang hidup mengindahkan Roh, yang menghidupkan kehidupan rohani. Mereka terus-menerus mengupayakan arahannya. Mereka berdoa untuk kekuatan dan mengatasi kesulitan. Hati mereka tidak melekat pada apa yang dari dunia ini tetapi pada yang tak terbatas. Pembaruan rohani tidak dikorbankan untuk kepuasan fisik.

Anggota yang hidup mengutamakan Kristus dalam kehidupan mereka, mengetahui dari sumber apa kehidupan dan kemajuan mereka datang. Ada kecenderungan manusia untuk menempatkan diri sendiri di inti alam semesta dan berharap orang-orang lain mengikuti keinginan dan kebutuhan serta hasratnya. Namun alam tidak menghormati asumsi yang keliru itu. Peran inti dalam kehidupan adalah milik Allah. Alih-alih meminta Dia untuk melakukan kehendak kita, kita hendaknya berusaha membawa diri kita ke dalam keselarasan dengan kehendak-Nya, dan dengan demikian melanjutkan kemajuan kita sebagai anggota yang hidup .…

Anggota yang hidup, sekali mereka diinsafkan, memenuhi perintah untuk memperkuat saudara lelaki dan saudara perempuan mereka [lihat Lukas 22:32]. Mereka bersemangat untuk berbagi sukacita mereka dengan orang lain, dan mereka tidak pernah kehilangan hasrat ini .…

Anggota yang hidup mengenali kebutuhan untuk menerapkan dalam tindakan kepercayaan mereka. Para Orang Suci ini dengan bersemangat terlibat dalam mendatangkan banyak pekerjaan yang baik dan mulia dari kehendak bebas serta persetujuan mereka sendiri [lihat A&P 58:27] .…

Anggota yang hidup saling mengasihi. Mereka mengunjungi anak yatim dan janda dalam kesengsaraan mereka. Mereka menjaga diri mereka tak ternoda dari dunia [lihat Yakobus 1:27] .…

Kita memiliki keyakinan yang teguh dalam pernyataan bahwa ini adalah gereja yang sejati dan hidup dari Allah yang sejati dan hidup. Pertanyaan yang masih harus kita jawab adalah: Apakah saya berdedikasi dan berkomitmen, seorang anggota yang sejati dan hidup?

Semoga kita berdiri teguh dan menjadi menjadi anggota Gereja yang sejati dan hidup serta menerima pahala yang dijanjikan untuk berada di antara mereka yang dibicarakan dalam Ajaran dan Perjanjian “yang telah datang ke Gunung Sion, dan ke kota Allah yang hidup, tempat surgawi, yang paling kudus dari semuanya” (A&P 76:66).11

Saran untuk Penelaahan dan Pengajaran

Pertanyaan

  • Ulaslah kembali ajaran-ajaran Presiden Hunter tentang perbedaan antara “kontribusi” dan “komitmen mutlak” (bagian 1). Apa perbedaan yang terjadi dalam kehidupan kita ketika kita secara mutlak berkomitmen kepada Allah? Penerapan apa yang cerita Sadrakh, Mesakh, dan Abednego mungkin miliki bagi kita?

  • Ulaslah kembali laporan Presiden Hunter tentang Yosua di bagian 2. Apa yang dapat Anda pelajari dari laporan ini tentang berkomitmen penuh kepada Allah? Bagaimana kita dapat mengembangkan komitmen untuk mematuhi Allah terlepas dari apa yang orang lain lakukan? Bagaimana kita dapat membantu anak-anak dan remaja mengembangkan komitmen ini?

  • Apa kesan Anda sewaktu Anda mengulas kembali cerita-cerita tulisan suci di bagian 3? Teladan tulisan suci lain apa tentang kepatuhan yang telah memengaruhi Anda? Menurut Anda mengapa “Tuhan menyukai … suatu kebulatan tekad yang tak tergoyahkan untuk mematuhi nasihat-Nya”?

  • Renungkan ajaran-ajaran Presiden Hunter di bagian 4. Mengapa kepercayaan saja “tidaklah cukup”? Bagaimana melakukan kehendak Bapa Surgawi akan membantu kita bersiap untuk saat-saat sulit? Bagaimana kita dapat menerapkan ajaran-ajaran Presiden Hunter tentang menjalankan agama kita?

  • Ulaslah kembali setiap uraian Presiden Hunter tentang “anggota yang hidup” di bagian 5. Bagaimana kita mengembangkan sifat-sifat “anggota yang hidup” ini? Pertimbangkan bagaimana Anda dapat menjadi anggota Gereja “yang sejati dan hidup” yang lebih baik.

Tulisan Suci Terkait

1 Samuel 15:22–23; Mazmur 1:1–3; Yakobus 2:14–26; 2 Nefi 32:9; Omni 1:26; Mosia 2:41; Alma 37:35–37; 3 Nefi 18:15, 18–20; A&P 58:26–29; 97:8; Abraham 3:24–26

Bantuan Pengajaran

Bacalah bersama beberapa kutipan dari bab. Setelah membaca setiap kutipan, mintalah anggota kelas untuk berbagi contoh dari tulisan suci dan dari pengalaman mereka sendiri yang berhubungan dengan ajaran-ajaran dalam kutipan tersebut.

Catatan

  1. Dalam Conference Report, Oktober 1959, 121.

  2. Dalam Eleanor Knowles, Howard W. Hunter (1994), 153.

  3. “The Opening and Closing of Doors,” Ensign, November 1987, 54.

  4. Dalam Knowles, Howard W. Hunter, 151.

  5. “Standing As Witnesses of God,” Ensign, Mei 1990, 60–62.

  6. “Commitment to God,” Ensign, November 1982, 57–58.

  7. “Obedience” (ceramah yang diberikan di Konferensi Area Hawaii, 18 Juni 1978), 5, Perpustakaan Sejarah Gereja, Salt Lake City.

  8. “Commitment to God,” 58.

  9. Dalam Conference Report, Oktober 1967, 11, 12–13.

  10. The Teachings of Howard W. Hunter, diedit Clyde J. Williams (1997), 111–112.

  11. “Am I a ‘Living’ Member?” Ensign, Mei 1987, 16–18.