2008
Penatua Lawrence E. Corbridge
Mei 2007


Penatua Lawrence E. Corbridge

Dari Tujuh Puluh

Gambar
Elder Lawrence E. Corbridge

Penatua Lawrence Edward Corbridge mengenali kebergantungannya kepada Tuhan.

“Kristus adalah satu-satunya harapan kita dan setiap harapan kita dan satu-satunya cara kita dapat melakukan semua yang Dia minta untuk kita lakukan,” ujarnya. “Kita dapat memiliki keyakinan sepenuhnya bahwa Dia akan menolong kita berhasil.”

Penatua Corbridge memperoleh kesaksiannya dari tahun-tahun pelayanan Gerejanya, termasuk uskup, dewan tinggi, presiden wilayah, dan presiden Misi Chile Santiago Utara dari tahun 2002 sampai 2005.

Dilahirkan pada tanggal 6 April 1949, dari pasangan Ivan Corbridge dan Agnes Howe Corbridge, Penatua dibesarkan di Provo, Utah, Amerika Serikat. Sejak tahun 1969 sampai 1970 dia melayani misi penuh-waktu di Misi Argentina Utara.

Dia menerima gelar sarjana dalam bidang ilmu manajemen bisnis dan gelar doktornya dari Universitas Brigham Young. Setelah lulus, dia memulai kariernya di bidang hukum, dan pada saat pemanggilannya dalam Kuorum Pertama Tujuh Puluh, dia adalah pemegang saham dan pengacara senior di biro hukum Salt Lake City.

Dia menikahi Jacquelyn Shamo di Bait Suci Provo Utah pada tanggal 21 Desember 1974. Sebagai pemuda, Penatua Corbridge meluangkan musim panasnya bekerja di peternakan di Idaho dan Utah, dimana dia belajar untuk menyukai kegiatan di alam terbuka, kasih yang dia berikan kepada istri dan kelima putranya melalui berbagai kegiatan, termasuk panjat tebing, arung jeram, bermain ski, dan seluncur salju.

“Pengetahuan, sifat, dan hubungan, terutama dengan keluarga, ada di antara beberapa hal dalam kehidupan yang sungguh-sungguh berarti,” tuturnya. Yang lain adalah “untuk selalu mengingat Kristus.”

Penatua Corbridge melanjutkan: “Kami berjanji setiap minggu untuk melakukan itu ketika kami mengambil sakramen. Kami kadang-kadang lupa. Namun Tuhan berkata untuk melihat kepada-Nya dalam setiap pemikiran. Jadi apakah kita sedang bekerja untuk mendukung keluarga, menjadi ibu dan ibu rumah tangga, atau terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan enam bulan tersisa untuk hidup, itu masih menjadi tantangan penting kita—untuk mengingat-Nya dan untuk melakukan apa yang Dia kehendaki.”