Ajaran-Ajaran Presiden
Bab 22: Damai Sejahtera Bagi Jiwamu


Bab 22

Damai Sejahtera Bagi Jiwamu

Mengapa penderitaan perlu untuk memenuhi tujuan-tujuan kekal Tuhan?

Pendahuluan

“Semua orang yang hidup di bumi ini akan diuji melalui berbagai macam penderitaan,” ujar Harold B. Lee.1 Sebagai orang yang tidak asing lagi dengan penderitaan, Harold B. Lee kehilangan istrinya, Fem Tanner Lee, dan putrinya Maurine Lee Wilkins karena meninggal pada tahun 1960-an. Dia juga mengalami masalah kesehatan yang parah di sepanjang tahun-tahun dia menjabat sebagai Pembesar Umum. Dia mengatakan dalam konferensi umum tahun 1967: “Saya harus tunduk kepada ujian-ujian, beberapa ujian berat, di hadapan Tuhan, saya pikir untuk membuktikan kepada saya apakah saya bersedia tunduk kepada segala hal apa pun yang dipandang Tuhan pantas diberikan kepada saya, bahkan seperti seorang anak kecil yang tunduk kepada ayahnya” [lihat Mosia 3:19].2

Tetapi Presiden Lee menawarkan penghiburan pada saat dia menghadapi penderitaan: “Orang yang dengan yakin menantikan pahala kekal atas usaha-usahanya dalam kebakaan adalah orang yang senantiasa menahan pencobaan-pencobaan berat sekalipun di sepanjang kehidupannya. Ketika dia kecewa dalam percintaan, dia tidak melakukan bunuh diri. Ketika orang yang dikasihi meninggal, dia tidak putus asa; ketika dia kalah dari pertandingan yang sangat dia idam-idamkan, dia tidak terhuyung-huyung, ketika perang dan kehancuran membuyarkan masa depannya, dia tidak terbenam dalam kesedihan. Dia hidup di atas dunianya dan tidak pernah kehilangan pandangan akan tujuan keselamatannya.”3

“Jalan menuju [ permuliaan ] adalah kerasa dan curam. Banyak yang tersandung dan jatuh, dan dalam keputusasaan tidak pernah berusaha untuk bangkit dan mulai lagi. Kekuatan-kekuatan jahat menyelimuti jalan dengan rintangan-rintangan yang berkabut, sering kali berusaha untuk menyesatkan kita ke jalan yang salah. Tetapi di sepanjang semua perjalanan ini,” ujar Presiden Lee meyakinkan, “ada kepastian yang menenangkan bahwa jika kita memilih jalan yang benar, keberhasilan akan menjadi milik kita, dan pencapaian kita itu akan membuat dan membentuk dan menciptakan kita menjadi jenis orang yang memenuhi syarat untuk diterima di hadirat Allah. Betapa lebih besar keberhasilan yang dapat kitamiliki selain memiliki semua yang Allah miliki?”4

Ajaran-ajaran Harold B. Lee

Bagaimanakah penderitaan dapat membantu kita menjadi lebih seperti Allah?

Saya pikir, ada proses pemurnian yang datang dari penderitaan, yang tidak dapat kita alami dengan cara lain selain melalui penderitaan …. Kita menjadi lebih dekat kepada-Nya yang menyerahkan nyawa-Nya agar manusia dapat ada. Kita merasakan kekeluargaan yang belum pernah kita rasakan sebelumnya …. Dia menderita melebihi daripada yang dapat kita bayangkan. Tetapi dibandingkan dengan hal yang telah kita derita, bagaimanapun juga penderitaan-Nya telah membawa dampak yang membuat kita menjadi lebih dekat kepada Tuhan, menolong kita memurnikan jiwa kita, dan menolong menyingkirkan hal-hal yang tidak berkenan dalam pandangan Tuhan.5

Yesaya mengatakan: “Tetapi sekarang, ya Tuhan, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu” (Yesaya 64:8).

Saya sudah berulang kali membaca ayat ini tetapi belum menerima makna sepenuhnya sampai saya berada di Meksiko beberapa tahun yang lalu di Telacapaca, dimana orang-orang membentuk dari tanah liat berbagai jenis barang tembikar. Di sana saya melihat mereka mengambil tanah liat yang telah diaduk melalui metode-metode kasar dan primitif, dimana pekerja bekerja keras di lumpur untuk mencampur tanah liat dengan benar. Lalu tanah liat diletakkan di atas roda tembikar dan tukang tembikar mulai membentuk bagian-bagian rumit dari barang tembikar tersebut, yang kemudian akan dia jual di pasar. Dan sewaktu kami menyaksikan, kami melihat bahwa kadang-kadang, karena ada kerusakan dalam pengadukan, perlu mengambil kembali seluruh gumpalan tanah liat dan melemparkannya kembali ke tempat adukan untuk diaduk ulang, dan kadang-kadang proses tersebut harus diulangi beberapa kali sebelum lumpur dapat diaduk dengan benar.

Mengingat akan hal itu, saya mulai melihat makna dari tulisan suci ini. Ya, kita juga harus dicobai dan diuji melalui kemiskinan, penyakit, melalui kematian orang yang kita kasihi, melalui godaan, kadang-kadang melalui pengkhianatan oleh orang yang kita anggap teman, melalui kelimpahan dan kekayaan, melalui kesenangan hidup dan kemewahan, melalui gagasan-gagasan pendidikan palsu, dan melalui puji-pujian dunia. Seorang ayah, menjelaskan mengenai hal ini kepada putranya, berkata:

“Dan untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya yang kekal pada akhir hidup manusia, setelah Dia menciptakan orang tua kita yang pertama dan segala binatang di padang dan segala burung di udara, pendek kata segala sesuatu yang diciptakan, perlu kiranya harus ada pertentangan, bahkan buah yang terlarang bertentangan dengan pohon kehidupan, yang satu manis dan yang lain pahit” [2 Nefi 2:15].

Adalah Nabi Joseph Smith yang mengatakan, berbicara mengenai proses pemurnian ini, bahwa dia adalah bagaikan sebuah batu besar, kasar yang menggelinding dari gunung, dan satu-satunya gosokan yang dia alami adalah ketika beberapa ujung kasar batu tersebut bergesekan dengan benda lain, menggesek sedikit di sana dan di sini. Tetapi dia mengatakan, “Maka saya akan menjadi … pedang yang digosok dalam sarung pedang yang Mahakuasa” [History of the Church, 5:401].

Oleh karena itu, kita harus dimurnikan; kita harus diuji agar dapat membuktikan kekuatan dan kuasa yang ada di dalam diri kita.6

Dibimbing oleh iman yang diajarkan melalui firman Allah, kita memandang kehidupan sebagai suatu proses pelatihan jiwa yang besar. Dibawah pengamatan ketat seorang Bapa yang penuh kasih, kita belajar melalui “hal-hal yang kita derita,” kita memperoleh kekuatan dengan mengatasi rintangan-rintangan, dan kita mengalahkan rasa takut dengan kemenangan di tempat-tempat dimana bahaya mengintai [lihat Ibrani 5:8]. Melalui iman, sebagaimana diajarkan firman Allah, kita memahami bahwa apa pun yang memberikan sumbangan dalam kehidupan bagi standar mulia Yesus” Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang disurga adalah sempurna” (Matius 5:48) adalah demi kebaikan kita dan demi manfaat kekal kita meskipun dalam pembentukannya akan terjadi penderaan hebat dari seorang Allah yang Mahabijaksana, “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Dia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Ibrani 12:6).

Maka meskipun dididik dan dilatih untuk melawan kuasa kegelapan dan kejahatan rohani, kita dapat saja “dalam segala hal … ditindas, namun tidak terjepit; … habis akal, namun tidak putus asa; … dianiaya, namum tidak ditinggalkan sendirian, … dihempaskan, naum tidak binasa” (2 Korintus 4:8-9).7

Orang yang memiliki kesaksian tentang tujuan kehidupan melihat rintangan-rintangan dan pencobaan-pencobaan kehidupan sebagai kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang diperlukan bagi pekerjaan kekekalan ….

Jika menghadapi kematian, orang seperti itu tidak akan gentar dengan kakinya “berkasutkan kerelaan untuk memberikan Injil damai sejahtera,” [Efesus 6:15] dan mereka yang kehilangan orang-orang yang mereka kasihi akan memiliki iman seperti yang dimiliki Moroni, panglima tentara, yang menyatakan, “Karena Tuhan membiarkan yang benar dibunuh agar keadilan-Nya dan hukuman-Nya boleh dijatuhkan kepada yang jahat. Karena itu, kamu tidak perlu menyangka bahwa orang yang benar itu hilang karena mereka terbunuh. Tetapi lihatlah, mereka memasuki perhentian Tuhan Allah mereka” (Alma 60:13).8

Dengarkanlah pelajaran Tuhan dalam membina manusia” Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya [dirantingi] supaya dia lebih banyak berbuah” (lihat Yohanes 15:2) ….

Jarang sekali jiwa dapat menjadi hebat sebelum bertahun-tahun mengalami pencobaan dan ujian dan penderitaan—seolah-olah dirantingi oleh tangan tukang kebun Tuhan. Dengan menggunakan pisau dan alat merantingi, ranting dibentuk dan dibuat sesuai dengan rencana Allah yang Mahakuasa, agar dapat menghasilkan buah yang berlimpah.

Setiap dari Anda harus tahan terhadap pencobaan, dan kesulitan, kepiluan dan keputusasaan. Ketika berada dalam keadaan sedih dan putus asa, ingatlah, Anda akan dihibur jika Anda mau mempelajari hal hal berikut: “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Dia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Ibrani 12:6)—dan berikutnya: “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi” (Amsal 3:11-12).9

Nabi Joseph [Smith] … merasa cemas karena tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap para Orang Suci dan di tengah-tengah kesulitannya Anda ingat dia berseru dengan keras, “Ya, Allah, berapa lamakah sebelum mata-Mu melihat dan sebelum telinga-Mu mendengar jeritan belas kasihan Orang-orang Suci dan membalaskan kesalahan mereka di atas kepala musuh-musuh mereka?” [lihat A&P 121:1-6]. Dan seolah-olah Tuhan mengambil seorang anak yang ketakutan ke dalam tangan-Nya dan berkata:

“Putra-Ku, damai sejahtera bagi jiwamu; kemalangan dan penderitaanmu akan tinggal sebentar saja;

“Kemudian, bila engkau bertahan dengan baik, Allah akan memuliakan kamu di atas; engkau akan mendapat kemenangan atas semua musuhmu” (A&P 121:7, 8).

Kemudian Dia mengatakan hal yang sangat mengejutkan:

“…. ketahuilah engkau hai anak-Ku, bahwa hal-hal itu semuanya akan memberimu pengalaman, dan untuk kebaikan bagimu” (A&P 122:7).

…. Lalu Tuhan mengatakan:

“Anak Manusia telah turun di bawah ini semuanya. Apakah engkau lebih besar daripada Dia?

“Karena itu …. Janganlah takut apa yang dapat diperbuat manusia, karena Allah akan selalu bersamamu selama-lamanya” (A&P 122:8, 9).

Saya datang dalam kehidupan dimana saya harus menerapkan hal itu sendiri. Putra Manusia telah mengalami semua ini.10

Tujuan Anda berada di sini diungkapkan dengan jelas dalam wahyu Tuhan kepada Musa. Dia mengatakan, “Inilah pekerjaan-Ku serta kemuliaan-Ku—untuk mendatangkan kebakaan serta hidup yang kekal bagi manusia.” [Musa 1:39]. “Hidup yang kekal bagi manusia” artinya kembali ke hadirat Allah Bapa dan Putra-Nya untuk hidup secara kekal bersama Mereka. Nah, Dia tidak mengatakan bahwa tujuan-Nya adalah agar semua anak-anak-Nya tinggal di bumi ini dalam kemewahan, dengan kekayaan dan kemudahan dan mereka tidak akan mengalami kesakitan dan kesedihan. Dia tidak mengatakan itu. Karena kadang-kadang, seperti yang dinyatakan oleh Yesaya, dari kecubung dapat tumbuh pohon murad [lihat Yesaya 55:13] …. Hal yang sekarang tampaknya tragedi dapat saja, sewaktu kita melihat gambar keseluruhannya dari awal hingga akhir, dalam kebijaksanaan Bapa kita, menjadi salah satu berkat terbesar sebagai pengganti dari tragedi yang telah kita perkirakan.11

Bagaimanakah kita dapat memperoleh kekuatan batin dan kedamaian pada saat-saat ada masalah?

Setiap jiwa yang hidup di bumi, Anda dan saya, kita semua baik kaya atau miskin, baik atau jahat, muda atau tua—setiap dari kita akan diuji dan dicobai oleh berbagai macam penderitaan, kesulitan-kesulitan yang harus kita lawan sendiri. Dan satu-satunya orang yang tidak akan gagal adalah mereka yang rumahnya dibangun di atas landasan batu. Dan apakah batu itu? Batu itu adalah batu kepatuhan terhadap asas-asas dan ajaran-ajaran injil Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir.12

Saya tidak meminta maaf … dalam meminta Anda pagi ini, untuk mempercayai bersama saya konsep-konsep mendasar agama—yang benar beriman kepada Allah dan Putra-Nya Yesus Kristus sebagai Juruselamat dunia dan bahwa dalam nama-Nya mukjizat-mukjizat telah dilakukan dan sedang dilakukan dan bahwa hanya dengan penerimaan sepenuhnya akan kebenaran-kebenaran ini maka Anda dan saya dapat ditegakkan dengan kokoh di atas landasan yang tidak pernah gagal ketika kesulitan-kesulitan hidup melanda kita.

Oleh karena itu, saya mengundang Anda, untuk merendahkan hati Anda … dan dengan hati yang penuh doa berani untuk mempercayai semua injil yang telah diajarkan para nabi suci kepada kita dari Tulisan Suci sejak awal.13

Maka hal terpenting dalam kehidupan bukanlah apa yang terjadi kepada Anda, melainkan bagaimana Anda menerimanya. Itulah hal yang penting. Dalam mengakhiri Khotbah di Bukit, Anda ingat, Tuhan memberikan sebuah perumpamaan. Dia berkata:

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, Dia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu:

“Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu …. ” [Matius 7:24–25].

Apakah yang Dia coba untuk tanamkan? Dia mencoba untuk mengatakan bahwa berbagai macam penderitaan, bencana banjir, kesulitan-kesulitan, akan melanda setiap rumah manusia di bumi ini; dan satu-satunya rumah yang tidak akan rubuh … ketika keuangan morat-marit, ketika Anda kehilangan orang yang Anda kasihi, dan dalam bencana-bencana lainnya—satu-satunya hal yang akan menahan kita dari semua kesulitan dan hal-hal yang menyebabkan stres dalam kehidupan adalah ketika kita membangun rumah di atas batu dengan mematuhi perintah-perintah Allah ….

Tunggulah dengan sabar akan Tuhan pada saat terjadi penganiayaan dan penderitaan berat. Tuhan mengatakan,

“Sesungguhnya Aku berfirman kepadamu, teman-teman-Ku: Janganlah takut, biarlah hatimu terhibur; ya, bersukacitalah sepanjang masa, dan dalam segala hal bersyukurlah;

“Dengan menunggu dengan sabar akan Tuhan, sebab doamu telah sampai ke telinga Tuhan Sebaot, dan dicatat dengan meterai serta perjanjian ini—Tuhan telah bersumpah dan menentukan bahwa mereka akan dikabulkan” (A&P 98:1–2).14

Apakah yang dapat kita katakan kepada mereka yang merindukan kedamaian batin untuk menenangkan kekhawatiran mereka, untuk mengurangi rasa sakit di hati, untuk mendatangkan pengertian, untuk melihat melampaui pencobaan-pencobaan kotor di zaman sekarang dan melihat buah pengharapan dan impian di dunia setelah kefanaan? ….

Tuhan menunjukkan sumber yang darinya kedamaian akhir akan datang ketika Dia mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yohanes 14:27).15

“Patuhilah perintah-perintah Allah,” karena dari situlah satu-satunya sumber yang mendatangkan kedamaian batin yang dibicarakan Tuhan ketika Dia mengucapkan salam perpisahan kepada murid-murid-Nya: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33). Oleh karena itu, semoga Anda masing-masing, di tengah-tengah kekacauan yang ada di sekeliling Anda, menemukan kepastian surgawi itu dari Tuhan yang mengasihi kita semua, yang menyingkirkan semua kekhawatiran ketika, seperti Tuhan, Anda juga telah mengalahkan hal-hal dari dunia.16

Di manakah keselamatan ditemukan di dunia sekarang? Keselamatan tidak akan diperoleh melalui tank-tank dan senjata dan pesawat udara dan bom-bom atom. Hanya ada satu tempat keselamatan dan tempat itu ada di dalam kekuasaan Allah yang Mahakuasa yang Dia berikan kepada mereka yang mematuhi perintah-perintah-Nya dan mendengarkan suara-Nya, sewaktu Dia berbicara melalui saluran-saluran yang telah Dia tahbiskan untuk tujuan tersebut ….

Damai sejahtera bagi Anda, bukan damai yang datang dari badan perundang-undangan di Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi kedamaian yang datang dengan cara yang telah diucapkan Tuhan, dengan mengalahkan segala hal dari dunia. Semoga Allah membantu Anda memahami dan semoga Anda mengetahui yang saya ketahui dengan pasti yang melawan semua keraguan bahwa inilah pekerjaan-Nya, bahwa Dia membimbing kita dan mengarahkan kita sekarang, seperti yang telah Dia lakukan dalam setiap kelegaan injil.17

Sekarang, seperti yang telah dinubuatkan, seluruh dunia tampaknya berada dalam kegemparan dan manusia hilang keberaniannya. Kita benar-benar harus berharap untuk hidup dengan kedamaian batin itu yang lahir dari menerapkan injil Yesus Kristus di dunia yang penuh dengan masalah dan malapetaka. Ketidakberanian dapat datang kepada setia orang, yang sebagian ditimbulkan oleh keputusasaan dan itu akan membawa dampak besar ketika tiba saatnya dimana kasih manusia akan menjadi beku. Kuasa keimamatan yang ada di dalam diri kita sekarang harus dimanfaatkan dan kita bahkan harus mengasihi mereka yang menganiaya kita dan kita harus menjaga agar pikiran kita tetap jernih seperti yang dinasihatkan Rasul Paulus kepada Timotius [lihat 2 Timotius 1:7]. Jika kita tidak melakukannya, maka kita akan dianggap sebagai orang yang tidak efektif. Kita akan menerima kepastian yang tidak memadai. Maka musuh tidak akan perlu lagi membuat kita melanggar perintah atau menjadi murtad. Kita sudah menyia-nyiakan kekuatan kita.18

Seorang usahawan di Atlanta, Georgia, yang merupakan sahabat saya … mencoba menghibur saya karena perasaan hancur yang saya alami akibat kehilangan seseorang yang sangat saya kasihi; dia menarik saya ke sisinya dan berkata kepada saya, “Ada sesuatu yang ingin saya beritahukan kepadamu. Usia saya jauh lebih tua darimu. Tiga puluh empat tahun yang lalu telepon di bank tempat saya bekerja dimana saya menjabat presiden waktu itu berdering. Pesan yang saya terima adalah bahwa istri saya dalam keadaan terluka parah akibat kecelakaan mobil. Saya segera mengucapkan, ‘Ah, Allah tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada pujaan hati saya dia begitu indah—begitu manis, begitu cantik.’ Tetapi dalam waktu satu jam kemudian berita datang lagi yang memberitahukan bahwa istri saya sudah meninggal. Lalu hati saya berseru dengan keras, ‘Saya ingin mati saja; saya tidak ingin hidup lagi; saya ingin mendengar suara istri saya.’ Tetapi kenyataannya saya tidak mati, dan saya tidak mendengar suaranya. Dan kemudian saya duduk dan mencoba merenungkan sesuatu. Apakah makna dari kesunyian dan tragedi yang menimpa jalan kehidupan kita semua? Dan pikiran timbul di benak saya bahwa ini adalah ujian terberat yang harus Anda hadapi dalam kehidupan. Dan jika Anda dapat melewatinya, maka tidak akan ada ujian lagi yang tidak dapat Anda lewati.”

Bagaimanapun juga, sewaktu saya dalam perjalanan pulang naik pesawat malam itu, kedamain muncul, dan untuk pertama kalinya saya mulai berjalan keluar dari bayangan. Dan terpikir oleh saya hal yang diucapkan Rasul Paulus mengenai Tuhan, “Dan sekalipun Dia Anak”maksudnya Anak Allah—”Dia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya; dan sesudah Dia mencapai kesempurnaan-Nya, Dia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibrani 5:8–9). Nah, jika Anda mau memikirkan mengenai hal itu, bahwa melalui proses-proses pemurnian dengan terjadinya perpisahan, kesepian, hati yang hancur, saya pikir sesuatu akan muncul sebelum kita siap menghadapi ujian-ujian hidup lainnya.19

Kita telah dipanggil kepada tugas-tugas sulit di zaman yang sulit, tetapi bagi kita masing-masing ini dapat merupakan saat-saat yang sangat bermanfaat untuk menguji keberanian, belajar, dan memperoleh kepuasan batin. Dengan semakin banyaknya tantangan yang diakibatkan oleh perang, urbanisasi, kekacauan doktrin, dan kemerosotan rumah tangga itu pasti memiliki dampak yang setara terhadap kita di zaman modern sebagaimana dengan dampak yang dialami para pionir ketika mereka menyeberangi padang rumput, bertahan dari kesalahpahaman, menegakkan kerajaan di seluruh dunia di tengah-tengah penderitaan. Saya berdoa semoga kita mau melakukan bagian kita dalam perjalanan, dan berada bersama kelompok Gereja dan memimpin kelompok Gereja sewaktu Gereja masuk ke tempat tujuan terakhir—yaitu hadirat-Nya.20

Saran-saran untuk Pembelajaran dan Pembahasan

  • Apakah sumber-sumber keselamatan dan kedamaian kita pada masa-masa penderitaan? Apakah yang telah memperkuat Anda dan memberikan Anda kedamaian pada masa-masa pencobaan dalam kehidupan Anda?

  • Mengapa setiap orang—baik yang benar maupun yang tidak benar—mengalami pencobaan-pencobaan dan penderitaan?

  • Dalam hal-hal apakah penderitaan merupakan suatu berkat dalam kehidupan Anda? Dalam hal-hal apakah pencobaan-pencobaan dapat membantu kita menjadi lebih kuat dan lebih mampu melayani Tuhan?

  • Mengapa kita harus menaruh kepercayaan kepada “rencana Allah yang Mahakuasa” dari Bapa kita di Surga? Apakah yang dimaksud menjadi seperti tanah liat di tangan Tuhan?

  • Apakah yang dimaksud menunggu dengan sabar atas Tuhan pada masa-masa pencobaan? Apakah yang telah Anda pelajari sewaktu Anda berbuat demikian?

  • Dalam hal-hal apakah Allah memberikan kepada kita kedamaian untuk menolong kita pada saat-saat mengalami penderitaan?

Catatan

  1. Ceramah yang disampaikan pada Festival Kemerdekaan Universitas Brigham Young, 1 Juli 1962, Arsik Perpustakaan Harold B. Lee, Brigham Young University, 6.

  2. Dalam Conference Report, Oktober 1967, 98; atau Improvement Era, Januari 1968, 26.

  3. The Teachings of Harold B. Lee, diedit oleh Clyde J. Williams (1996), 171.

  4. The Teachings of Harold B. Lee, 69–70.

  5. The Teachings of Harold B. Lee, 187–88.

  6. Stand Ye in Holy Places (1974), 114–115.

  7. Stand Ye in Holy Places, 339.

  8. Dalam Conference Report, Oktober 1942, 72–73.

  9. The Teachings of Harold B. Lee, 191.

  10. Education for Eternity, ceramah yang disampaikan di Institut Agama Salt Lake “Lectures in Theology: Last Message Series,” 15 Januari 1971, arsip Perpusatakaan Sejarah, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 6.

  11. Ceramah yang disampaikan pada upacara pemakaman Mabel Hale Forsey, 24 Oktober 1960, Arsip Departemen Sejarah, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 6.

  12. Ceramah kebakitan yang disampaikan di Universitas Brigham Young, 15 November 1949, Arsip Departemen Sejarah, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 10.

  13. “‘I Dare You to Believe’: Elder Lee Urges USAC Graduates Seek Spiritual Facts,” Deseret News, 6 Juni 1953, Church News section, 4.

  14. Education for Eternity, 7–8.

  15. “To Ease the Aching Heart,” Ensign, April 1973, 2.

  16. “A Message to Members in the Service,” Church News, 2 Desember. 1972, 3.

  17. Dalam Conference Report, Oktober 1973, 169, 171; atau Ensign, Januari 1974, 128–129.

  18. Ceramah dalam seminar wakil regional, 3 April 1970, Arsip Departemen Sejarah, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, 4.

  19. The Teachings of Harold B. Lee, 54.

  20. The Teachings of Harold B. Lee, 408.